Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi seorang hacker yang sedang melancarkan aksinya dengan menelepon nomor (freepik.com/freepik)

Intinya sih...

  • Migrasi ke eSIM untuk perlindungan data dan keamanan digital
  • eSIM memberikan perlindungan ganda terhadap penyalahgunaan data dan kejahatan digital
  • eSIM mengurangi risiko penyadapan fisik, namun tetap rentan terhadap serangan siber

Migrasi dari kartu SIM fisik ke eSIM menjadi salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk meminimalisir dampak terhadap perlindungan data pribadi dan menciptakan ruang digital yang lebih aman dan kondusif. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa transformasi menuju teknologi eSIM adalah bagian integral dari revolusi digital global yang semakin mendesak kebutuhan akan keamanan dan efisiensi yang lebih tinggi. Pernyataan ini disampaikan dalam Sosialisasi Peraturan Menteri tentang eSIM dan Pemutakhiran Data di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, pada Jumat (11/4/2025), seperti yang dilansir dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi).

Melalui integrasi sistem digital dan pendaftaran biometrik, eSIM menawarkan perlindungan ganda terhadap penyalahgunaan data serta kejahatan digital yang semakin marak seperti spam, phishing, dan judi online. Tak hanya itu, Meutya juga menyoroti masalah terkait jumlah nomor seluler yang digunakan yang sering kali tidak sesuai ketentuan. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2021 mengatur bahwa setiap NIK (Nomor Induk Kependudukan) hanya boleh memiliki maksimal tiga nomor per operator seluler atau total sembilan nomor untuk tiga operator berbeda. Ironisnya, ada kasus di mana satu NIK digunakan untuk lebih dari 100 nomor, yang berisiko besar terhadap kejahatan digital dan dapat memengaruhi pemilik NIK yang sah.

Meskipun penggunaan eSIM pada smartphone flagship semakin populer, banyak pengguna mulai meragukan tingkat keamanannya. Apalagi, hari apes tidak ada dalam kalender. Lantas, apakah eSIM benar-benar lebih kebal terhadap risiko penyadapan dan duplikasi? Di satu sisi, penguatan enkripsi dan peningkatan keamanan kredensial data menjadi nilai tambah bagi penggunaan eSIM. Namun, di sisi lain, pengguna eSIM terus aktif ke jaringan operator dan tertanam dalam mesin smartphone yang membuatnya lebih mudah dilacak. Dari kedua sisi ini, seberapa aman eSIM dari risiko penyadapan dan duplikasi data? Berikut penjelasan selengkapnya!

1. Lebih sulit disadap secara fisik

ilustrasi slot kartu SIM yang berhasil dikeluarkan dari smartphone menggunakan SIM Card Ejector (unsplash.com/Brett Jordan)

Salah satu keuntungan utama eSIM adalah kemampuannya mengurangi risiko penyadapan fisik. Berbeda dari SIM tradisional yang bisa mudah dicuri atau diganti, eSIM tertanam langsung dalam perangkat dan tidak bisa dipindahkan dengan cara yang sama. Artinya, untuk mengakses informasi yang terkandung dalam eSIM, seseorang harus memiliki akses fisik terbatas pada perangkat itu sendiri. Tentunya, ini jauh lebih sulit dilakukan. Bahkan jika seseorang berhasil mencuri HP-mu mereka tidak akan mudah mengambil alih eSIM tanpa melalui proses verifikasi yang lebih kompleks.

Meskipun eSIM mengurangi risiko penyadapan fisik, bukan berarti eSIM sepenuhnya aman. Perlindungan terhadap penyadapan fisik memang lebih kuat, namun ancaman lain seperti serangan siber tetap ada. Serangan ini cenderung dilakukan melalui jaringan atau aplikasi yang terhubung, sehingga memungkinkan peretas mengakses data tanpa harus mengakses perangkat secara fisik. Oleh karena itu, meskipun eSIM memberikan perlindungan lebih kuat terhadap penyadapan fisik, kamu tetap perlu berhati-hati terhadap ancaman digital yang mengintai di masa depan.

Memang benar bahwa eSIM dapat diretas, namun risikonya relatif rendah berkat fitur keamanan canggih. Salah satu mitos umum yang berkembang adalah bahwa peretas tidak dapat mengakses eSIM. Seperti teknologi digital lainnya, eSIM tidak sepenuhnya aman dari ancaman siber. Faktanya, meretas eSIM jauh lebih sulit dibandingkan kartu SIM fisik karena enkripsi dan tingkat keamanan yang lebih tinggi pada eSIM.

eSIM menghilangkan risiko terkait penggantian atau pencurian kartu fisik. Meski demikian, kelemahan digital tetap ada. Penjahat siber mungkin menemukan celah dalam sistem penyedia jaringan tertentu dan meretas pengguna eSIM. Namun, untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan keterampilan peretasan tingkat tinggi serta akses ke jaringan telekomunikasi.

2. Meminimalisir risiko SIM Swap

ilustrasi mencopot kartu SIM (freepik.com/freepik)

Risiko SIM swap merupakan jenis penipuan yang umum terjadi pada SIM konvensional. Dalam skenario ini, pelaku mencoba memindahkan nomor telepon korban ke SIM baru yang mereka kendalikan melalui penipuan terhadap operator jaringan. Setelah nomor korban dipindahkan, pelaku bisa mengakses akun-akun penting seperti email, media sosial, dan data perbankan. Namun, kehadiran eSIM secara signifikan bisa mengurangi risiko ini. Proses pengalihan eSIM memerlukan verifikasi tambahan yang lebih ketat dibandingkan SIM fisik seperti penggunaan kode QR, persetujuan langsung dari pemilik perangkat, dan prosedur keamanan yang lebih kompleks dari operator seluler.

Meski demikian, tindakan SIM swap pada eSIM tetap memungkinkan terjadi. Serangan semacam ini biasanya melibatkan social engineering di mana hacker (peretas) menyamar sebagai pemilik akun dan mengeksploitasi kelalaian pihak operator. Namun, sistem pengamanan berlapis dan verifikasi yang lebih ketat menjadikan kemungkinan serangan berhasil pada eSIM jauh lebih kecil, jika dibandingkan SIM fisik yang lebih mudah dipindahkan tanpa prosedur rumit.

3. Apakah eSIM kebal terhadap kloning dan perusakan fisik?

ilustrasi QR code (freepik.com/freepik)

Salah satu pertanyaan yang sering muncul mengenai keamanan eSIM adalah apakah teknologi ini kebal terhadap kloning atau perusakan fisik. Secara umum, eSIM dirancang untuk memberikan perlindungan lebih kuat dibandingkan SIM fisik. Berbeda halnya SIM konvensional yang bisa mudah disalin menggunakan alat sederhana, eSIM terintegrasi langsung ke dalam perangkat dan memerlukan proses autentikasi yang lebih kompleks. Aktivasi eSIM melibatkan pemindaian QR code serta pengaturan yang dilindungi oleh sistem keamanan perangkat. Untuk melakukan kloning eSIM, seseorang harus mengakses perangkat dan melewati proses verifikasi rumit, yang sangat sulit dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Meskipun perlindungan yang ditawarkan lebih kuat, eSIM tidak sepenuhnya kebal terhadap perusakan fisik. Jika perangkat yang menyimpan eSIM rusak tanpa adanya cadangan atau sistem pemulihan, data eSIM bisa hilang. Meskipun kloning eSIM sangat sulit dalam skenario lebih canggih, seorang hacker yang memiliki keterampilan dan sumber daya cukup bisa mengeksploitasi celah dalam sistem enkripsi. Meski demikian, potensi kloning atau perusakan fisik pada eSIM jauh lebih rendah dibandingkan SIM fisik yang lebih rentan terhadap pencurian data.

Sebelumnya, menggandakan SIM fisik merupakan ancaman serius, karena peretas bisa menyalin kartu SIM dan mengakses panggilan atau pesan yang masuk. Namun, ancaman ini jauh berkurang berkat adanya eSIM. eSIM yang terpasang langsung dalam perangkat membuat pengguna tidak bisa menghapus atau menyalinnya seperti SIM fisik. Selain itu, eSIM menggabungkan aktivasi dan pengaturannya melalui protokol keamanan unik, termasuk perlindungan dan persetujuan jarak jauh. Hal ini membuat eSIM hampir mustahil disalin atau diubah secara fisik oleh peretas.

Meskipun risiko ini jauh lebih kecil, masih ada potensi serangan melalui metode digital. Jika seorang peretas berhasil mengakses sistem pengelolaan profil eSIM, mereka mungkin bisa mengubah pengaturan eSIM. Namun, untuk melakukan serangan semacam itu, peretas harus memiliki akses baik ke perangkat maupun penyedia jaringan. Oleh karena itu, serangan terhadap eSIM jauh lebih kompleks dibandingkan metode kloning SIM fisik yang lebih sederhana, sehingga membuat eSIM lebih aman dari risiko penyadapan dan duplikasi data.

4. Apakah eSIM mudah dilacak?

ilustrasi pengguna melakukan aktivasi eSIM (unsplash.com/NordWood Themes)

Salah satu keunggulan eSIM adalah kemampuannya mengurangi potensi pelacakan oleh pihak ketiga. Pada kartu SIM fisik, pelacakan lokasi perangkat oleh pihak berwenang atau peretas sering kali lebih mudah dilakukan karena informasi yang terkait langsung dengan kartu SIM tersebut. Sebaliknya, eSIM terintegrasi langsung pada perangkat dan tidak terikat pada nomor fisik yang bisa dipindahkan antar perangkat. Hal ini membuat pelacakan perangkat yang menggunakan eSIM lebih terbatas, meskipun perangkat tetap dapat dilacak melalui teknologi GPS atau jaringan.

Namun, eSIM tidak sepenuhnya kebal terhadap pelacakan. Setiap perangkat yang terhubung ke jaringan seluler, baik menggunakan SIM fisik maupun eSIM, tetap dapat dilacak melalui teknologi jaringan, seperti pelacakan sinyal yang diterima perangkat. Meski demikian, eSIM memberikan tingkat anonimitas lebih tinggi karena tidak ada nomor fisik yang bisa dilacak langsung sehingga mengurangi potensi pelacakan oleh pihak luar.

Pertanyaan lain yang sering muncul adalah apakah eSIM mempermudah pelacakan? Pada kenyataannya, eSIM tidak lebih rentan terhadap pelacakan dibandingkan kartu SIM fisik. Pelacakan perangkat umumnya dilakukan melalui IMEI (International Mobile Equipment Identity), suatu ID unik untuk setiap perangkat. Baik perangkat yang menggunakan SIM fisik maupun eSIM tetap dikenali di jaringan berdasarkan nomor pengguna, sehingga beralih ke eSIM tidak meningkatkan kemungkinan pelacakan.

Meskipun eSIM menawarkan perlindungan lebih terhadap pelacakan langsung, penting untuk tetap menjaga privasi perangkatmu. Beberapa langkah yang bisa kamu lakukan untuk meningkatkan privasi saat menggunakan eSIM antara lain menggunakan VPN untuk menyembunyikan lokasi atau rutin memperbarui perangkat untuk mendapatkan pembaruan keamanan terbaru.

5. Produsen smartphone dan operator jaringan terus memperketat sistem pengelolaan eSIM

ilustrasi aktivasi eSIM (unsplash.com/Opal Pierce)

Seiring meningkatnya adopsi eSIM di pasar smartphone, produsen perangkat dan operator jaringan semakin serius memperketat pengelolaan dan perlindungannya. Mereka tidak hanya mengintegrasikan enkripsi end-to-end untuk melindungi data pengguna, tetapi juga memastikan proses aktivasi eSIM melalui perangkat dan aplikasi operator tetap aman. Banyak produsen smartphone kini menyematkan lapisan perlindungan ekstra, seperti autentikasi biometrik, untuk memastikan hanya pemilik sah yang dapat mengubah konfigurasi eSIM atau memindahkannya ke perangkat lain. Langkah-langkah ini bertujuan mengurangi potensi serangan atau manipulasi data eSIM oleh pihak ketiga.

Operator jaringan juga berusaha memastikan hanya pelanggan terverifikasi yang dapat mengganti atau mengaktifkan eSIM pada perangkat mereka. Melalui lapisan verifikasi yang lebih ketat seperti kode OTP atau verifikasi identitas, operator berusaha meminimalkan peluang kesalahan atau penyalahgunaan dalam proses pengelolaan eSIM. Keamanan ini juga mencakup pemantauan terus-menerus terhadap aktivitas mencurigakan yang bisa mengindikasikan serangan atau upaya duplikasi. Kolaborasi antara produsen perangkat dan operator menjadikan eSIM teknologi yang semakin aman seiring waktu.

Meski dianggap sebagai langkah maju dibandingkan SIM fisik, tak bisa dimungkiri inovasi ini masih berada dalam bayang-bayang pertanyaan, "seberapa aman eSIM dari risiko penyadapan dan duplikasi data". Perlu diingat, setiap teknologi baru memang berpotensi membuka celah bagi ancaman yang tak terduga. Meskipun proses pengelolaan eSIM jauh lebih aman, tetap ada kemungkinan celah digital yang bisa dimanfaatkan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, kesadaran pengguna sangat penting untuk menjaga keamanan data dan menciptakan ruang siber yang lebih sehat. Seiring migrasi ke eSIM, apakah kebijakan pemerintah sudah cukup matang untuk mengatasi potensi risiko ini? Ataukah masih perlu penguatan dalam regulasi dan pendidikan keamanan siber bagi masyarakat?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team