TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Unik Pasola, Perang Adat Sumba dan Kisah Cinta Segitiga

Tradisi perang adat pada permulaan musim tanam

tradisi perang adat Pasola Sumba, NTT (eticket.id)

Indonesia terkenal dengan keberagaman suku bangsa dengan berbagai kebudayaan leluhur yang sangat menakjubkan. Salah satunya adalah tradisi Pasola yang berasal dari Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Pasola sendiri berasal dari kata sola atau hola yang berarti kayu lembing. Tradisi ini berupa perang adat yang dilakukan oleh dua kubu dengan menunggangi kuda, saling mengejar dan saling melempar kayu lembing. Tradisi ini layaknya adu ketangkasan yang dapat mengakibatkan risiko pertumpahan darah.

Tidak hanya itu, menurut warga setempat, Pasola juga dilakukan untuk mengenang kisah cinta segitiga di masa lampau. Yuk simak, lima fakta unik dari pelaksanaan tradisi Pasola ini.

1. Hanya dilaksanakan bagi masyarakat penganut Agama Merapu

tradisi perang adat Pasola Sumba, NTT (pesonaindo.com)

Merapu merupakan sistem kepercayaan tradisional Sumba yang memuja dewa-dewa sebagai jelmaan roh leluhur. Kepercayaan Merapu menjadi pengaruh utama dalam kehidupan masyarakat Sumba, tak terkecuali dalam hal budaya dan tradisi.

Ritual Pasola ini harus dipimpin oleh Rato (tokoh tetua adat) yang juga menganut agama Merapu. Jika seorang Rato meninggal, kepemimpinan pasola dapat diteruskan oleh putra sulungnya. Penerus Rato yang telah beralih memeluk agama lain harus kembali menganut Merapu untuk bisa melaksanakan Pasola.

Baca Juga: 10 Pesona Desa Adat Ratenggaro, Representasi Keindahan Sumba

2. Pasola dikenal sebagai tradisi untuk mengenang legenda cinta segitiga di masa lalu 

tradisi perang adat Pasola Sumba, NTT (kepulauanntt.blogspot.com)

Berdasarkan legenda setempat, dahulu kala terdapat sepasang suami istri bernama Umbu Dulla dan Rabu Kabba. Suatu hari Umbu Dulla dikabarkan meninggal tenggelam setelah beberapa hari kepergiannya mencari ikan di laut. Sang istri pun sedih dengan kepergian sang suami. Singkat cerita ia jatuh cinta lagi dengan pria lain bernama Teda Gaiparona, hingga memutuskan untuk kawin lari.

Bersamaan dengan itu, Umbu Dulla tiba-tiba muncul kembali dan ditemukan selamat. Namun, kesedihannya tidak dapat terbendung saat Umbu Dulla mengetahui istrinya kawin lagi. Ia pun mengajak Rabu Kabba pulang, tetapi istrinya ini menolaknya. Umbu Dulla pun akhirnya merelakan istrinya dibawa pergi, asalkan Teda Gaiparona mau menikahi Rabu Kabba secara resmi dan membayar sejumlah belis (mas kawin).

Pihak Teda Gaiparona memberikan sebungkus nyale hidup atau cacing warna-warni sebagai tanda penghormatan terhadap kebesaran jiwa Umbu Dulla. Lalu Umbu Dulla meminta warga untuk menyelenggarakan tradisi Pasola untuk melupakan kesedihan atas kehilangan Rabu Kabba.

3. Dilaksanakan setahun sekali pada permulaan musim tanam

tradisi perang adat Pasola Sumba, NTT (floresexotictours.id)

Tradisi Pasola berkaitan dengan persiapan pengerjaan lahan warga setempat. Tepatnya pada bulan Februari di Kecamatan Lamboya dan bulan Maret di Kecamatan Wanokaka serta Laboya Barat. Untuk tanggal pelaksanaannya, tidak dapat diketahui secara pasti, karena terdapat beberapa indikator yang harus dipenuhi. Misalnya seperti munculnya bulan purnama, mekarnya bunga katina, babi hutan yang membuat sarang, dan pasang surut air laut.

Penentuan waktu pelaksanaan tradisi Pasola dipimpin oleh Rato yang harus sangat berhati-hati membaca tanda alam. Jika terjadi kesalahan penentuan waktu, maka nyale (cacing laut) sebagai indikator hasil panen tidak akan muncul. Hal ini dianggap sebagai tanda kesialan dalam hal bercocok tanam pada tahun tersebut.

4. Memiliki serangkain ritual lain sebelum dilakukannya Pasola 

tradisi memburu nyale atau cacing laut (phinemo.com)

Sebelum puncak Pasola dilaksanakan, para penyelenggara melakukan serangkaian ritual yang saling berhubungan. Pertama, ritual Purung Laru Loda yaitu turunnya tali larangan yang harus dipatuhi oleh seluruh warga. Kedua, yaitu penentuan waktu Pasola oleh Rato dengan melihat berbagai tanda alam yang muncul. Ketiga, ritual Rati Rahi yang dilaksanakan selama empat hari berturut-turut.

Hari pertama, para Rato melakukan kunjungan di setiap wilayah untuk melihat kesiapan Pasola sebelum hari H. Lalu, pada hari berikutnya, dilaksanakan permainan tinju tradisional (Pakujil) di pantai Teitena. Hari ketiga, terdapat ritual Palaingu Jara atau kegiatan melarikan kuda sebagai pemanasan sebelum bertanding saat Pasola nanti.

Hari terakhir sebelum Pasola dilaksanakan, terdapat ritual Madidi Nyale atau kegiatan memanggil nyale dan berburu nyale untuk dijadikan kudapan serta indikator hasil panen dalam setahun. Jika hasil Nyale banyak dan bersih berarti panen akan melimpah, jika nyale kotor dan saling menggigit berarti tanaman akan terserang hama tikus, jika nyale busuk berarti hujan akan turun secara berlebihan, dan apabila nyale tidak muncul berarti akan terjadi kemarau panjang yang menyebabkan kelaparan.

Baca Juga: Ekspedisi Terios 7 Wonders: Menyibak Makna Rumah Adat Sumba

Writer

Devi Yustika

happy me

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya