Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
SIAK, IDN Times - Masjid Raya Syahabudin Peninggalan Sultan Siak Yahabudin atau Masjid Raya Siak merupakan salah satu masjid yang berlokasi di Jalan Sultan Ismail, Kampung Dalam, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Provinsi Riau.
Jaraknya sekitar 500 meter dari lokasi Istana Siak. Masjid ini berdiri sejak zaman Kerajaan Siak sudah ada. Zaman Sultan Siak ke-11 yakni Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin masjid ini terbuat dari kayu.
Berikut beberapa fakta menarik seputar masjid Raya Syahabudin Peninggalan Sultan Siak Yahabudin. Yuk simak:
1. Bangunan direnovasi menjadi bangunan batu pada tahun 1926
Foto : Masjid Agung Syahabuddin tampak dari samping, masjid ini peninggalan Kerajaan Siak, dibangun sejak Sultan Siak ke-11/ Dok: IDN Times, Andre Budayawan Siak, Said Muzani menjelaskan setelah zaman Sultan Ke-12 yakni Syarif Kasim II masjid ini direnovasi dijadikan batu pada tahun 1926.
Lamanya pembangunan Masjid Syahabudin ini dilakukan renovasi lebih kurang selama 10 tahun.
Zaman dahulu, lanjut Said Muzani, di sekitar masjid Syahabudin ini terdapat sebuah menara tinggi yang berfungsi untuk orang azan.
"Menara itu untuk adzan, sebab zaman dahulu belum ada mic atau speaker, khususnya menara itu berfungsi pada saat adzan subuh," jelas Said Muzani.
Baca Juga: Bertualang Bertemu Orangutan, 10 Potret Memesona Wisata Bukit Lawang
2. Ada tradisi memperlambat waktu azan isya untuk menunggu jamaah dari kampung seberang
Foto : Plang nama Masjid Syahabuddin Siak/ Dok : IDN Times, Andre Dahulu, kenang Muzani saat dirinya masih kecil, bahwa Masjid Syahabudin merupakan sentral bagi masyarakat Siak untuk melaksanakan sholat Jumat.
"Dari daerah Kwalian, dari seberang Kampung Tengah, Mempura, dan Tanjung Agung. Mereka ke masjid menggunakan sampan," jelasnya
Bahkan, setiap bulan ramadan, masjid Syahabudin juga menjadi tempat bagi masyarakat untuk melaksanakan salat tarawih.
"Semuanya datang kemari bahkan dari seberang pun datang menggunakan sampan," kata Dia.
Saat itu, tambahnya, di Masjid Syahabudin ada tradisi memperlambat waktu azan isya untuk menunggu jamaah dari tempat yang jauh.
"Dulu tak ada kendaraan lain, jadi ya memang harus seksama," ungkapnya.
3. Tidak ada jam, azan baru berkumandang setelah Sultan salat tahyatul masjid
Foto : Masjid Agung Syahabuddin peninggalan Kerajaan Siak, dibangun sejak Sultan Siak ke-11/ Dok: IDN Times, Andre Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor’s picks
Sementara itu, untuk mengetahui masuknya waktu salat, khususnya salat Jumat, para muadzin menunggu Sultan Syarif Kasim II datang.
"Tunggu sultan datang dulu, setelah sultan salat tahyatul masjid baru azan dikumandangkan," jelas Said Muzani.
Dijelaskannya, dahulu di masjid tidak ada jam, sementara jam hanya ada di Istana Siak.
"Sultan Syarif Kasim II itu disamping seorang pemimpin ataupun penguasa beliau adalah orang yang umaro dan taat beribadah, bahkan beliau sempat jadi khatib di masjid Syahabudin," kata Muzani.
4. Ada buku untuk berkhutbah
Foto : Bagian dalam Masjid Syahabuddin Siak, tepatnya di Pintu masuk bagian depan Masjid/ Dok : IDN Times, Andre Said Muzani ingat betul, dahulu sultan memiliki buku untuk berkhutbah dan buku itu sempat dipegang oleh salah satu imam di masjid Syahbudin saat itu.
"Kalau tak salah saya buku itu sama Pak Kadi Nontel atau Pak Abdul Muthalib," ungkap Muzani lebih jauh.
"Sultan sangat alim sehingga bagi masyarakat Siak beliau merupakan orang yang dianggap memiliki karomah," tambahnya.
Baca Juga: Menolak Vaksinasi, PNS dan Honorer Siak Akan Diberi Sanksi