Jepang Akan Pangkas Tunjangan Hidup untuk Mahasiswa Doktoral Asing

- Jepang akan memotong tunjangan hidup untuk mahasiswa doktoral asing
- Keputusan ini bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk meningkatkan jumlah mahasiswa asing di Jepang
- Penarikan bantuan dianggap diskriminatif dan dapat menurunkan tingkat akademis di Jepang
Jakarta, IDN Times - Kementerian Pendidikan Jepang berencana mengurangi dukungan biaya hidup bagi mahasiswa doktoral asing. Perubahan tersebut telah diusulkan sejak akhir Juni 2025 dan akan berlaku paling cepat pada 2027 jika disetujui.
Nantinya, kementerian hanya akan memberikan dukungan tersebut kepada warga negara Jepang di bawah program yang dirancang, guna mendorong lebih banyak mahasiswa domestik untuk melanjutkan studi doktoral.
Langkah ini menuai kritik dari para mahasiswa dan akademisi yang menganggap hal itu tidak adil dan kontraproduktif dalam mendorong lingkungan akademis yang beragam, inklusif, dan berkembang, dilansir Kyodo News, Sabtu (12/7/2025).
1. Jepang ingin kembalikan tujuan bantuan awal untuk mahasiswa dalam negeri
Skema tersebut diluncurkan melalui program Support for Pioneering Research Initiated by the Next Generation (SPRING) pada 2021.
Program itu memberikan tunjangan hidup sebesar 1,8 juta yen (Rp198,5 juta) hingga 2,4 juta yen (Rp264,6 juta). Jumlah tersebut juga mencakup biaya penelitian dan biaya lainnya hingga total 2,9 juta yen (Rp319,8 juta) per tahun untuk jangka waktu maksimum tiga tahun bagi mahasiswa PhD, dilansir Asahi Shimbun.
Pada Maret 2025, masalah pembayaran kepada mahasiswa asing memasuki diskusi politik selama debat parlemen. Saat itu, anggota parlemen Partai Demokrat Liberal, Haruko Arimura, menyatakan bahwa lebih dari sepertiga dari mereka yang menerima uang tersebut adalah warga negara asing.
Arimura menyerukan agar dana tersebut pada prinsipnya dibatasi hanya untuk warga Jepang.
2. Mayoritas mahasiswa internasional penerima bantuan adalah warga negara China

Keputusan ini sangat bertentangan dengan tujuan pemerintah yang ingin meningkatkan jumlah mahasiswa asing di Jepang. Target yang ditetapkan adalah menaikkan rasio mahasiswa internasional dalam program doktoral selama 10 tahun menjadi 33 persen pada 2033. Jumlah tersebut naik dari 21 persen dari target pada 2023.
Pada 2024, dari 10.564 penerima bantuan tersebut, sekitar 39 persennya merupakan mahasiswa internasional, dengan mayoritas berasal dari China. Warga China mencapai 76 persen dari kelompok non-Jepang yang berjumlah 3.151 orang.
3 Keputusan Jepang menarik bantuan dianggap diskriminatif

Norihiro Nihei, profesor di Sekolah Pascasarjana Pendidikan di University of Tokyo, memperingatkan bahwa pengecualian dan diskriminasi berdasarkan kewarganegaraan akan menyebabkan penurunan tingkat akademis yang terus-menerus di Jepang.
"Saya telah merasakan langsung betapa banyak mahasiswa asing dengan keahlian yang sangat terspesialisasi. Mereka telah menghasilkan ide pengetahuan yang signifikan selama belajar di universitas-universitas Jepang dan meningkatkan jenjang akademis," ujar Nihei.
Sementara itu, seorang mahasiswa pascasarjana China di University of Tokyo mengaku akan mengurungkan rencananya untuk melanjutkan ke program doktoral.
"Saya berpikir untuk mendaftar (program doktoral) tahun depan. Namun, mengingat inflasi harga barang-barang kebutuhan sehari-hari, saya akan mengurungkan niat untuk melanjutkan ke program PhD, jika tidak mendapatkan dukungan finansial," ujarnya saat demonstrasi mahasiswa di Ikebukuro.