Cek ketersediaan layanan: Kunjungi situs resmi starlink.com lalu masukkan alamat lengkap pelanggan. Starlink telah menjangkau hampir seluruh wilayah Indonesia, termasuk daerah terpencil sejak 2024
Pilih paket: Tersedia dua kategori layanan. Residential untuk penggunaan rumah, kecepatan hingga 200 Mbps, tarif Rp750.000 per bulan (standar) atau Rp1.100.000 (prioritas) dan Roam untuk penggunaan mobile atau perjalanan, harga mulai Rp1.100.000 per bulan.
Pesan perangkat Starlink Kit: Pembelian antena, router, dan kabel dilakukan melalui situs resmi seharga Rp8,3 juta. Perangkat bersifat self-install dimana pengguna cukup mengarahkannya ke langit terbuka agar dapat terhubung ke satelit.
Buat akun dan lakukan Pembayaran: Isi data diri dan metode pembayaran melalui aplikasi Starlink. Pembayaran dapat dilakukan memakai kartu kredit, kartu debit, atau GoPay.
Instalasi dan Aktivasi: Unduh aplikasi Starlink, sambungkan perangkat, lalu ikuti panduan. Dalam beberapa menit, layanan biasanya sudah aktif. Biaya bulanan akan ditarik otomatis dari akun pengguna.
Apakah Starlink Pakai Pulsa? Ini Penjelasan dan Cara Langganannya

Pernyataan KSAD Jenderal Maruli Simanjuntak mengenai penggunaan istilah “pulsa” untuk layanan Starlink saat membahas bantuan komunikasi di wilayah banjir Sumatra memicu tanda tanya publik. Dalam penjelasannya, Maruli menyebut telah mengirim puluhan perangkat Starlink ke Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, namun belum mengetahui siapa yang akan menanggung biaya layanannya. Hal ini menimbulkan kebingungan karena Starlink merupakan layanan internet satelit berbasis langganan digital, bukan sistem prabayar seperti pulsa operator seluler.
“Starlink itu memang dari kami dan Kemhan (Kementerian Pertahanan). Tapi pulsanya belum tahu siapa yang mau bayar. Jadi, itulah kondisinya. Semangat kami untuk membantu, kami kirimkan berpuluh Starlink ke wilayah bencana,” kata Maruli dalam keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (3/12/2025), dikutip dari IDN Times (8/12/2025).
Di lapangan, perangkat Starlink sangat dibutuhkan karena banyak wilayah kehilangan akses komunikasi akibat rusaknya infrastruktur. Namun, polemik biaya kembali mencuat setelah muncul laporan pungutan terhadap warga yang ingin menggunakan layanan tersebut, padahal Starlink telah resmi menetapkan akses gratis untuk daerah terdampak. Lalu, siapa yang semestinya menanggung biaya layanan selama pemakaian di lapangan? Untuk memahami Starlink pakai pulsa atau tidak, kemudian bagaimana sebenarnya sistem pembayaran Starlink bekerja, berikut penjelasan lengkapnya.
1. Starlink tidak menggunakan pulsa

Pernyataan mengenai "pulsa" sejatinya merujuk pada biaya penggunaan layanan, bukan pulsa dalam pengertian harfiah seperti yang berlaku pada operator seluler. Starlink menggunakan sistem berlangganan bulanan dengan pembayaran digital, sehingga tidak ada proses pengisian pulsa maupun pembelian kuota. Karena itu, wajar jika muncul kebingungan ketika istilah tersebut digunakan dalam konteks teknologi satelit yang mekanismenya berbeda jauh dari layanan seluler konvensional. Situasi ini sekaligus menunjukkan perlunya penjelasan teknis yang lebih presisi agar tidak menimbulkan salah tafsir di masyarakat.
Seluruh pembayaran Starlink diproses melalui kartu debit, kartu kredit, atau dompet digital seperti GoPay dan ditagihkan otomatis setiap bulan sehingga pengguna tidak perlu melakukan top-up manual. Dalam kondisi darurat bencana, Starlink bahkan mengaktifkan kebijakan akses gratis selama 30 hari bagi pelanggan di wilayah terdampak. Melalui sistem semacam ini, tidak ada dasar bagi penggunaan istilah pulsa atau pungutan per jam, seperti yang sempat ramai dibicarakan di media sosial.
“Bagi mereka yang terdampak banjir parah di Indonesia, Starlink menyediakan layanan gratis bagi pelanggan baru maupun lama hingga akhir Desember. Kami juga bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk membangun terminal tambahan dan memulihkan konektivitas di wilayah paling terdampak di Sumatera,” tulis Starlink melalui akun X pada 29 November 2025.
2. Polemik layanan gratis dan laporan pungutan

Laporan viral dari akun X @narraesya menyebutkan bahwa temannya di Langsa, Aceh, diminta membayar Rp20.000 per jam untuk menggunakan koneksi Starlink. Informasi ini memunculkan kekhawatiran publik bahwa fasilitas bantuan justru dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Unggahan tersebut segera menyebar luas dan telah ditonton lebih dari 3 juta kali.
Padahal, Starlink telah mengumumkan bahwa seluruh pelanggan aktif, nonaktif, maupun pengguna baru yang berada di wilayah banjir berhak memperoleh akses gratis hingga akhir Desember. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai kemungkinan penyalahgunaan layanan yang seharusnya diberikan tanpa biaya. Publik kemudian menekankan pentingnya koordinasi dan pengawasan di lapangan agar tidak terjadi tindakan yang bertentangan dengan kebijakan resmi.
Starlink juga menegaskan komitmennya untuk bekerja sama secara intensif bersama pemerintah Indonesia untuk memindahkan terminal dan memulihkan konektivitas di area prioritas. Pelanggan yang sebelumnya menghentikan layanan dapat mengaktifkannya kembali secara gratis melalui tiket dukungan “Indonesia Flood Support.” Kebijakan tersebut menunjukkan upaya Starlink menyediakan akses komunikasi yang andal selama masa darurat. Oleh karena itu, segala bentuk pungutan tambahan dinilai tidak tepat dan bertentangan dengan tujuan bantuan kemanusiaan.
3. Cara berlangganan Starlink di Indonesia

Meskipun Starlink tidak menggunakan sistem berbasis pulsa, proses berlangganannya tetap sederhana dan sepenuhnya berlangsung secara digital. Pengguna hanya perlu menyiapkan metode pembayaran yang sesuai serta memastikan alamat mereka masuk dalam wilayah cakupan layanan. Melalui mekanisme online ini, pelanggan dapat mengatur layanan tanpa perlu mendatangi gerai fisik atau menghadapi proses administrasi manual.
Lalu, bagaimana cara berlangganan Starlink di Indonesia? Prosesnya mudah dan sama sekali tidak melibatkan pulsa prabayar. Berikut langkah-langkah yang perlu dilakukan:
Di Indonesia, Starlink bermitra dengan distributor resmi seperti Data Lake untuk memastikan perangkat yang beredar asli serta memperoleh dukungan purna jual. Total biaya awal sekitar Rp5 juta mencakup perangkat dan bulan pertama layanan. Namun, pada kondisi darurat seperti banjir di Sumatra, Starlink menyediakan akses gratis tanpa biaya bulanan. Seluruh prosedur ini menunjukkan bahwa Starlink memakai sistem langganan otomatis, bukan pulsa prabayar. Perangkatnya juga dirancang agar mudah dipasang tanpa bantuan teknisi, sehingga memudahkan pengguna di wilayah sulit akses internet.
Polemik mengenai Starlink pakai pulsa muncul akibat minimnya pemahaman publik mengenai sistem pembayarannya. Ketidakakuratan istilah dapat menimbulkan kesalahpahaman, apalagi setelah adanya laporan pungutan di wilayah bencana, padahal Starlink secara resmi memberikan layanan gratis. Di sisi lain, kehadiran Starlink membantu mempercepat pemulihan komunikasi di daerah banjir Sumatra. Akses internet gratis selama masa darurat memungkinkan masyarakat tetap terkoneksi tanpa dibebankan biaya. Pemahaman yang lebih jelas mengenai cara kerja Starlink diharapkan dapat mencegah kekeliruan informasi serupa pada masa mendatang.


















