Setelah XRing O1, Xiaomi Diam-diam Kembangkan XRing O2

- Rencananya, SoC XRing O2 didapuk sebagai chipset serbaguna lintas perangkat
- XRing O2 kemungkinan masih tetap menggunakan fabrikasi 3nm dari TSMC
- Xiaomi sedang dihadapkan pada pembatasan EDA
Setelah meraih kesuksesan lewat prosesor in-house pertamanya, XRing O1, Xiaomi kini dikabarkan tengah mempersiapkan penerusnya, XRing O2. Informasi ini pertama kali diungkap oleh tipster kenamaan Digital Chat Station, yang menyebut bahwa pengembangan XRing O2 sedang berlangsung secara tertutup. Meskipun belum diumumkan secara resmi, tanda-tanda kehadirannya mulai terlihat. Salah satunya adalah pendaftaran merek dagang XRing O2 di platform TianYanCha.
Chipset generasi baru ini dikabarkan tidak hanya akan digunakan pada smartphone, tablet, dan smartwatch, tetapi juga berpotensi menyasar mobil listrik pintar buatan Xiaomi, seperti SU7 dan YU7. Sebagai informasi, XRing O1 sebelumnya telah menggunakan proses fabrikasi 3nm generasi kedua (N3E) dari TSMC, dan memulai debutnya di Xiaomi 15S Pro serta Pad 7 Ultra. Sementara itu, varian lain bernama XRing T1 telah digunakan pada Xiaomi Watch S4 edisi khusus. Penasaran dengan bocoran awal mengenai XRing O2? Simak ulasannya berikut!
1. Rencananya, SoC XRing O2 didapuk sebagai chipset serbaguna lintas perangkat
Berdasarkan gambar yang dibagikan oleh @faridofanani96 melalui media sosial X pada 24 Juni 2025, diketahui bahwa pengajuan merek dagang untuk XRing O2 telah tercatat di platform pencarian bisnis China, TianYanCha. Selain XRing O2, tercantum pula nama-nama lain seperti XRing T1 (chipset yang digunakan pada Xiaomi Watch S4 edisi khusus) dan XRing 0. Pendaftaran ini menandakan bahwa Xiaomi tengah membangun lini prosesor internal secara bertahap untuk berbagai kategori produk. Yang paling menarik perhatian adalah kemunculan XRing O2 mengindikasikan bahwa proses pengembangannya sedang berlangsung secara diam-diam. Hal ini memperkuat sinyal bahwa Xiaomi berkomitmen melanjutkan pengembangan chipset generasi berikutnya secara konsisten dan berkelanjutan.
Salah satu aspek yang patut disorot dari bocoran tersebut adalah arah pengembangan yang melampaui perangkat mobile semata. Gagasan utama di balik XRing O2 adalah menciptakan desain yang fleksibel dan dapat diadaptasi untuk berbagai jenis perangkat. Jika rencana ini berhasil diwujudkan, maka prosesor XRing O2 yang terintegrasi berpotensi digunakan pada smartphone, smartwatch, hingga kendaraan listrik seperti Xiaomi SU7 dan YU7, tentu dalam versi yang disesuaikan secara teknis. Pendekatan ini akan memungkinkan Xiaomi menghubungkan berbagai perangkat secara lebih erat melalui software serta mendorong integrasi layanan lintas platform yang lebih mulus dan efisien.
Lewat strategi ini, Xiaomi tampaknya tengah mematangkan visi jangka panjang dalam pengembangan sistem-on-chip (SoC). XRing O2 tidak hanya diposisikan sebagai penerus XRing O1, tetapi juga sebagai landasan utama bagi ekosistem perangkat yang saling terkoneksi. Jika berhasil, kehadiran chipset ini akan membawa dampak signifikan terhadap pengalaman pengguna, yakni menawarkan sinkronisasi yang konsisten dan efisiensi tinggi di seluruh lini produk, mulai dari smartphone hingga kendaraan listrik pintar.
2. XRing O2 kemungkinan masih tetap menggunakan fabrikasi 3nm dari TSMC

Besar kemungkinan XRing O2 akan tetap menggunakan proses fabrikasi 3nm generasi ketiga dari Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), yang dikenal dengan nama N3P. Standar ini merupakan penyempurnaan dari teknologi N3E yang sebelumnya digunakan pada XRing O1 sehingga menawarkan efisiensi daya dan performa yang lebih baik. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa XRing O2 akan melangkah lebih jauh ke teknologi fabrikasi 2nm, tergantung pada kesiapan Xiaomi dan situasi geopolitik yang memengaruhi akses mereka terhadap teknologi tersebut.
Node N3P sendiri telah menjadi pilihan bagi sejumlah produsen besar seperti Qualcomm, MediaTek, dan Apple untuk chipset flagship generasi berikutnya. Dalam waktu dekat, industri semikonduktor secara global diprediksi akan mulai beralih secara bertahap ke proses 2nm dan teknologi yang lebih canggih. Jika Xiaomi memilih untuk tetap bertahan pada proses 3nm, maka XRing O2 harus mampu bersaing dari sisi efisiensi daya dan kinerja pemrosesan agar tidak tertinggal dari para kompetitor utama di pasar produk kelas atas.
3. Xiaomi sedang dihadapkan pada pembatasan EDA

Di balik ambisi besar dan pencapaian teknologi yang telah diraih, Xiaomi kini menghadapi tantangan serius yang bisa menghambat laju inovasinya. Salah satu kendala utama adalah terbatasnya akses terhadap perangkat lunak EDA (Electronic Design Automation), alat penting dalam proses desain dan pengembangan chip. Larangan ekspor yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap sejumlah perusahaan China membuat akses ke teknologi ini menjadi semakin sulit. Meski Xiaomi belum masuk dalam daftar hitam seperti Huawei atau SMIC, bayang-bayang pembatasan tetap ada dan berpotensi mengganggu keberlangsungan pengembangan chipset in-house seperti XRing O2.
Dalam situasi ini, Xiaomi kemungkinan besar harus tetap menggunakan proses fabrikasi 3nm N3E dari TSMC, alih-alih langsung melangkah ke teknologi 2nm seperti yang direncanakan oleh Apple dan Qualcomm. Meski proses 3nm tersebut masih tergolong canggih, XRing O2 bisa saja tertinggal dari sisi efisiensi dan daya saing jangka panjang. Namun, selama Xiaomi tidak tercantum dalam daftar kontrol ekspor Taiwan, peluang untuk mengakses EDA tools melalui jalur lisensi resmi masih terbuka.
Dengan berbagai keterbatasan yang ada, performa XRing O2 dalam jangka pendek mungkin tidak akan terlalu terpengaruh. Namun, tantangan geopolitik yang terus berkembang dapat berdampak pada keberlanjutan dan kompetitivitas platform chipset Xiaomi ke depannya. Keberhasilan proyek ini akan sangat bergantung pada strategi perusahaan dalam mengamankan rantai pasok teknologi serta menjaga inovasi tetap berjalan di tengah tekanan global.
Melalui kehadiran XRing O2, Xiaomi secara terang-terangan menunjukkan ambisinya untuk mengurangi ketergantungan pada pemasok chipset eksternal. Langkah ini memungkinkan perusahaan memperoleh kendali lebih besar atas spesifikasi teknis, siklus pengembangan, hingga kualitas pengalaman pengguna. Selain itu, strategi ini juga memberikan ketahanan lebih tinggi terhadap fluktuasi harga dan ketidakpastian pasokan chip global.
Meski masih dalam tahap pengembangan dan belum diumumkan secara resmi, kehadiran XRing O2 semakin memperkuat arah Xiaomi menuju kemandirian teknologi. Jika proyek ini berhasil, XRing O2 bukan hanya sekadar penerus O1, tetapi juga bisa menjadi tonggak penting transformasi Xiaomi. Dari mulanya produsen perangkat menjadi inovator lintas platform. Kira-kira, mampukah XRing O2 benar-benar menyaingi Snapdragon 8 Elite Gen 3 dan Apple A20 dalam waktu dekat?