Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Pulau Jeju Dipenuhi Tembok Batu Lava?

tembok batu lava di Jeju
tembok batu lava di Jeju (commons.wikimedia.org/Trainholic)

Kalau kamu jalan-jalan ke Pulau Jeju, kamu pasti langsung sadar bahwa pulau ini penuh dengan batu-batu hitam yang tersusun rapi di sepanjang jalan, ladang, hingga pekarangan rumah penduduk. Bukannya dipenuhi pagar kayu atau beton, Jeju memilih batu lava sebagai pembatas alami yang akhirnya jadi ciri khas pulau mereka. Hal ini membuat Jeju punya daya tarik tersendiri, karena hampir setiap sudut terlihat seperti drama Korea berlatar pedesaan.

Menariknya, tembok batu ini gak cuma cantik untuk difoto, tapi juga menyimpan sejarah panjang yang lahir dari cara hidup masyarakat lokal. Tembok ini adalah bukti bagaimana warga Jeju hidup berdampingan dengan alam yang keras, angin yang kuat, dan tanah yang penuh batu, lho.

Sebelum kamu liburan ke Jeju, wajib banget tahu kenapa tembok batu ini begitu lekat dengan mereka.

1. Sejarah dan asal-usul batu lava yang ada di Pulau Jeju

Doldam
Doldam (commons.wikimedia.org/Rodrigo.Argenton)

Pulau Jeju terbentuk akibat aktivitas Gunung Hallasan yang mengalami serangkaian letusan sekitar 1,8 juta hingga 25 ribu tahun lalu pada era Pleistosen. Letusan berulang menghasilkan aliran lava basaltik yang mendingin dan berubah menjadi batu hitam berpori, ringan namun kuat yang mana jenis batu ini dikenal sebagai basalt scoria. Ketika pertanian mulai berkembang pada periode Joseon awal (sekitar abad ke-15), penduduk menghadapi tanah yang keras dan kering akibat lapisan batu yang tebal. Batu-batu yang muncul dari permukaan tanah setiap kali dicangkul akhirnya dikumpulkan, bukan dibuang, karena volumenya terlalu besar untuk dipindahkan jauh dari ladang.

Dari masalah itulah muncul praktik Doldam (돌담) yakni teknik menyusun batu tanpa semen, hanya mengandalkan keseimbangan dan rongga udara di antara batu agar angin bisa lewat tanpa merobohkan struktur. Cara ini bukan sekadar solusi darurat, tetapi berkembang menjadi metode baku bagi petani Jeju hingga menjadi identitas agrikultur pulau. Catatan etnografi menyebut tembok batu sudah digunakan sebagai pagar ladang jeruk sejak akhir abad ke-18, ketika kultivasi citrus mulai meluas di Seogwipo.

2. Fungsi tembok batu dalam kehidupan penduduk Jeju

ilustrasi pertanian di Jeju
ilustrasi pertanian di Jeju (commons.wikimedia.org/Sgroey)

Tembok batu awalnya dibuat sebagai pembatas lahan, sehingga setiap keluarga bisa mengelola kebun mereka tanpa tumpang tindih. Di ladang jeruk tangerine dan ladang sayuran, tembok ini berfungsi sebagai pelindung alami dari angin pantai yang terkenal kencang. Saat berkunjung, kamu akan melihat bagaimana batu-batu itu disusun tanpa semen, tapi tetap berdiri tegak hingga bertahun-tahun lamanya. Banyak rumah tradisional juga menggunakan tembok ini sebagai pagar, jadi ketika kamu berjalan menyusuri desa, kamu akan merasa seperti sedang masuk ke halaman rumah-rumah tua.

Tembok batu tidak hanya cantik secara visual, tapi juga berperan penting menjaga kesuburan tanah di Jeju. Batu yang berpori membantu menyimpan kelembapan, hal yang akan kamu sadari ketika melihat ladang tetap hijau meski angin laut terasa kering. Jika kamu trekking melewati Seongeup Folk Village atau jalur Olle Trail, kamu akan menemukan deretan tembok batu yang membentang panjang. Setiap susunan seakan menceritakan bagaimana orang Jeju bertahan hidup dan bersahabat dengan alam yang keras.

3. Jeongnang menghadirkan pengalaman wisata budaya yang otentik di Jeju

Jeongnang
Jeongnang (commons.wikimedia.org/Trainholic)

Jeongnang (pagar rumah khas Jeju) menjadi salah satu ciri khas yang bisa kamu temui saat menjelajah desa-desa tua di Jeju. Sistem pagar ini terbuat dari tiga batang kayu yang disusun melintang di antara batu-batu lava dan tiap posisinya memiliki makna yang berbeda. Jika tiga batang dipasang penuh, artinya pemilik rumah sedang pergi dan tamu tidak bisa masuk. Namun jika hanya satu batang saja yang terpasang, kamu boleh menghampiri dan menunggu dengan ramah. Pengalaman melihat pagar ini secara langsung memberikan gambaran bagaimana masyarakat Jeju hidup dengan aturan sederhana namun penuh makna. Jeongnang bukan sekadar pintu, tapi simbol komunikasi meski tanpa kata.

Ketika kamu berkunjung ke desa Seongeup, Jeju Stone Park, atau jalur Jeju Olle Trail yang melintasi permukiman lama, kamu bisa melihat bagaimana jeongnang masih berdiri sebagai bagian kehidupan sehari-hari. Traveler biasanya berhenti sejenak untuk memotret detail kayu dan susunan batu, tapi daya tarik sebenarnya adalah cerita di baliknya. Kamu bisa berbincang dengan penduduk, mendengar kisah keluarga yang diwariskan turun-temurun, atau sekadar duduk menikmati suasana pedesaan yang tenang.

4. Di mana kamu bisa menemukan tembok batu lava?

Seongeup Folk Village
Seongeup Folk Village (commons.wikimedia.org/Seefooddiet)

Kalau kamu penasaran ingin lihat tembok batu lava paling autentik, kamu bisa mulai dari Seongeup Folk Village, desa tradisional yang mempertahankan struktur batu sejak berabad-abad lalu. Desa ini cocok banget buat kamu yang suka budaya, foto estetik, dan suasana vintage Korea. Jalan kaki sebentar saja, kamu bisa menemukan tembok batu yang mengelilingi rumah tradisional dengan latar rumput hijau dan atap jerami. Selain itu, kamu juga bisa menyusuri Jeju Olle Trail, terutama Route 1 atau 6, karena jalur ini punya pemandangan tembok batu panjang yang membelah pedesaan hingga garis pantai.

Kalau kamu lebih suka suasana alam terbuka, kamu wajib mampir ke ladang jeruk di Seogwipo. Di sini, tembok batu bukan hanya hiasan tapi pembatas kebun tempat kamu bisa memetik jeruk langsung dari pohonnya. Lalu ada juga Seongsan Ilchulbong, spot sunrise ikonik Jeju di mana tembok batu jadi latar alami yang mendampingi langit jingga pagi hari. Buat pencinta hiking, Hallasan National Park juga jadi tempat menemukan bebatuan lava alami sepanjang jalur pendakian.

5. Travel tips dan waktu terbaik untuk berkunjung ke Jeju

Jeju Olle Trail
Jeju Olle Trail (commons.wikimedia.org/Jeju Olle Foundation)

Kalau kamu mau mengeksplorasi tembok batu dengan nyaman, waktu terbaik berkunjung adalah musim semi (April–Mei) dan musim gugur (September–November). Cuacanya sejuk, ideal untuk trekking, bersepeda, atau walking tour di desa. Pastikan juga membawa jaket atau windbreaker karena angin Jeju terkenal kencang meskipun matahari sedang cerah. Tips lainnya yakni datang pagi hari untuk foto dengan cahaya terbaik dan suasana desa yang masih sepi.

Kalau kamu ingin merasakan vibes tenang dan ambience tradisional, coba menginap di guesthouse dekat pedesaan supaya kamu bisa menikmati view tembok batu langsung dari jendela kamar. Siapkan sepatu nyaman karena banyak spot wisata memerlukan jalan kaki yang cukup panjang. Jangan lupa, selalu jaga kebersihan dan hargai tempat budaya karena ingat ya, tembok batu ini bukan cuma spot foto, tapi bagian dari sejarah panjang Jeju.

Kalau kamu berkunjung ke Jeju, tembok batu ini bukan hanya jadi latar pemandangan tapi bagian dari perjalananmu menjelajah pulau. Coba berjalan santai di desa tradisional atau susuri jalur trekking untuk melihat langsung batu lava ini. Jadi, kamu siap melihat sendiri tembok batu Jeju dari dekat?

Referensi:

"Jeju’s Ubiquitous Stone Walls" Jeju. Diakses pada November 2025

"Jeju Island's Stone Culture" Visit Jeju. Diakses pada November 2025

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Febrianti Diah Kusumaningrum
EditorFebrianti Diah Kusumaningrum
Follow Us

Latest in Travel

See More

6 Rekomendasi Wisata di Pasar Baru Jakarta, Dekat Stasiun Juanda

11 Des 2025, 20:30 WIBTravel