Korsel Setuju Bongkar Reaktor Nuklir Kori-1 setelah Beroperasi 40 Tahun

- Mekanisme penonaktifan reaktor nuklir Kori-1.
- Proyek pembongkaran penuh reaktor Kori-1 memakan waktu 12 tahun dengan estimasi selesai pada tahun 2037. Total biaya pembongkaran diperkirakan mencapai 1,1 triliun won (sekitar Rp13,1 triliun).
- Pembongkaran reaktor Kori-1 akan membuka peluang bisnis baru di pasar dekomisioning nuklir global. Jika berhasil, Korsel dapat menjadi pemimpin global di pasar yang bernilai Rp5,9 kuadriliun.
Jakarta, IDN Times - Badan pengawas nuklir Korea Selatan (Korsel), Komisi Keselamatan dan Keamanan Nuklir (NSSC), telah menyetujui pembongkaran pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Kori Unit 1. Ini merupakan reaktor nuklir komersial pertama negara itu, yang terletak di tenggara kota Busan.
Kori-1 ditutup secara permanen pada Juni 2017, setelah beroperasi selama hampir 40 tahun sejak April 1978. Reaktor ini merupakan reaktor air bertekanan 587 megawatt.
"Kami mengambil keputusan ini setelah meninjau penilaian keselamatan dari Institut Keselamatan Nuklir Korea (KINS) dan evaluasi sebelumnya oleh komite penasihat teknis kami sendiri," kata NSSC pada Kamis (26/6/2025), dikutip dari Korea JoongAng Daily.
Pihaknya juga menyimpulkan rencana yang diajukan Korea Hydro and Nuclear Power (KHNP), operator PLTN tersebut, memenuhi persyaratan teknis. Ini berdasarkan undang-undang keselamatan nuklir Korsel.
1. Mekanisme penonaktifan reaktor nuklir Kori-1
Pada Mei tahun lalu, KHNP memulai dekontaminasi kimia, guna menghilangkan bahan radioaktif dari reaktor. Pihaknya telah menyerahkan rencana penonaktifan final dan dokumen terkait kepada NSSC pada Mei 2021. Persetujuan baru-baru ini, terjadi 3 tahun setelah NSSC memulai peninjauan penuhnya pada Januari 2022.
Setelah persetujuan, fasilitas non-radiologi akan dibongkar dan bahan bakar bekas akan dibuang hingga tahun 2031. Selanjutnya hingga 2035, KHNP berencana untuk mendekontaminasi dan membongkar zona yang terkontaminasi, serta membuang limbah radioaktif. Lalu, dibutuhkan dua tahun untuk memulihkan lokasi tersebut.
Seluruh proses pembongkaran penuh reaktor Kori-1 diperkirakan akan memakan waktu 12 tahun, dengan perkiraan penyelesaian pada tahun 2037. Perkiraan total biaya pembongkaran adalah 1,1 triliun won (sekitar Rp13,1 triliun). Proyek ini mencakup penanganan sekitar 170 ribu ton limbah nuklir secara aman, The Straits Times melaporkan.
2. Masuknya Korsel ke pasar dekomisioning reaktor global

Menurut KHNP, pembongkaran reaktor Kori-1 yang sukses akan menjadi hal yang signifikan bagi industri nuklir dan industri terkait. Hal ini akan membuka peluang bisnis baru di pasar dekomisioning nuklir global. Para pakar industri mengatakan, pembongkaran tersebut menandai masuknya Korsel secara resmi ke pasar tersebut. Saat ini, pasar penonaktifan reaktor global didominasi oleh Amerika Serikat, Jepang, dan Jerman.
Jika, Korsel berhasil menunjukkan teknologi dekomisioningnya pada reaktor komersial yang sebenarnya, negara itu dapat menjadi pemimpin global di pasar yang diperkirakan bernilai 500 triliun won (Rp5,9 kuadriliun). Korsel telah mengembangkan 96 teknologi inti untuk dekomisioning PLTN, yang mencakup 58 dimiliki KHNP dan 38 dimiliki Insititut Penelitian Energi Atom Korea (KAERI).
"Penonaktifan adalah tahap akhir dalam siklus tenaga nuklir. Hal ini penting karena berarti Korea kini memiliki teknologi nuklir yang komprehensif," kata Chung Bum-jin, profesor teknik nuklir di Kyung Hee University.
3. Sebanyak 26 reaktor nuklir yang beroperasi di Korsel

Dilansir Korea Herald, Korsel merupakan produsen energi nuklir terbesar kelima di dunia dan salah satu pembangun utama PLTN global. Negara ini memiliki 26 reaktor nuklir, yang mana jumlah tersebut tidak termasuk Kori-1.
Dari jumlah tersebut, 20 reaktor saat ini beroperasi dengan kapasitas gabungan sebesar 20.854 megawatt listrik. Sementara, 5 reaktor lainnya tengah menjalani pemeliharan regulasi. Satu reaktor yang bernama Kori-2 sedang ditangguhkan sementara, masih menunggu persetujuan pemerintah untuk operasi lanjutan setelah puluhan tahun beroperasi.
Menurut data pemerintah, Korsel menghasilkan 31,7 persen tenaga listriknya dari PLTN pada 2024.