Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komunitas Tegaskan Simbol One Piece Netral, Tidak Memihak-Politis

IMG_3240.jpeg
Bendera One Piece di perkampungan di Semarang. (IDN Times/Dhana Kencana)
Intinya sih...
  • Mural One Piece bisa jadi karya seni belaka, membuat fans khawatir karena tidak dilindungi
  • Kisah mural One Piece di Sleman, Yogyakarta, dan kekhawatiran akan dihapusnya karya seni tersebut
  • Mural dibuat sebelum fenomena pengibaran bendera One Piece viral, sebagai bentuk ekspresi terhadap kondisi sosial di Indonesia
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Anggota Fans One Piece Indonesia Albert Evans Paima menegaskan, bendera Jolly Roger dari manga populer asal Jepang, One Piece, merupakan simbol netral. Sehingga, tidak ada makna memihak dan politisasi untuk kepentingan tertentu.

Hal tersebut disampaikan Albert saat ditanya soal polemik bendera Jolly Roger dari serial manga One Piece yang ramai dikibarkan jelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI). Dampak aksi itu, sebagaian pihak menganggap bendera One Piece sebagai simbol perlawanan.

Terbaru, ada sejumlah orang yang mengaku khawatir dengan mural Jolly Roger, tengkorak memakai topi jerami. Padahal, mural itu dibuat jauh sebelum bendera One Piece itu viral. Albert tak memungkiri, ada sejumlah pihak yang menganggap terdapat kesamaan antara cerita di serial One Piece dan kondisi Indonesia saat ini.

"Jadi gini, pada dasarnya One Piece itu, itu netral. Itu tuh gak ada ke mana-mana. Mungkin kalau memang relate dengan kehidupan sekarang, ya bagus berarti ceritanya. Tapi gak yang ke arah situ (perlawanan terhadap negara). Kita tuh netral. Kita gak mengarah ke politik, kita gak mengarah ke satu pihak. Kita tuh netral, sukanya netral," kata dia dalam acara Ngobrol Seru by IDN Times.

1. Merasa tak dilindungi dan khawatir

Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman
Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Padahal, bisa jadi mural One Piece yang digambar merupakan karya seni belaka. Sebagai bentuk kegemaran seseorang kepada serial manga asal Negeri Sakura tersebut. Albert menilai, hobi semacam ini belakangan justru dikhawatirkan oleh fans One Piece karena tidak adanya perlindungan yang jelas.

"Jadi mungkin, ada mural itu tuh bukan karena memang mau mengkritik, gitu loh. Mungkin karena fans saja. Apalagi itu kan (mural) dibuatnya sebelum bahkan kejadian ini. Ya sedih, sedih. Khawatir juga buat teman-teman di luar sana, Nakama, mungkin bukan di kota, mungkin ada di pedalaman yang juga mungkin ngefans One Piece dari lama, karena mengekspresikan fansnya itu dengan cara gambar mural, terus jadinya takut," jelasnya.

"Itu kan kayak kita punya hobi, tapi hobi kita yang memang sebenarnya itu gak ada masalah. Tapi jadi masalah, karena tidak dilindungi itu loh. Mereka tuh merasa takut, gitu. Tidak merasa dilindungi," sambung Albert.

2. Kisah mural One Piece di Sleman, Yogyakarta

Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman
Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Sebelumnya, Pemuda Karang Taruna Wiryadarma mengekspresikan keresahan mereka atas situasi di Negara Indonesia lewat karya mural Jolly Roger ala kisah manga dan anime Jepang One Piece. Mural itu dilukis di salah satu persimpangan jalan Pedukuhan Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kini, para pemuda tersebut waswas karya mereka dihapus usai munculnya gelombang atau gerakan pengibaran bendera One Piece. Lukisan mural Jolly Roger kru Bajak Laut Topi Jerami bisa ditemui di RT 2 RW 31 Temuwuh Kidul. Ukurannya cukup besar, sekitar 2x2 meter. Ada tulisan 'Merdeka' di salah satu sisinya.

Mural ini dilukis di depan pos keamanan lingkungan setempat yang juga dihias dengan gambar lambang Pancasila dan beberapa karakter manga Jepang lainnya. Pada tembok depan pos juga dihias dengan beberapa pepatah Bapak Proklamator RI, Soekarno.

Sekretaris Karang Taruna Wiryadarma, Dandun Asmara dan rekan-rekannya mendengar mural itu akan dihapus. Ini dipicu gerakan pengibaran bendera One Piece yang dalam beberapa hari terakhir jadi sebuah fenomena sosial.

Kabar yang Dandun dengar, akan ada aparat yang turun tangan menghapus mural bikinan ia dan teman-teman. Namun, itu baru sebatas kabar yang menurutnya diterima oleh tetua desa dan belum disampaikan langsung kepada pemuda karang taruna.

Meski belum terkonfirmasi, Dandun cs tetap terlihat was-was karena karya yang sebatas menggambarkan keresahan tersebut dianggap 'menganggu'.

"Seumpama mau dihapus alasannya apa, sebenarnya kan tidak melanggar peraturan apapun, dasar dan alasannya apa. Kan kita membuatnya sebelum viral," kata Dandun ditemui di lokasi mural, Rabu (7/8/2025) sore.

3. Dibuat sebelum jadi fenomena sosial

Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman
Mural One Piece karya pemuda Karang Taruna Wiryadarma di Temuwuh, Balecatur, Gamping, Sleman. (IDN Times/Tunggul Damarjati)

Benar saja, mural itu dibuat para pemuda karang taruna setempat 25 Juli 2025. Niat awal, mereka hanya ingin menyemarakkan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus dengan menghias poskamling di sana.

Dana belanja cat hasil patungan sembilan anggota karang taruna. Sementara mural dibuat menggunakan cat sisa menghias poskamling.

"Kita bikinnya sebelum (fenomena pengibaran bendera One Piece) viral, kita diikut-ikutkan FOMO. Padahal sebenarnya nggak, belum ada bendera One Piece yang viral," kata Dandun.

Kala itu, yang terlintas di benak Dandun cs padahal cuma ingin mencurahkan unek-unek atas sulitnya lapangan pekerjaan, maraknya praktik KKN dan berbagai bentuk ketimpangan sosial lainnya.

"Kalau menurut teman-teman ini kan sangat setia dan suka ya sama One Piece, kayanya kok mirip banget to sama negeri ini. Negeri ini kaya Pemerintah Dunia (World Government) kalau di anime One Piece itu juga sebenarnya nggak adil buat rakyat juga to," kata Dandun.

"Semua orang juga merasakan. Kalau punya orang dalem, ngapa-ngapain enak. Kalau kita yang rakyat biasa ngapa-ngapain sulit, lapangan kerja, semuanya sulit," sambungnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us