Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ribuan Demonstran di Tel Aviv Tuntut Kesepatakan Pembebasan Sandera

bendera Israel (unsplash.com/Taylor Brandon)

Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Israel melakukan demonstrasi di pusat kota Tel Aviv pada Sabtu (12/7/2025) menuntut tercapainya kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas. Aksi ini berlangsung di tengah laporan mengenai kebuntuan dalam negosiasi tidak langsung antara delegasi Israel dan Hamas yang digelar di Qatar.

Dalam protes tersebut, para demonstran membawa sejumlah spanduk, yang di antaranya berbunyi “Tidak ada kemenangan tanpa kembalinya sandera,” dan “Ada 50 keluarga yang diculik di Gaza."

“Negosiasi belum gagal, dan delegasi Israel melanjutkan pembicaraan di Doha meskipun Hamas tidak mau menyerah,” demikian laporan Channel 13, mengutip seorang pejabat politik yang tidak disebutkan namanya.

1. Keselamatan para sandera dipertaruhkan dalam perang

Forum Sandera dan Keluarga Hilang, kelompok yang mewakili keluarga warga Israel yang ditahan di Gaza, mendesak pemerintah untuk segera mengakhiri perang di wilayah Palestina tersebut. Mereka mengatakan bahwa perang yang terus berlanjut hanya akan menempatkan para sandera dan tentara Israel dalam risiko serius.

“Seluruh jajak pendapat dan data menunjukkan bahwa mayoritas mutlak rakyat Israel menginginkan diakhirinya perang di Gaza dan kembalinya para sandera, termasuk mayoritas besar di antara pemilih koalisi,” kata forum tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anadolu.

Keluarga-keluarga tersebut juga menuduh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, lebih mengutamakan kepentingan politik pribadinya daripada keselamatan para sandera.

"Sejarah akan mengingat apa yang Anda pilih: sandera dan pejuang, atau manuver politik murahan," tambah mereka.

2. Negosiasi antara Hamas dan Israel alami kebuntuan

Pada Rabu (9/7/2025), Hamas menyatakan kesediaannya untuk membebaskan 10 sandera Israel yang masih hidup sebagai bentuk fleksibilitas dalam upaya mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Namun, Israel tetap menolak sejumlah syarat penting yang diajukan Hamas, termasuk penarikan pasukannya dari Gaza. Sebaliknya, Israel bersikeras untuk mempertahankan zona penyangga selebar 2-3 kilometer di wilayah Rafah, dan 1-2 kilometer di wilayah perbatasan lainnya.

Kedua pihak juga dilaporkan masih berselisih pendapat soal masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza serta jaminan untuk mengakhiri perang. Seorang sumber Palestina mengatakan bahwa krisis ini bisa diselesaikan dengan intervensi yang lebih besar dari Amerika Serikat (AS).

Meski menghadapi berbagai hambatan, perundingan tidak langsung antara Israel dan Hamas di Qatar diperkirakan akan tetap berlanjut.

3. Israel tidak akan sepakati gencatan senjata segera

Omar Rahman, peneliti di Middle East Council on Global Affairs, berpendapat bahwa Israel kemungkinan besar tidak akan tunduk pada tekanan untuk segera mencapai gencatan senjata, karena tujuannya di Gaza lebih dari sekadar membebaskan para sandera.

“Sejak Oktober 2023, sudah jelas bahwa tujuan akhir Israel adalah penghancuran fisik Gaza, kehancuran masyarakat Palestina secara sistematis, dan pengosongan wilayah Jalur Gaza secara paksa,” kata Rahman kepada Al Jazeera.

Ia mengungkapkan bahwa kelanjutan strategi tersebut terlihat melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), yang disebutnya sebagai hasil rekayasa AS dan Israel untuk mengganti jalur distribusi bantuan yang semestinya dan menggiring populasi yang selamat ke wilayah-wilayah sempit di Jalur Gaza. Selain itu, ia juga menyoroti rencana Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, yang mengusulkan pembangunan ‘kota kemanusiaan’ untuk menampung 2,1 juta warga Palestina di Rafah.

“Yang coba dilakukan Israel adalah menciptakan kamp konsentrasi, yang pada dasarnya menjadi ruang penahanan sementara sampai ada opsi lain untuk mengosongkan wilayah tersebut dari penduduk,” tambah Rahman.

Sementara itu, analis politik Israel, Akiva Eldar mengatakan bahwa mayoritas warga Israel sangat terkejut dan muak dengan rencana yang diusulkan oleh Israel Katz, yang menurutnya ilegal dan tidak bermoral.

“Siapa pun yang terlibat dalam proyek menjijikkan ini akan turut serta dalam kejahatan perang,” ujar Eldar.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us