Jepang Tolak Usulan Uni Eropa soal Pembatasan Perdagangan Belut

Jakarta, IDN Times - Uni Eropa (UE) telah mengajukan proposal untuk membatasi ekspor pada semua spesies belut, termasuk belut Jepang. Usulan tersebut diajukan ke sekretariat Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah (CITES) pada 27 Juni 2025.
Hal ini berdasarkan pada perjanjian internasional yang mengatur perdagangan global pada spesies yang dilindungi. UE menyerukan agar semua spesies belut yang tidak terdaftar tunduk pada kontrol perdagangan berdasarkan konvensi tersebut.
Para pihak konvensi akan membahas proposal tersebut pada pertemuan di Uzbekistan, yang dimulai pada November mendatang, dilansir NHK News, Sabtu (28/6/2025).
1. Butuh dua pertiga suara untuk menyetujui usulan tersebut
Jika usulan tersebut diadopsi, perdagangan internasional spesies belut akan diatur berdasarkan regulasi yang mengharuskan negara pengekspor mengeluarkan izin.
Agar disetujui, usulan tersebut harus diterima oleh sedikitnya dua pertiga dari pihak yang memberikan suara dalam konferensi tersebut. Kendati, usulan tersebut biasanya berlaku sekitar tiga bulan setelah disetujui, UE berupaya untuk menunda penerapannya selama 18 bulan.
Sejumlah langkah telah dilakukan, guna memperkuat perlindungan belut. Para pihak dalam konvensi tersebut menjadikan belut Eropa sebagai subjek regulasi pada 2009.
Pada 2016, mereka mengadopsi usulan UE untuk melakukan studi tentang perdagangan belut global. UE menyatakan kurangnya transparansi dalam perdagangan tersebut.
2. Jepang akan menentang seruan apapun UE terkait belut

Menteri Pertanian Jepang, Shinjiro Koizumi, mengatakan negaranya akan menentang seruan apapun daru UE yang akan menambahkan belut ke dalam daftar spesies terancam punah. Ia mengatakan negaranya dengan hati-hati mengelola tingkat stok belut Jepang. Hal ini dilakukannya bersama tetangganya, seperti China, Taiwan, dan Korea Selatan.
"Jumlah populasinya cukup dan tidak ada risiko kepunahan akibat perdagangan internasional," kata Koizumi, dikutip dari The Straits Times.
Pada 2014, belut Jepang didaftarkan sebagai spesies yang terancam punah oleh Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam. Pihaknya menyebut beberapa faktor penyebabnya, termasuk hilangnya habitat, penangkapan ikan yang berlebihan, polusi, dan hambatan migrasi.
Belut atau unagi, merupakan hidangan yang sangat populer di Jepang. Secara tradisional disajikan dengan cara dipanggang, setelah disiram saus manis yang lengket.
3. UE akan masukkan 19 spesies dan subspesies belut ke dalam fauna terancam punah

UE berpendapat bahwa populasi belut Jepang telah menurun drastis. Namun, menurut Tokyo kini jumlahnya telah pulih sejak 1990-an. Sebab, kemajuan dalam akuakultur telah mengurangi kebutuhan akan belut kaca, belut muda yang digunakan untuk persediaan ikan di peternakan.
Pihaknya memperingatkan bahwa regulasi dapat menaikkan harga belut kaca, sehingga meningkatkan risiko perburuan liar dan penyelundupan.
Berdasarkan CITES, spesies yang tercantum dalam Lampiran I pada prinsipnya dilarang untuk diperdagangkan secara internasional untuk tujuan komersial. Sementara, spesies yang tercantum dalam Lampiran II dianggap sebagai spesies yang dapat menjadi terancam punah, jika perdagangannya tidak diatur secara ketat.
UE berupaya memasukkan semua 19 spesies dan subspesies belut ke dalam Lampiran II, termasuk belut Jepang, belut Amerika, dan Anguilla Bicolor dari Asia Tenggara, Kyodo News melaporkan.