Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi aksi pencurian
ilustrasi aksi pencurian (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Program pendaftaran ulang IMEI bertujuan memutus rantai peredaran HP ilegal

  • Kemkomdigi menegaskan bahwa daftar ulang IMEI bersifat sukarela, bukan kewajiban

  • Edukasi masyarakat menjadi prioritas agar kebijakan ini tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bayangkan suatu hari seseorang kehilangan HP-nya karena dijambret di jalan. Namun, pelaku tidak bisa menjual hasil curiannya karena perangkat tersebut langsung diblokir oleh sistem. Barangkali, inilah skenario ideal yang diharapkan dari wacana pendaftaran ulang dan pemblokiran IMEI yang kini tengah dikaji oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi). Melalui sistem ini, IMEI (International Mobile Equipment Identity) berfungsi sebagai identitas resmi perangkat yang tercatat dalam basis data pemerintah. Jika HP hilang atau dicuri, pemilik dapat melaporkannya agar perangkat segera diblokir sehingga tak lagi memiliki nilai jual di black market (peredaran HP ilegal).

Meski terdengar menjanjikan, wacana tersebut memicu perdebatan publik karena dianggap mirip dengan mekanisme balik nama kendaraan. Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Wayan Toni, menegaskan bahwa layanan ini bersifat sukarela. “Kami perlu meluruskan, tidak benar jika seolah-olah Kemkomdigi akan mewajibkan tiap HP memiliki tanda kepemilikan seperti BPKB motor. Ini sifatnya sukarela, bagi yang ingin mendapatkan perlindungan lebih jika HP hilang atau dicuri." ujar Wayan, dikutip situs Komdigi, Selasa (7/10/2025). Lantas, benarkah pendaftaran ulang IMEI bisa bikin pencuri HP gigit jari? Simak penjelasannya berikut!

1. Tujuan pendaftaran ulang IMEI adalah memutus rantai peredaran HP black market

Nomor IMEI pada kotak kemasan saat pembelian HP TECNO (tecno-mobile.com)

Salah satu tujuan utama dari program pendaftaran ulang IMEI adalah memutus rantai peredaran HP ilegal atau black market. Ketika nomor IMEI diblokir, HP hasil tindak pidana tidak lagi dapat terhubung ke jaringan operator seluler sehingga kehilangan fungsinya di pasar resmi. Secara teoritis, langkah ini dapat menurunkan motivasi pelaku untuk mencuri karena perangkat yang dicuri tak lagi memiliki nilai jual. Menurut penjelasan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi), kebijakan ini juga diharapkan mampu meningkatkan rasa aman bagi konsumen yang membeli perangkat resmi, menjamin keaslian garansi, sekaligus membantu aparat dalam menekan angka kejahatan pencurian HP.

Namun, kebijakan ini tidak serta-merta membuat para pencuri benar-benar gigit jari. Masih ada kemungkinan mereka mencari celah lain, seperti menjual perangkat sebagai suku cadang atau memodifikasi sistem agar tetap bisa digunakan di luar jaringan resmi. Oleh karena itu, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada integrasi antara operator seluler, kerja sama aparat penegak hukum, serta partisipasi aktif masyarakat. Tanpa pengawasan yang konsisten, upaya menutup celah pasar gelap HP curian bisa berhenti di tengah jalan. Untuk benar-benar membuat pencuri kehilangan keuntungan, sistem pemblokiran perlu diiringi dengan mekanisme pelaporan publik yang mudah diakses dan infrastruktur yang terintegrasi secara nasional.

2. Klarifikasi Kemkomdigi atas wacana layanan blokir dan daftar ulang IMEI bukan balik nama

ilustrasi memegang HP (unsplash.com/Gilles Lambert)

Di tengah ramainya perbincangan publik, muncul kekhawatiran bahwa pemerintah akan memberlakukan kewajiban daftar ulang IMEI setiap kali perangkat berpindah tangan. Kekhawatiran tersebut berawal dari pernyataan Adis Alfiawan, Direktur Penataan Spektrum Frekuensi Radio, Orbit Satelit, dan Standardisasi Infrastruktur Digital Komdigi, yang sempat menganalogikan proses jual beli HP bekas seperti balik nama kendaraan. Pernyataan ini kemudian menimbulkan anggapan di kalangan masyarakat bahwa akan ada prosedur administratif wajib setiap kali terjadi transaksi perangkat.

Menanggapi isu tersebut, Dirjen Infrastruktur Digital Kemkomdigi, Wayan Toni, kembali menegaskan bahwa sistem IMEI tidak bersifat memaksa. “Wacana ini adalah tindaklanjut dari aspirasi masyarakat yang identitasnya kerap kali disalahgunakan saat HP hilang atau dicuri,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip situs Komdigi, Selasa (7/10/2025). Lebih lanjut, Pemerintah hanya menyiapkan opsi tambahan bagi masyarakat yang menginginkan perlindungan lebih. Artinya, daftar ulang IMEI bukanlah kewajiban setiap kali menjual atau membeli HP bekas, melainkan fasilitas opsional untuk memastikan keamanan digital perangkat.

3. Edukasi masyarakat harus jadi prioritas agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat

ilustrasi membeli HP (freepik.com/ASphotofamily)

Meski tampak sederhana, penerapan kebijakan IMEI sejatinya tidak lepas dari berbagai tantangan. Sistem pemblokiran perangkat memerlukan koordinasi teknis lintas lembaga seperti Polri, operator seluler, hingga asosiasi yang menaungi transaksi jual-beli perangkat. Di sisi lain, infrastruktur digital yang menopang sistem blokir dan aktivasi ulang harus berfungsi agar tidak ada celah ketika perangkat berpindah jaringan atau dijual ke wilayah lain. Tanpa integrasi yang kuat, potensi penyalahgunaan tetap terbuka lebar. Misalnya, pelaku menghindari pemblokiran dengan berpindah ke operator lain.

Selain kesiapan teknis, partisipasi masyarakat juga memegang peran penting. Pengguna perlu memahami pentingnya melaporkan HP yang hilang dan bersikap kooperatif dalam proses pendaftaran ulang bila dibutuhkan. Jika tingkat partisipasi rendah, efek jera bagi pencuri tidak akan maksimal. Bahkan, ada risiko munculnya praktik calo atau pungutan liar bila prosedur administratif tidak diatur dengan jelas.

Masalah lain yang harus diantisipasi adalah rendahnya pemahaman publik mengenai fungsi IMEI itu sendiri. Banyak pengguna yang belum mengetahui bahwa IMEI bisa menjadi alat perlindungan perangkat pribadi. Karena itu, edukasi publik menjadi prioritas agar kebijakan ini tidak disalahartikan sebagai aturan birokratis baru. Pemerintah perlu memastikan sosialisasi berjalan efektif seperti menjelaskan bahwa layanan ini bersifat mandiri, mudah diakses, dan opsional. Dengan demikian, manfaatnya dapat benar-benar dirasakan tanpa menimbulkan kebingungan atau kekhawatiran di masyarakat.

Jika dijalankan dengan tepat, kebijakan daftar ulang dan pemblokiran IMEI dapat menjadi langkah maju dalam memperkuat keamanan digital Indonesia. Sistem ini memungkinkan HP curian kehilangan nilai jual, mempersempit ruang gerak pelaku kejahatan, dan memberikan rasa aman bagi pengguna perangkat resmi karena data serta garansi tetap terjamin. Tujuan akhirnya bukan menambah beban administratif, melainkan menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat.

Namun, keberhasilan kebijakan ini tetap bergantung pada kejelasan komunikasi dan kesiapan sistem di lapangan. Jika publik salah memahami wacana ini sebagai balik nama HP, resistensi sosial bisa muncul. Karena itu, Kemkomdigi menegaskan kembali bahwa pendekatan yang ditempuh bersifat sukarela dan terbuka terhadap masukan masyarakat. Alih-alih membebani pengguna, kebijakan ini justru diharapkan membuat pencuri benar-benar gigit jari karena HP hasil curian tak lagi bernilai cuan. Bagaimana menurutmu? Apakah sistem ini layak diterapkan atau justru berpotensi menambah beban bagi masyarakat?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team