Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Hal yang Tak Boleh Kamu Percayakan pada ChatGPT menurut Psikologi

ilustrasi ChatGPT
ilustrasi ChatGPT (freepik.com/frimufilms)
Intinya sih...
  • AI tidak memahami emosi kompleks manusia
  • Keputusan hidup penting lebih baik diambil oleh manusia
  • ChatGPT tidak bisa menggantikan koneksi emosional dan saran personal dari manusia
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di era digital yang serba cepat, kamu mungkin semakin sering memanfaatkan ChatGPT untuk membantu berbagai kebutuhan sehari-hari. Dari menulis pesan, mencari ide, sampai merapikan informasi, semuanya terasa lebih praktis. Meski begitu, ada batasan penting yang perlu kamu pahami sebelum memercayakan terlalu banyak hal kepada AI ini.

Berbagai kajian psikologi dan teknologi menunjukkan bahwa kemampuan AI tetap berbeda jauh dari kapasitas manusia. Kamu perlu tahu kapan ChatGPT bisa membantu dan kapan kamu harus mengandalkan manusia. Berikut ini beberapa hal yang tak boleh kamu percayakan pada ChatGPT menurut psikologi.

1. Memahami emosi kompleks

ilustrasi empati
ilustrasi empati (pexels.com/Marcus Aurelius)

Kamu mungkin merasa ChatGPT bisa membaca suasana hati berdasarkan tulisanmu, tapi penelitian menunjukkan bahwa AI tidak benar-benar memahami emosi manusia. Menurut penelitian dalam jurnal yang dipublikasikan melalui ResearchGate, sistem AI hanya mampu menyimulasikan respons emosional berdasarkan pola bahasa tanpa memiliki kesadaran atau pengalaman emosional. Artinya, emosi yang ditampilkan AI bukan hasil perasaan, melainkan hasil pemrosesan data.

Nuansa emosi seperti konflik batin, luka emosional, atau pengalaman personal yang mendalam sering kali tidak dapat ditangkap sepenuhnya. AI gak bisa merasakan empati atau memahami konteks emosional secara subjektif. Dukungan emosional yang kamu butuhkan tetap lebih aman kamu dapatkan dari manusia yang benar-benar bisa memahami dan merasakan situasimu.

2. Membuat keputusan hidup yang penting

ilustrasi curhat ke teman
ilustrasi curhat ke teman (pexels.com/Edmond Dantès)

Ketika berada di persimpangan besar dalam hidup, kamu mungkin tergoda untuk bertanya pada ChatGPT demi mendapatkan jawaban cepat. AI memang mampu menyusun saran umum berdasarkan berbagai kemungkinan, tapi tidak selalu bisa menggantikan penilaian manusia. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Medical Internet Research, dalam konteks keputusan medis dengan konsekuensi serius, pasien justru cenderung lebih memercayai keputusan dokter dibandingkan sistem AI. Temuan ini menunjukkan bahwa saat keputusan menyangkut dampak besar pada kehidupan seseorang, penilaian manusia masih dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan rekomendasi AI.

Studi lain juga menunjukkan bahwa manusia bisa terlalu memercayai saran yang diberikan AI tanpa sepenuhnya memahami konteks di baliknya. Menurut penelitian yang dipublikasikan di arXiv, kecenderungan ini sangat dipengaruhi oleh gaya pengambilan keputusan individu, terutama pada orang yang terbiasa menyerahkan keputusan pada pihak lain. Temuan tersebut memperlihatkan bahwa AI memang dapat memengaruhi cara seseorang membuat pilihan, tapi tetap tidak mampu memahami latar belakang emosional, sosial, maupun nilai hidup yang membentuk keputusan tersebut secara menyeluruh.

Keputusan penting seperti karier, hubungan, atau arah masa depan hidup tetap membutuhkan pertimbangan manusiawi yang kompleks. Laporan yang dirilis melalui EurekAlert! mengutip pandangan para profesional dan psikolog yang menekankan bahwa proses pengambilan keputusan besar melibatkan emosi, pengalaman hidup, serta nilai personal yang saling berkaitan. Faktor-faktor ini hanya bisa dipahami secara utuh melalui interaksi langsung dengan manusia yang berpengalaman atau mengenal individu tersebut, bukan semata-mata dari respons teks yang dihasilkan AI.

3. Menggantikan koneksi dengan manusia

ilustrasi hangout dengan teman
ilustrasi hangout dengan teman (pexels.com/Kindel Media)

Manusia membutuhkan hubungan sosial untuk menjaga kesehatan mental dan emosional. Obrolan langsung, tawa bersama, atau kehadiran seseorang saat kamu terpuruk memberikan dampak yang nyata. ChatGPT tidak memiliki kesadaran, pengalaman hidup, maupun perasaan untuk membangun hubungan seperti itu.

Interaksi dengan AI hanya terjadi di level teks dan respons otomatis. Kedekatan emosional gak bisa tumbuh dari sana karena gak ada pengalaman bersama. Hubungan manusia tetap tidak tergantikan meski teknologi terus berkembang.

4. Memberikan saran yang benar-benar personal

Ilustrasi pasangan sedang diskusi
Ilustrasi pasangan sedang diskusi (pexels.com/Budgeron Bach)

ChatGPT tidak mengenal siapa kamu sebenarnya. Menurut penelitian dalam jurnal Arteii, sistem AI bekerja berdasarkan kumpulan data dan pola bahasa umum, bukan pemahaman terhadap individu secara personal. Hal ini membuat saran yang diberikan cenderung bersifat generik dan gak mempertimbangkan karakter unik setiap orang.

Faktor seperti pengalaman hidup, nilai pribadi, serta latar belakang emosional gak bisa dianalisis secara mendalam oleh AI. Saat kamu membutuhkan saran yang benar-benar sesuai dengan kondisimu, manusia yang mengenalmu tetap menjadi sumber terbaik. ChatGPT bisa membantu sebagai gambaran awal, tapi tidak sebagai penentu utama.

5. Membedakan fakta dari fiksi

ilustrasi AI
ilustrasi AI (pexels.com/Matheus Bertelli)

ChatGPT sering kali terlihat meyakinkan saat menyampaikan informasi. Namun laporan ilmiah yang dibahas oleh Live Science menunjukkan bahwa model AI dapat menghasilkan informasi yang terdengar benar meski faktanya keliru atau disederhanakan secara berlebihan. AI tidak memahami kebenaran, melainkan hanya menyusun teks berdasarkan pola yang paling masuk akal.

Itulah sebabnya kamu tetap perlu memverifikasi informasi dari sumber tepercaya. Mengandalkan AI untuk membedakan fakta dan fiksi bisa berisiko, terutama untuk topik penting. Kemampuan berpikir kritis manusia masih menjadi kunci utama dalam menilai kebenaran informasi.

6. Memberikan kenyamanan emosional

ilustrasi memeluk teman
ilustrasi memeluk teman (pexels.com/Monstera Production)

Saat kamu sedang sedih atau tertekan, ChatGPT memang bisa memberikan respons yang terdengar menenangkan. Namun penelitian yang dipublikasikan di Journal of Medical Internet Research menunjukkan bahwa meskipun pengguna sering mencari dukungan emosional dari chatbot, respons tersebut pada dasarnya belum dirancang untuk memberikan empati sejati atau dukungan psikologis yang mendalam karena chatbot hanya memproses pola bahasa, bukan memahami pengalaman emosional pengguna secara utuh.

American Psychological Association (APA) juga menegaskan bahwa chatbot generatif dan aplikasi kesejahteraan berbasis AI belum memiliki landasan ilmiah yang cukup untuk menggantikan hubungan emosional manusia dalam kesehatan mental. Empati, keterhubungan, dan respons emosional timbal balik tetap menjadi elemen yang hanya dapat muncul dalam interaksi antarmanusia. Karena itu, meskipun respons AI bisa terasa menenangkan sesaat, kehadiran manusia tetap memberi dampak emosional yang jauh lebih kuat dan autentik, terutama di masa sulit.

7. Menjadi pengganti bantuan profesional

ilustrasi konsultan
ilustrasi konsultan (freepik.com/pressfoto)

ChatGPT sering dimanfaatkan untuk mencari informasi awal tentang berbagai masalah. Namun AI tidak memiliki pelatihan, pengalaman, atau tanggung jawab profesional seperti tenaga ahli. Masalah serius seperti kesehatan mental, hukum, atau medis membutuhkan penanganan langsung dari orang yang kompeten di bidangnya.

AI hanya mampu memberikan gambaran umum tanpa memahami risiko atau dampak jangka panjang. Mengandalkannya sebagai pengganti profesional justru bisa menimbulkan masalah baru. Saat kamu membutuhkan bantuan serius, mencari ahli tetap menjadi pilihan paling aman.

ChatGPT memang menawarkan kemudahan dalam banyak aspek kehidupan. Meski begitu, ada beberapa hal yang tak boleh kamu percayakan pada ChatGPT menurut psikologi. Beberapa hal tetap membutuhkan sentuhan manusia, terutama yang berkaitan dengan emosi, kebenaran, dan keputusan penting. Dengan memahami batas ini, kamu bisa memanfaatkan teknologi secara optimal tanpa kehilangan nilai-nilai kemanusiaan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Tech

See More

Rumor Ukuran Layar Galaxy S26 Plus Bakal Setara Varian Ultra

30 Des 2025, 16:16 WIBTech