Aturan TKDN Mau Direvisi, Ini Harapan Gaikindo ke Pemerintah

- Rencana pemerintah merevisi kebijakan TKDN otomotif mendapat perhatian dari Gaikindo
- Revisi harus mempertimbangkan sejarah industri otomotif Indonesia, tetapi juga fleksibel dan ramah investasi
- Kondisi pasar otomotif Indonesia belum pulih, revisi TKDN dan tarif impor AS bisa memperberat beban industri lokal
Rencana pemerintah merevisi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mendapat perhatian dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, mengatakan revisi TKDN harus mempertimbangkan banyak hal.
“Industri otomotif itu kita bangun puluhan tahun, bukan setahun dua tahun. Kita tidak mau industri ini ambruk karena kebijakan yang tidak hati-hati,” kata Nangoi saat jumpa pers di Jakarta seperti dikutip dari ANTARA, Kamis 17 April 2025.
1. Gaikindo berharap revisi TKDN tak mengganggu fondasi industri otomotif

Nangoi mengatakan revisi TKDN harus mempertimbangkan sejarah panjang perkembangan industri otomotif Indonesia yang telah menunjukkan kemajuan signifikan. Ia mencontohkan mobil seperti Agya dan Ayla yang sudah menggunakan 92 persen komponen lokal sebagai bukti nyata keberhasilan TKDN sejauh ini.
Karena itu ia berharap revisi TKDN tidak sampai mengganggu fondasi industri yang sudah ada. Ia menilai revisi TKDN bisa menjadi peluang bagus jika dilakukan dengan strategi yang tepat dan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri.
2. Pemerintah menilai aturan TKDN terlalu kaku

Presiden Prabowo sebelumnya menyebut aturan TKDN saat ini terkesan terlalu kaku, dan bisa menghambat masuknya investasi asing, terutama di sektor kendaraan listrik dan teknologi otomotif masa depan. Karena itu, revisi dilakukan agar aturan ini lebih fleksibel dan ramah investasi, tanpa melupakan pentingnya pemberdayaan industri lokal.
Program TKDN memang bertujuan mengurangi impor, meningkatkan produksi dalam negeri, serta menyerap tenaga kerja lokal. Dengan aturan yang berlaku sekarang, produk yang dibeli oleh instansi pemerintah wajib mengandung minimal 25 persen komponen lokal dan memiliki Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) setidaknya 40 persen, terutama jika pembiayaan berasal dari APBN atau APBD.
Prabowo menilai TKDN tak boleh hanya fokus ke soal persentase. Ia menekankan bahwa keberhasilan kebijakan ini juga bergantung pada kesiapan SDM, kemampuan teknologi lokal, dan penguatan sektor pendidikan. Kalau hanya mengejar angka tanpa membangun ekosistem, maka industri nasional akan kesulitan bersaing di pasar global.
3. Pasar otomotif Indonesia belum sepenuhnya pulih

Saat ini, menurut Gaikindo, kondisi pasar otomotif Indonesia belum sepenuhnya pulih. Menurut data Gaikindo, penjualan kendaraan domestik pada kuartal pertama 2025 turun sekitar 4,8 hingga 4,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jika tidak diantisipasi dengan baik, kombinasi revisi TKDN dan arus masuk mobil asing bisa memperberat beban industri otomotif dalam negeri.
Selain itu, Gaikindo juga mencermati dampak dari kebijakan tarif impor 25 persen yang diterapkan Amerika Serikat terhadap kendaraan dan komponen otomotif. Kebijakan ini dikhawatirkan akan mengganggu stabilitas pasar global, karena banyak negara produsen mobil kini kesulitan mengekspor ke AS dan berpotensi membanjiri negara lain, termasuk Indonesia.
“Indonesia memang tidak ekspor ke Amerika, tapi yang kami khawatirkan, negara-negara yang tidak bisa masuk ke sana malah melempar produk ke sini,” kata Nangoi. Hal ini bisa membuat pasar domestik kelebihan pasokan mobil impor, yang tentunya menekan penjualan mobil lokal.