- Ketua DPR
Tunjangan: Rp16.468.000 ÷ Rp150.000 ≈ 110 kali pembelian paket
110 × 300 GB = 33.000 GB - Anggota DPR Biasa
Tunjangan: Rp15.554.000 ÷ Rp150.000 ≈ 104 kali pembelian paket
104 × 300 GB = 31.200 GB
Bisa Dapat Berapa Giga Paket Data dari Bujet Tunjangan Komunikasi DPR?

- Tunjangan komunikasi DPR sangat besar, jauh melampaui kebutuhan rata-rata masyarakat Indonesia.
- Ketua DPR bisa mendapatkan lebih dari 7.900 GB kuota internet per bulan, sementara anggota biasa bisa memperoleh lebih dari 7.900 GB kuota internet per bulan.
- Anggota DPR bisa membeli sekitar 33 kali paket Akrab XXL dengan tunjangan komunikasi sekitar Rp15,5 juta, setara lebih dari 13.800 GB per bulan.
Tiap bulan, anggota DPR menerima tunjangan komunikasi yang tidak main-main. Nilainya berkisar Rp15,5 jutaan per bulan bagi anggota biasa, hingga sekitar Rp16,4 jutaan per bulan untuk ketua badan atau komisi. Angka tersebut jauh melampaui kebutuhan komunikasi rata-rata masyarakat Indonesia, khususnya dalam penggunaan internet. Secara logika, jumlah tunjangan ini dinilai sangat besar jika hanya dipandang sebagai biaya komunikasi semata.
Rasa penasaran publik pun muncul soal seberapa besar sebenarnya penerimaan tunjangan itu bila dibandingkan kebutuhan komunikasi masyarakat sehari-hari? Misalnya, biaya paket data internet dari operator seluler populer di Indonesia. Survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2025 menyebut bahwa mayoritas masyarakat menghabiskan Rp50 ribu sampai Rp100 ribu per bulan untuk paket internet operator seluler. Jika dibandingkan tunjangan komunikasi DPR, terlihat kesenjangan yang sangat lebar antara kebutuhan masyarakat dan fasilitas yang diterima para pejabat.
Untuk menggambarkan skala besarnya, menarik bila penerimaan tunjangan anggota DPR tersebut diasumsikan sepenuhnya untuk membeli paket data. Berdasarkan harga paket premium atau paket terbesar saat ini dari provider ternama seperti Telkomsel, Indosat, dan XL, publik bisa memperkirakan berapa banyak gigabyte (GB) kuota internet yang bisa diperoleh dari dana tersebut. Analisis sederhana ini tentu tidak bermaksud mengurangi fungsi politik dari tunjangan itu sendiri, melainkan memberikan perspektif baru tentang nilai riil dari jumlah uang yang diterima anggota DPR setiap bulannya. Lalu, berapa besar kuota internet yang bisa dibeli lewat alokasi tunjangan komunikasi intensif anggota DPR? Simak penjabarannya berikut!
1. Kuota premium 115 GB Telkomsel bisa mendapatkan 7.900—8.300 GB per bulan

Telkomsel dikenal sebagai salah satu provider yang memiliki cakupan jaringan luas serta kualitas sinyal stabil. Saat ini, paket data terbesar yang ditawarkan mencapai 115 GB seharga Rp225.000 per bulan. Jika seluruh tunjangan komunikasi anggota DPR sepenuhnya dialokasikan untuk membeli paket internet, kira-kira seperti ini.
Ketua DPR menerima tunjangan komunikasi intensif sebesar Rp16.468.000. Jika dibagi harga paketnya sebesar Rp225.000, jumlah tersebut setara 73 paket data. Artinya, secara teoritis seorang Ketua DPR dapat membeli 73 kali paket data (masing-masing 115 GB) dan total kuota yang tersedia mencapai 8.395 GB. Jumlah ini pun belum tentu habis terpakai, apalagi jika masa aktif paket masih dapat diperpanjang.
Sementara itu, anggota DPR biasa menerima Rp15.554.000. Melalui asumsi harga paket Rp225.000, tunjangan tersebut setara 69 paket data. Artinya, anggota DPR dapat membeli 69 kali paket data (masing-masing 115 GB) yang mana total kuotanya sebesar 7.935 GB.
Berdasarkan perhitungan sederhana tersebut, anggota DPR biasa bisa memperoleh lebih dari 7.900 GB kuota internet per bulan. Jumlah ini jelas berlebihan jika dibandingkan kebutuhan rata-rata pengguna smartphone di Indonesia. Berdasarkan riset dari OpenSignal pada 2021, rata-rata pengguna smartphone di Indonesia menghabiskan kuota internet antara 14,6 GB hingga 17,7 GB per bulan.
Sementara itu, ketua DPR yang menerima tunjangan lebih tinggi berpotensi punya cadangan hingga 8.300 GB lebih per bulan. Kapasitas sebesar ini mampu menunjang hampir seluruh kebutuhan komunikasi berbasis internet, mulai dari rapat daring, distribusi informasi, hingga koordinasi digital tanpa kendala berarti. Bahkan, jumlah tersebut kemungkinan jauh melampaui kebutuhan komunikasi pribadi maupun aktivitas politik sehari-hari seorang legislator.
2. Paket Freedom Internet Jumbo 300 GB bisa mendapatkan 31.200—33.000 GB per bulan

Indosat menjadi salah satu operator yang menyediakan paket data dengan kuota besar. Salah satu contohnya adalah Freedom Internet Jumbo 300 GB seharga sekitar Rp150 ribu per bulan. Paket ini dapat dijadikan ilustrasi untuk membandingkan besarnya tunjangan komunikasi DPR. Berikut adalah perhitungannya.
Dari perhitungan di atas, seorang anggota DPR biasa bisa membeli sebanyak lebih dari 104 kali paket internet jumbo. Kemudian, 104 kali tersebut jika dikalikan 300 GB setara 31.200 GB kuota. Sementara ketua DPR berpotensi memperoleh hingga 33.000 GB kuota per bulan. Jumlah tersebut jelas jauh melampaui kebutuhan rata-rata pengguna internet di Indonesia.
Kuota setara tunjangan komunikasi DPR bahkan dapat mencukupi kebutuhan internet lebih dari 2.000 pengguna dalam sebulan. Jika dikonversi, kuota sebesar itu mampu menopang ribuan jam streaming video 4K atau ratusan ribu panggilan video. Singkatnya, tunjangan komunikasi seorang anggota DPR biasa yang mencapai 31.200 GB tentu cukup untuk memenuhi kebutuhan internet sekitar 2.080 orang selama sebulan (asumsi 1 orang = 15 GB). Sementara ketua DPR mampu memenuhi kebutuhan lebih dari 2.200 orang dengan potensi kuota 33.000 GB.
3. Paket Akrab XXL milik XL bisa mendapatkan lebih dari 13.860—14.700 GB

XL memiliki paket menarik bernama Akrab XXL yang menawarkan total kuota hingga 420 GB dan bisa dibagi untuk beberapa pengguna. Paket ini dibanderol seharga Rp469.000. Jika disesuaikan tunjangan komunikasi anggota DPR, hasilnya sebagai berikut:
- Ketua DPR
Rp16.468.000 ÷ Rp469.000 ≈ 35 kali pembelian paket × 420 GB ≈ 14.700 GB - Anggota biasa DPR
Rp15.554.000 ÷ Rp469.000 ≈ 33 kali pembelian paket × 420 GB ≈ 13.860 GB
Artinya, tunjangan komunikasi sekitar Rp15,5 juta memungkinkan seorang anggota DPR membeli sekitar 33 kali paket Akrab XXL. Jumlah ini setara lebih dari 13.800 GB per bulan. Sementara ketua DPR bisa memperoleh hampir 14.700 GB kuota per bulan. Angka yang bisa dibilang sangat fantastis.
Jika dibandingkan operator lain, posisi provider XL cukup menarik. Kuota yang ditawarkan lebih besar daripada Telkomsel, meski masih kalah jauh dari Indosat yang menyediakan paket 300 GB dengan harga termurah. Keunggulan XL terletak pada fleksibilitas berbagi kuota dalam satu paket, sehingga lebih cocok untuk penggunaan kolektif seperti tim besar atau jaringan kerja politik. Dengan kapasitas hingga belasan ribu gigabyte, kebutuhan komunikasi digital skala besar praktis dapat terpenuhi tanpa hambatan.
Ilustrasi ini juga menyoroti kesenjangan antara kebutuhan masyarakat dan tunjangan komunikasi DPR. Pengguna biasa rata-rata hanya membutuhkan belasan hingga puluhan gigabyte per bulan, sementara pejabat bisa memperoleh ribuan bahkan puluhan ribu gigabyte dari bujet komunikasi yang mereka terima. Perbedaan mencolok ini wajar memunculkan pertanyaan publik mengenai urgensi dan efektivitas alokasi dana tersebut.
Dengan nilai Rp15,5 juta per bulan, daya beli tunjangan komunikasi DPR bisa disamakan setara kapasitas sebuah pusat data mini. Jumlah itu tentu lebih dari cukup untuk kebutuhan digital sehari-hari, mulai dari komunikasi daring hingga aktivitas berat seperti streaming dan konferensi virtual. Namun, penggunaan tunjangan ini tidak hanya terbatas pada kuota internet, melainkan juga mencakup kebutuhan resmi lain seperti telepon, pengiriman dokumen elektronik, serta koordinasi lintas komisi dan badan di DPR.
Perbandingan yang dijelaskan dalam artikel ini memberi perspektif konkret tentang nilai uang yang mereka terima. Jika digunakan secara bijak dan transparan, dana tersebut bisa benar-benar memperlancar komunikasi politik dengan konstituen, memperkuat hubungan dengan masyarakat di dapil, serta mendukung fungsi representasi DPR di era digital. Bila perlu, masyarakat tentu berharap adanya transparansi dan akuntabilitas terkait penggunaan tunjangan komunikasi intensif setiap komisi atau badan di DPR agar mengerti dananya digunakan ke mana saja.