Strategi Mengatasi Glass Ceiling bagi Perempuan di Industri Teknologi

Perempuan juga berhak berkarya di industri teknologi

Banyak orang beranggapan bahwa ranah teknologi atau IT didominasi oleh laki-laki. Namun sepertinya hal tersebut tidak adil bagi perempuan yang seharusnya punya kesempatan serupa untuk berkiprah di bidang teknologi. Dilansir Deloitte, pangsa perempuan dalam angkatan kerja di bidang teknologi diproyeksikan meningkat sebesar 6,9 persen dari tahun 2019 hingga 2022 dengan pertumbuhan yang signifikan mencapai 11,7 pada sektor teknis. Sementara, keterlibatan perempuan dalam peran kepemimpinan memiliki peningkatan hampir 20 persen. Hal ini ditunjukkan bahwa 25 persen kursi dari posisi C-Suite diisi oleh perempuan khususnya di negara bagian California dan Washington, Amerika Serikat.

Berkaca dari data tersebut, perempuan yang diberi kesempatan di bidang teknologi rupanya mampu melesat lebih jauh. Namun, masih saja ada glass ceiling atau penghalang karier yang dirasakan oleh perempuan sebelum memutuskan untuk terjun ke bidang ini. Muncul anggapan bahwa perempuan tidak tertarik atau tidak memiliki minat dalam bidang teknologi.

Stereotipe tersebut tentu menghalangi perempuan untuk mengejar karier di industri tersebut. Anggapan ini harus segera diruntuhkan mengingat baik laki-laki maupun perempuan semestinya punya peran yang setara dalam bidang pekerjaan apapun termasuk IT. Agar glass ceiling ini tidak menjadi penghalang bagi perempuan untuk melangkah maju dan bersinar di dunia teknologi, kamu perlu mengetahui strategi mengatasi glass ceiling bagi perempuan di industri teknologi. Simak, yuk!

1. Buka mata bahwa programmer pertama adalah seorang perempuan

Strategi Mengatasi Glass Ceiling bagi Perempuan di Industri Teknologiilustrasi lukisan Ada Lovelace, seorang programmer pertama dari kaum perempuan (commons.wikimedia.org/Alfred Edward Chalon)

Siapa bilang perempuan tidak bisa berkiprah di bidang teknologi? Tentu bisa. Siapa yang mengira bila programmer pertama justru datang dari kaum perempuan lewat Ada Lovelace. Pandangan yang menyatakan bahwa teknologi hanya menjadi domain eksklusif kaum laki-laki semakin terbantahkan oleh catatan sejarah yang menunjukkan kontribusi berharga perempuan dalam evolusi dunia komputasi.

Ada Lovelace, seorang matematikawan dan penulis Inggris pada abad ke-19, diakui sebagai "programmer pertama." Pada tahun 1843, Lovelace mengembangkan catatan terjemahan karyanya tentang Analytical Engine yang diterbitkan di Taylor's Scientific Memoirs tahun 1843. Dalam catatan tersebut, ia membantu Charles Babbage (penemu komputer pertama) menambahkan algoritma yang dirancang untuk mesin tersebut, menjadikannya programmer perempuan pertama dalam sejarah.

Pencapaian Ada Lovelace hanyalah contoh dari banyak kontribusi perempuan dalam bidang teknologi. Meskipun sepanjang sejarah, ia mungkin tidak terlihat atau diakui, kenyataan ini yang membuktikan bahwa perempuan telah memainkan peran penting dalam membentuk fondasi teknologi yang kita nikmati saat ini. Oleh karena itu, ini adalah momen yang tepat untuk menggugah kesadaran tentang potensi besar yang dimiliki perempuan dalam menciptakan, mengembangkan, dan membawa inovasi di dunia teknologi.

Baca Juga: 5 Aplikasi yang Sering Disalahgunakan untuk Hal Negatif

2. Perempuan adalah kunci untuk meruntuhkan kesenjangan bakat di dunia teknologi

Strategi Mengatasi Glass Ceiling bagi Perempuan di Industri Teknologiilustrasi perempuan yang bekerja secara remote sebagai programmer (unsplash.com/ThisisEngineering RAEng)

Dilansir HRNews, sekitar 67 persen pekerja teknologi di Inggris percaya bahwa perempuan adalah kunci untuk mengatasi kesenjangan bakat teknologi. Keyakinan ini menggarisbawahi pentingnya keberagaman dalam tenaga kerja teknologi, karena perempuan membawa perspektif yang berbeda dan inovatif dalam menghadapi tantangan industri ini. Misalnya perempuan cenderung membawa pemahaman yang lebih mendalam terhadap kebutuhan dan preferensi pengguna secara umum. Dalam desain antarmuka pengguna (UI/UX), perempuan seringkali mempertimbangkan aspek keamanan, kenyamanan, dan inklusivitas agar produk atau aplikasi dapat digunakan dengan mudah oleh berbagai kelompok pengguna.

Kesadaran akan pentingnya peran perempuan dalam mengisi kesenjangan bakat teknologi bukan hanya tentang keadilan gender semata, tetapi juga strategi bisnis yang cerdas. Dengan merangkul keberagaman, perusahaan teknologi dapat memastikan bahwa mereka memiliki tim yang mencerminkan masyarakat secara lebih akurat, sehingga dapat menciptakan solusi yang lebih inovatif dan relevan. Oleh karena itu, mendorong partisipasi perempuan dalam industri teknologi bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga investasi untuk keberlanjutan dan kesuksesan jangka panjang dalam era digital ini.

3. Bangun kepercayaan diri dan buang impostor syndrome dalam bekerja

Strategi Mengatasi Glass Ceiling bagi Perempuan di Industri Teknologiilustrasi pekerja wanita di bidang teknologi (unsplash.com/ Christina @ wocintechchat.com)

Perempuan tidak perlu takut dan canggung untuk berkiprah di bidang teknologi. Hal ini bisa dimulai dengan membangun rasa kepercayaan diri dan membuang impostor syndrome ketika bekerja maupun sedang dalam tahap meraih karier. Rasa kepercayaan diri adalah kunci utama untuk mengatasi berbagai tantangan di dunia teknologi. Maka dari itu, penting bagi perempuan untuk menyadari dan mengakui nilai yang ada dalam dirinya serta kontribusi yang mereka bawa ke meja kerja. 

Dunia teknologi semakin berkembang pesat, semestinya bukan soal gender dan status seseorang yang menjadi tolok ukurnya. Baik laki-laki maupun perempuan, siapapun bisa saja menggeluti dunia ini. Profesi di bidang IT sebagian besar mengandalkan skill dan kualitas setiap sumber daya manusianya tanpa memperhatikan status maupun jenis kelamin yang ada pada dirinya. Oleh karena itu, perempuan perlu memahami bahwa mereka memiliki kualitas, keahlian, dan pengetahuan yang berharga untuk berkontribusi secara signifikan di dunia teknologi. Bukan sekadar meraih karier, tetapi juga untuk menciptakan dampak positif dan menjadi pemimpin di bidangnya.

4. Bernegosiasi untuk mengusahakan kesetaraan upah dan kesempatan kerja

Strategi Mengatasi Glass Ceiling bagi Perempuan di Industri Teknologiilustrasi pimpinan dan karyawan perempuan sedang bernegosiasi (unsplash.com/Amy Hirschi)

Untuk mencapai kesetaraan gender, bernegosiasi guna mendapatkan upah dan peluang kerja yang setara juga merupakan strategi yang sangat penting. Perempuan perlu aktif dalam menuntut hak-haknya dan memastikan bahwa mereka diberikan perlakuan setara di industri teknologi. Semakin banyak perempuan yang berpartisipasi dan terlibat dalam memanfaatkan setiap peluang, semakin besar pula peluang untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif.

Negosiasi yang cerdas dan pemberdayaan diri perempuan dalam mengatasi kesenjangan dapat membantu mengubah paradigma di industri teknologi. Perempuan perlu berani untuk meminta upah yang sesuai dengan kontribusinya, menekankan pentingnya posisi yang setara, dan mengejar kesempatan dalam memperoleh pengembangan karier yang adil. Dengan mengambil peran aktif dan terlibat dalam proses ini, perempuan dapat berkontribusi secara nyata untuk meruntuhkan norma-norma yang ada dan menciptakan perubahan positif di dunia teknologi.

Kesempatan yang semakin terbuka lebar, peningkatan representasi perempuan dalam bidang teknologi, dan penerapan strategi mengatasi glass ceiling bagi perempuan di industri teknologi dapat memberikan dorongan positif bagi perempuan yang ingin mengejar karir di dunia IT. Dengan mengatasi glass ceiling dan menciptakan lingkungan kerja yang ramah gender, industri teknologi dapat memastikan bahwa bakat serta kontribusi perempuan dapat diapresiasi maupun dihargai. Inilah saatnya perempuan mulai menunjukkan dedikasinya untuk terjun langsung di ranah teknologi. 

Baca Juga: Tantangan Perempuan dan Upaya Mendobrak Fenomena Glass Ceiling

Reyvan Maulid Photo Verified Writer Reyvan Maulid

Penyuka Baso Aci dan Maklor

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya