Baidu Kembangkan AI untuk Terjemahkan Suara Anjing dan Kucing

- Sistem AI Baidu mampu menerjemahkan suara hewan ke dalam bahasa manusia dengan memetakan suara hewan ke makna semantik, lalu menerjemahkannya menjadi kalimat sederhana.
- Proyek serupa dikembangkan di berbagai negara dan menunjukkan tren global. Upaya menerjemahkan bahasa hewan melalui teknologi menjadi tantangan bagi para ilmuwan di seluruh dunia.
- Pengajuan paten teknologi ini mendapat sorotan positif dan skeptis di media sosial Tiongkok, khususnya platform Weibo, sebagai langkah awal menuju komunikasi lintas spesies.
Bagi pecinta hewan, memahami maksud suara peliharaan tentu sangat penting. Apakah mereka sedang lapar, merasa tidak nyaman, kesepian, atau hanya ingin bermain, selama ini hanya bisa ditebak berdasarkan naluri dan kebiasaan mereka. Namun berkat kemajuan teknologi, harapan untuk benar-benar memahami bahasa hewan peliharaan kini mulai terbuka.
Perusahaan teknologi asal China, Baidu, tengah mengembangkan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang diklaim mampu menerjemahkan suara hewan ke dalam bahasa manusia. Pengajuan patennya bahkan sudah diajukan sejak Desember 2024 lalu.
Dalam dokumen patennya, Baidu menyebut bahwa teknologi ini dirancang untuk menciptakan komunikasi emosional yang lebih mendalam antara manusia dan hewan peliharaan. Meski masih dalam tahap awal pengembangan, proyek ini dinilai memiliki potensi besar di masa depan.
Teknologi ini dirancang untuk menerjemahkan suara hewan, seperti suara anjing menggonggong atau kucing mengeong, menjadi kalimat yang dapat dipahami manusia. Inovasi ini dianggap sebagai langkah awal menuju komunikasi lintas spesies, layaknya kisah fiksi dalam film Dr. Doolittle, di mana manusia bisa berbicara dengan hewan. Lalu, bagaimana sebenarnya cara kerja teknologi ini?
1. Diterjemahkan ke bahasa manusia

Melansir Reuters, Minggu (20/07/2025), sistem AI yang dikembangkan Baidu tidak sekadar mengenali suara hewan, tetapi juga menganalisis emosi serta makna di baliknya. Teknologi ini bekerja dengan memetakan suara hewan ke dalam makna semantik, lalu menerjemahkannya menjadi kalimat sederhana seperti “Aku lapar” atau “Ada orang asing di luar!”
Tak hanya suara, AI ini juga mengumpulkan data lain seperti bahasa tubuh, perubahan perilaku, hingga tanda-tanda biologis hewan. Semua informasi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi kondisi emosional hewan, apakah mereka sedang senang, stres, lapar, atau membutuhkan perhatian. Proses penerjemahan ini didukung oleh teknologi machine learning dan deep learning, dua pendekatan utama dalam pengembangan AI modern. Lewat metode ini, komputer dapat mempelajari pola data kompleks dan menghasilkan respons yang lebih akurat. Jika pengembangannya sukses, teknologi ini bisa menjadi jembatan komunikasi baru antara manusia dan hewan peliharaan.
2. Teknologi serupa juga dikembangkan di berbagai negara

Baidu bukan satu-satunya perusahaan yang tertarik mengembangkan teknologi penerjemah suara hewan. Proyek serupa juga tengah dikembangkan di berbagai negara. Mengutip Daily Mail, salah satu proyek yang cukup dikenal adalah Earth Species Project, sebuah inisiatif yang didukung oleh pendiri LinkedIn, Reid Hoffman. Proyek ini bertujuan mengembangkan AI untuk menerjemahkan komunikasi antarspesies.
Ada pula CETI (Cetacean Translation Initiative), proyek yang dimulai sejak 2020 dan fokus pada pemahaman bahasa paus melalui analisis data serta teknologi kecerdasan buatan. Di Denmark, para peneliti bahkan menggunakan AI untuk menerjemahkan dengusan babi guna mengetahui kondisi emosional mereka, apakah sedang senang, stres, atau merasa tidak nyaman. Berbagai proyek ini menunjukkan bahwa langkah Baidu merupakan bagian dari tren global. Upaya menerjemahkan bahasa hewan melalui teknologi menjadi tantangan menarik sekaligus ambisius bagi para ilmuwan di seluruh dunia.
3. Ramai diperbincangkan di Weibo

Pengajuan paten teknologi ini menjadi sorotan di media sosial Tiongkok, khususnya platform Weibo, media sosial sejenis X. Banyak pengguna menyambut positif inovasi ini sebagai langkah awal menuju komunikasi lintas spesies. Namun, tak sedikit pula yang skeptis terhadap efektivitasnya.
“Sangat menarik, tapi apakah benar-benar akan berfungsi di dunia nyata?” tulis salah satu pengguna, dikutip South China Morning Post, Kamis (20/07/2025). Keraguan ini wajar mengingat beberapa aplikasi serupa sebelumnya sempat hadir, namun, dinilai kurang akurat dan lebih bersifat gimik. Beberapa pengguna bahkan menyuarakan kekhawatiran bahwa teknologi Baidu ini hanya akan menjadi tren sesaat tanpa hasil nyata.
4. Ambisi besar Baidu dalam dunia AI

Sebagai salah satu raksasa teknologi China, Baidu memang dikenal ambisius dalam pengembangan kecerdasan buatan. Sejak kehadiran ChatGPT dari OpenAI pada 2022, Baidu terus berinovasi dan meluncurkan berbagai produk unggulan seperti chatbot Ernie 4.5 Turbo, model AI terbaru mereka yang diklaim mampu bersaing secara global.
Meski belum sepenuhnya menyaingi ChatGPT atau DeepSeek, langkah Baidu untuk menjangkau dunia hewan menunjukkan visi yang jauh melampaui percakapan antarmanusia. Menariknya, logo Baidu yang menyerupai jejak kaki anjing kini seolah menjadi simbol baru dari ambisi mereka, menciptakan komunikasi antara manusia dan hewan melalui teknologi AI.
Hingga kini, Baidu belum mengungkap seperti apa bentuk akhir dari teknologi ini, apakah akan hadir dalam format aplikasi atau perangkat khusus. Meski begitu, perkembangannya layak untuk dinantikan!