Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Posisi Terancam, OpenAI Umumkan 'Code Red' untuk Saingi Google

CEO OpenAI, Sam Altman
CEO OpenAI, Sam Altman (youtube.com/OpenAI)
Intinya sih...
  • OpenAI mengaktifkan 'Code Red' sebagai respons terhadap persaingan AI global
  • Google unggul dengan popularitas Gemini 3 dan infrastruktur AI yang kuat
  • Tekanan finansial dan ambisi besar membayangi OpenAI di tengah persaingan ketat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tiga tahun setelah peluncuran ChatGPT yang sempat membuat Google panik hingga mengeluarkan peringatan internal “Code Red”, kini keadaan berbalik secara dramatis. Kali ini, justru OpenAI yang mengaktifkan status darurat serupa, menandai situasi genting di tengah persaingan kecerdasan buatan (AI) global. Jika dulu Google harus bergerak cepat mengejar ketertinggalan, kini OpenAI yang dipaksa mempercepat langkahnya untuk mempertahankan posisi di puncak pasar AI.

Tekanan ini semakin jelas setelah Sam Altman, CEO OpenAI, dilaporkan memberi perintah darurat tersebut pada Senin (1/12/2025). Ia mendesak seluruh tim untuk meningkatkan kualitas ChatGPT, produk utama yang selama ini menjadi tulang punggung perusahaan. Langkah itu mengisyaratkan pesan kuat bahwa dominasi OpenAI mulai terancam, terutama dengan semakin agresifnya pesaing seperti Google lewat Gemini, serta Anthropic dengan model Opus.

1. Meningkatnya popularitas Gemini 3 milik Google

ilustrasi aplikasi Gemini AI di smartphone
ilustrasi aplikasi Gemini AI di smartphone (unsplash.com/Solen Feyissa)

Lonjakan popularitas Gemini 3, model terbaru milik Google, disebut menjadi pemicu utama perubahan strategi mendadak OpenAI. Peningkatan kinerja dan adopsi Gemini membuat OpenAI menilai posisinya semakin terancam, hingga memutuskan menghentikan rencana monetisasi melalui iklan dan fitur bisnis berbayar. Fokus perusahaan kini dialihkan sepenuhnya untuk memperkuat performa inti ChatGPT, sebuah langkah yang menunjukkan bahwa OpenAI berada pada fase kritis dalam mempertahankan keunggulannya.

Keputusan darurat tersebut disampaikan melalui memo internal yang dilaporkan oleh The Wall Street Journal dan The Information. Sam Altman menginstruksikan seluruh divisi untuk menunda peluncuran produk seperti iklan, asisten belanja berbasis AI, layanan kesehatan, hingga asisten pribadi bernama Pulse. Seluruh sumber daya diarahkan untuk meningkatkan kecepatan, akurasi, dan pengalaman pengguna ChatGPT. “Kita berada pada masa kritis bagi ChatGPT,” tulis Altman dalam memo tersebut, mempertegas urgensi perubahan strategi ini.

2. Google unggul karena infrastruktur, bukan hanya model AI

ilustrasi logo Google
ilustrasi logo Google (unsplash.com/BoliviaInteligente)

Keberhasilan Google dalam persaingan AI bukan hanya bergantung pada kecanggihan model Gemini 3. Perusahaan ini memiliki keunggulan yang sulit ditandingi OpenAI dalam waktu dekat, yaitu kendali penuh atas infrastruktur AI mulai dari pengembangan hingga penyebaran ke pengguna. Google membangun model melalui DeepMind, melatihnya dengan chip TPU buatan sendiri, meng-hosting-nya lewat Google Cloud, lalu mendistribusikannya ke miliaran perangkat melalui Search, Gmail, Maps, hingga Android. Integrasi menyeluruh ini dikenal sebagai full stack advantage.

Sebaliknya, OpenAI harus bergantung pada chip NVIDIA yang mahal dan infrastruktur cloud milik Microsoft. Ketergantungan tersebut membuat biaya produksi OpenAI jauh lebih tinggi dibanding Google. Beban biaya inilah yang memaksa OpenAI lebih cepat memonetisasi layanannya, sementara Google justru dapat agresif memberikan akses model AI canggih secara gratis untuk memperbesar pangsa pasar.

Keunggulan Google juga terlihat dari respons pasar. Jumlah pengguna aktif bulanan Gemini dilaporkan meningkat dari 450 juta menjadi 650 juta hanya dalam tiga bulan terakhir. Studi Similarweb mencatat pengguna kini menghabiskan lebih banyak waktu di Gemini dibanding ChatGPT, meski OpenAI mengklaim memiliki 800 juta pengguna mingguan. Secara performa, Gemini 3 dilaporkan telah melampaui GPT-5, sementara penantang lain seperti Anthropic dengan Opus 4.5 turut menekan OpenAI. Tekanan ini datang dari dua arah sekaligus, raksasa dengan infrastruktur kuat seperti Google dan startup AI yang tumbuh semakin cepat.

3. Tekanan finansial membayangi OpenAI di tengah ambisi besar

ilustrasi ChatGPT buatan OpenAI
ilustrasi ChatGPT buatan OpenAI (unsplash.com/Levart_Photographer)

Tantangan OpenAI tidak hanya terkait teknologi, tetapi juga kemampuan finansial untuk menopang ambisi besar perusahaan. Menurut The Wall Street Journal, OpenAI perlu mencapai pendapatan sekitar 200 miliar dolar AS per tahun pada 2030 agar berpeluang meraih profitabilitas. Target tersebut menuntut pertumbuhan lebih dari 100 kali lipat dalam enam tahun, di tengah biaya komputasi yang terus meningkat seiring berkembangnya model AI.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan Google yang memiliki cadangan dana hampir 100 miliar dolar AS dan dapat menawarkan layanan AI dengan harga rendah atau bahkan gratis. OpenAI tidak memiliki fleksibilitas tersebut. Perusahaan harus memonetisasi secara agresif untuk bisa bertahan, tetapi kini justru dipaksa menunda rencana iklan dan fitur bisnis demi meningkatkan kualitas ChatGPT terlebih dahulu.

OpenAI kini berada pada pilihan sulit, mengejar pendapatan untuk menjaga bisnis tetap berjalan, atau menunda monetisasi demi mempertahankan kualitas serta daya saing produk. Sam Altman mencoba menenangkan tim dengan janji bahwa model penalaran baru yang akan dirilis minggu depan mampu menyalip Gemini 3. Namun keputusan mengaktifkan “Code Red” menjadi sinyal bahwa persaingan yang dihadapi OpenAI bukan lagi sekadar adu teknologi, melainkan juga pertarungan ketahanan finansial.

Keputusan darurat OpenAI mengaktifkan “Code Red” menegaskan bahwa persaingan AI masih belum selesai. Lalu, apakah strategi menunda monetisasi demi mengejar kualitas akan membawa ChatGPT kembali ke puncak? Atau justru membuat inovasi yang mereka mulai kini dikuasai Google?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Kidung Swara Mardika
EditorKidung Swara Mardika
Follow Us

Latest in Tech

See More

Apakah Antoine Semenyo Masih Layak Masuk Skuad FPL 2025/2026?

05 Des 2025, 07:22 WIBTech