5 Destinasi Surfing Populer yang Kini Dianggap Overrated, Ada Bali!

Surfing jadi salah satu aktivitas yang makin digandrungi, apalagi di era media sosial seperti sekarang. Banyak spot surfing yang dulu cuma dikenal segelintir orang, sekarang sudah jadi destinasi wisata utama yang ramai dikunjungi. Tapi seiring meningkatnya popularitas, gak semua tempat bisa tetap mempertahankan pesonanya.
Beberapa spot yang dulunya dianggap surganya para peselancar, sekarang mulai dianggap overrated alias gak sesuai ekspektasi. Entah karena terlalu ramai, terlalu mahal, atau kualitas ombak yang gak lagi konsisten.
Nah, kalau kamu lagi nyari spot surfing buat liburan atau sekadar isi feed Instagram, sebaiknya simak dulu beberapa destinasi populer yang sekarang mulai kehilangan pesonanya. Dilansir dari Surfer, berikut lima destinasi surfing yang sering dianggap overrated.
1. Bali, Indonesia

Gak bisa dimungkiri, Bali itu indah. Alamnya memukau, budaya lokalnya unik, dan ombaknya sudah diakui peselancar dunia. Tapi justru karena terlalu populer, Bali sekarang jadi korban kesuksesannya sendiri. Area seperti Canggu dan Uluwatu dulunya penuh dengan ketenangan dan suasana spiritual, sekarang berubah jadi kawasan super padat, macet, dan penuh dengan influencer yang lebih sibuk cari spot foto daripada menikmati ombak.
Naiknya harga, polusi, serta padatnya line-up bikin pengalaman surfing di Bali gak lagi seasyik dulu. Meski masih ada tempat yang lebih sepi di bagian timur atau utara pulau, suasana khas Bali yang dulu bikin jatuh cinta, sekarang terasa makin sulit ditemukan.
2. Arugam Bay, Sri Lanka

Dulu, Arugam Bay dikenal sebagai hidden gem di Sri Lanka. Ombaknya bersahabat untuk pemula, makanannya enak, dan biaya hidupnya murah. Tapi, sejak stabilitas politik membaik dan event WSL (World Surf League) pertama digelar di sana tahun 2010, tempat ini langsung jadi magnet turis. Puncaknya terjadi saat musim panas antara April sampai Agustus.
Masalahnya, sekarang line-up di Arugam Bay sudah penuh sesak oleh peselancar pemula dan menengah, bikin suasana jadi kurang nyaman bahkan agak bahaya. Ombaknya pun tergolong lemah dan sangat tergantung dengan bentuk sandbank. Jadi, kalau kamu ke sana dengan ekspektasi ombak sempurna, bisa jadi akan pulang dengan sedikit rasa kecewa.
3. Maldives

Kalau lihat foto atau video surfing di Maldives atau Maladewa, pasti kamu mikir, “Wah ini sih surga dunia!” Tapi kenyataannya gak selalu seindah tampilannya, lho.
Banyak spot surfing di Maldives punya arus bawah laut yang kuat, bikin kamu gampang keseret dari titik take-off. Ditambah lagi, banyak ombaknya yang terlalu “lembut”, kurang tenaga, meski bentuknya cantik.
Masalah lainnya adalah biaya. Kalau pengin eksklusivitas dan ombak tanpa banyak saingan, kamu harus bayar mahal. Alternatif murahnya berarti harus siap berbagi spot dengan puluhan peselancar lainnya.
Belum lagi musim flat alias gak ada ombak yang kadang berlangsung lama. Jadi walaupun Maldives itu indah secara visual, bukan berarti otomatis jadi surga surfing untuk semua orang.
4. Mundaka, Spanyol

Mundaka adalah salah satu ombak kiri terbaik di dunia. Letaknya di muara sungai Basque, Spanyol, dan dikenal karena panjang dan bentuk barrel-nya yang epik.
Tapi meskipun kelihatan menggiurkan, tempat ini punya banyak keterbatasan. Ombaknya hanya muncul di musim tertentu, butuh arah swell yang spesifik, dan cuma jalan kalau kondisi pasir di dasar muara pas banget.
Line-up-nya juga keras. Banyak peselancar lokal yang sudah ahli dan gak segan “menguasai” spot, bikin pengunjung baru susah mendapat giliran. Bahkan saat kondisi ombak lagi bagus, bisa ada lebih dari 100 orang di air. Jadi meski pemandangannya cantik dan ombaknya legendaris, Mundaka sering kali bikin frustrasi karena terlalu banyak variabel yang harus cocok.
5. Playa Colorado, Nicaragua

Playa Colorado punya reputasi sebagai salah satu beach break terbaik di Amerika Tengah. Tapi seperti banyak spot lainnya, ekspektasi tinggi kadang gak sejalan sama kenyataan. Ombaknya memang bisa kasih barrel keren, tapi sangat tergantung pada pasang surut, arah swell, dan kondisi muara sungai.
Akses ke tempat ini juga gak gampang. Kalau gak menginap di resort mahal di pinggir pantai, kamu harus jalan kaki 45 menit atau naik perahu dari desa terdekat.
Selain itu, etika di air kadang bikin pengunjung gak nyaman. Ada laporan soal lokal yang kurang ramah, dan bahkan beberapa pengunjung dari Florida yang memperburuk situasi. Hasilnya, meskipun ombaknya bisa luar biasa, pengalaman keseluruhan kadang gak sebanding dengan usaha dan biayanya.
Popularitas sebuah destinasi surfing bisa jadi pedang bermata dua. Di satu sisi, tempat-tempat ini jadi lebih dikenal dan berkembang. Tapi di sisi lain, daya tarik alaminya sering terkikis oleh keramaian, biaya tinggi, dan ekspektasi yang gak realistis.
Kalau kamu lagi cari pengalaman surfing yang autentik dan berkesan, ada baiknya eksplorasi ke tempat yang belum terlalu viral. Dunia ini luas dan masih banyak surga surfing tersembunyi yang nunggu buat kamu temukan, tanpa harus bersaing di line-up yang padat atau bayar mahal demi sekadar dapat ombak.