Popularitas esports kian meroket dan menarik perhatian banyak kalangan, terutama dari generasi muda. Fenomena ini semakin menguat seiring banyaknya turnamen esports yang diselenggarakan baik di tingkat nasional maupun internasional. Kehadiran para atlet digital yang berlaga di panggung dunia pun turut mengharumkan nama bangsa, mempertegas bahwa esports bukan sekadar hiburan, melainkan juga ajang prestasi.
Pertumbuhan industri esports tidak bisa dipandang sebelah mata. Menurut laporan dari Esports Insider, antusiasme terhadap dunia esports di kalangan anak muda terus menanjak. Dalam kelompok usia 18 hingga 29 tahun, minat terhadap esports naik dari 27 persen pada kuartal pertama 2021 menjadi 31 persen di kuartal kedua tahun 2024. Selain itu, data statistik juga menunjukkan bahwa keterlibatan penggemar relatif stabil, dimana 10 hingga 12 persen berasal dari penonton muda serta 5 hingga 6 persen dari keseluruhan konsumen secara konsisten mengikuti perkembangan kompetisi dan komunitas esports dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, terlepas dari pencapaian tersebut, dunia esports sempat terguncang oleh pernyataan kontroversial dari Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid. Dalam kunjungannya ke Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha Batalyon Artileri Medan 9 di Purwakarta, Jawa Barat ditemani oleh Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi, Meutya menyatakan bahwa game online tidak bisa dikategorikan sebagai olahraga karena tidak melibatkan aktivitas fisik. Hal ini disampaikannya dalam sebuah video pendek (shorts) di akun YouTube Kompas TV pada Rabu, 25 Mei 2025.
Menurut Meutya, sebuah aktivitas hanya layak disebut sebagai olahraga apabila ada unsur gerakan fisik yang nyata. “Kalau bagi saya, sport tetap perlu melibatkan juga giat-giat fisik, selain juga online. Saya nggak bilang online itu jelek, tapi tetap, kalau namanya sport, perlu ada giat fisiknya,” demikian pernyataannya dalam video yang dirilis KompasTV pada 25 Mei 2025.
Di sisi lain, kemajuan esports justru menampilkan realitas yang berbeda. Esports telah mendapatkan legitimasi sebagai cabang olahraga oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Bahkan, esports kini menjadi bagian dari pertandingan resmi dalam ajang besar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), SEA Games, hingga Asian Games yang akan datang. Dari sini, muncul pertanyan soal apakah benar ketiadaan unsur fisik membuat esports tidak layak disebut sebagai olahraga? Sudah saatnya kita mengupas isu ini secara lebih mendalam dan objektif.