Siapa sangka, demonstrasi besar yang memicu gelombang emosi masyarakat akhir-akhir ini justru menjadi sorotan sejumlah media internasional. The Guardian, Al Jazeera, dan Associated Press tercatat memberitakan situasi terkini di Indonesia sekaligus menyoroti berbagai aspek mulai dari pemicu aksi, respons pemerintah, hingga bentrokan yang terjadi di lapangan. Aksi protes ini muncul sebagai dampak dari salah satu tuntutan publik terkait besaran tunjangan yang diterima anggota dewan.
Tiap anggota DPR RI menerima tunjangan komunikasi intensif sebagai bagian dari paket penghasilan bulanan mereka. Ketentuan ini diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015 serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980. Jika dirinci, Ketua DPR memperoleh Rp16.468.000 per bulan, Wakil Ketua Rp16.009.000, dan anggota Rp15.554.000. Angka ini menunjukkan adanya dukungan finansial yang signifikan agar wakil rakyat dapat memperluas akses komunikasi dan memperoleh informasi yang relevan dengan tugas legislasi.
Meski demikian, apakah tunjangan ini benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas informasi anggota dewan atau justru lebih banyak digunakan sebagai biaya konsumtif? Salah satu cara menilai efektivitasnya adalah dengan membandingkan tunjangan tersebut terhadap harga berlangganan media global premium. Nominal Rp15–16 juta per bulan sebenarnya memungkinkan anggota DPR mengakses puluhan hingga ratusan sumber informasi kredibel kelas dunia. Untuk memberikan gambaran lebih jelas, berikut perhitungan sederhana mengenai berapa banyak akses media global yang bisa diperoleh melalui tunjangan komunikasi intensif anggota DPR.