4 Tanda Darurat di Gunung yang Bikin Kamu Wajib Balik Turun

Mendaki gunung memang menyuguhkan tantangan sekaligus pengalaman yang luar biasa, namun keselamatan tentu harus menjadi prioritas utama. Pada situasi tertentu terjadi dan kamu justru memaksakan diri untuk terus naik, seperti karena faktor cuaca, kondisi fisik, maupun kondisi alam yang tidak bisa diprediksi dengan mudah, tentu akan membahayakan nyawa.
Mengetahui kapan waktu yang tepat untuk berbalik turun merupakan langkah penting pada saat mendaki agar nantinya bisa menghindari potensi bahaya. Oleh sebab itu, perhatikan beberapa tanda darurat berikut ini yang menunjukkan bahwa kamu harus segera berbalik turun ketika mendaki gunung agar tidak sampai menghadapi kecelakaan serius.
1. Cuaca mendadak memburuk dengan ekstrem

Perubahan cuaca di gunung ternyata bisa terjadi dengan sangat cepat dan ekstrem, yaitu dari cerah hingga berkabut tebal, hujan deras atau bahkan badai yang bisa terjadi dalam hitungan menit. Jika angin kencang, petir, hujan es, atau pun kabut pekat terlihat mulai muncul, bahkan mengganggu jarak pandang, maka kamu harus segera turun demi menjamin keselamatan.
Jika kamu tetap nekat melanjutkan pendakian dalam kondisi seperti ini, maka hanya akan meningkatkan potensi bahaya hingga bahkan cedera akibat jalur yang licin atau tidak terlihat. Sebaiknya memang kamu dapat selalu memantau prakiraan cuaca sebelum atas nama pendakian agar bisa mengambil keputusan yang tepat ketika menghadapi cuaca yang tidak diprediksi.
2. Mengalami gejala akut dari ketinggian

Berbagai gejala seperti sakit kepala hebat, muntah, mual, sulit bernapas, hingga kehilangan konsentrasi merupakan tanda-tanda awal dari Acute Mountain Sickness (AMS) yang memang tidak boleh disepelekan begitu saja. Jika kamu atau rekan pendaki ada yang mengalami hal ini, maka satu-satunya solusi teraman adalah dengan segera turun dari ketinggian ke basecamp.
Memaksakan tubuh untuk tetap berada di ketinggian dalam kondisi seperti ini jelas berujung pada edema paru atau edema otak yang akan berbahaya untuk keselamatan. Pendaki yang bijak memang semestinya dapat mengenali batas kemampuan tubuh dan berusaha bertindak cepat sebelum kondisinya semakin memburuk.
3. Persediaan logistik habis atau menipis drastis

Keputusan untuk melanjutkan pendakian tanpa logistik merupakan tindakan yang sangat berisiko tinggi, sehingga sebaiknya tidak dilakukan. Jika kamu menyadari bahwa air, makanan, atau peralatan penting sudah mulai habis dan tidak sebanding dengan sisa perjalanan yang harus ditempuh, maka cara terbaik adalah dengan tidak melanjutkan pendakian tersebut, serta segera turun.
Persediaan logistik yang cukup bukan hanya untuk mendaki ke atas, namun juga harus dipikirkan pada saat turun ke titik awal. Mengabaikan faktor ini jelas dapat membuatmu rentan mengalami kelaparan, dehidrasi, hingga terjebak pada jalur dengan kondisi lemah dan rentan mengalami kecelakaan.
4. Cedera fisik atau kondisi tubuh yang tidak stabil

Luka pada bagian kaki, pergelangan tangan yang terkilir, ataupun rasa lelah yang sangat terasa jelas bisa menjadi penentu utama mengapa seseorang bisa mengalami masalah pada saat mendaki gunung. Apabila tubuh sudah mulai menunjukkan sinyal penurunan performa secara signifikan, seperti pusing, kram, atau kehilangan fokus, maka mendaki terasa jauh lebih berisiko.
Gunung merupakan medan yang berat dan tidak bisa disamakan dengan jalan biasa, sehingga perlu kondisi tubuh yang benar-benar prima dalam menaklukkan jalurnya. Melanjutkan pendakian dalam keadaan cedera hanya akan memperlambat tim dan juga memperbesar potensi keadaan darurat yang serius.
Mendaki gunung memang memicu adrenalin dan juga kepuasan tersendiri, namun penting untuk selalu mengutamakan keselamatan di atas segalanya. Kenalilah tanda-tanda darurat agar kamu bisa lebih berani mengambil keputusan untuk turun daripada hanya memaksakan ego. Pulang dengan selamat merupakan hal penting daripada memikirkan soal puncak!