Nissan Bakal Tutup 7 Pabrik, 11 Ribu Pekerjaan Dipangkas

- Nissan mencatat kerugian bersih sebesar Rp74,9 triliun pada tahun fiskal 2025, angka tertinggi kedua sepanjang sejarah perusahaan.
- 11 ribu PHK akan dilakukan di berbagai divisi, total pengurangan tenaga kerja mencapai 20 ribu orang secara global. Nissan juga akan menutup tujuh pabrik pada tahun fiskal Jepang 2027.
- Penurunan penjualan kendaraan sebesar 2,8 persen dan laba operasional anjlok hingga 88 persen. CEO baru Nissan menyatakan langkah-langkah ini sangat penting untuk memperbaiki profitabilitas.
Nissan mencatat kerugian keuangan terburuk dalam dua dekade terakhir. Perusahaan asal Jepang ini perusahaan mencatat kerugian bersih sebesar Rp74,9 triliun pada tahun fiskal 2025, angka tertinggi kedua sepanjang sejarah Nissan.
Dalam situasi sulit ini, Nissan kemudian mengumumkan rencana besar bertajuk Re:Nissan yang mencakup pemutusan hubungan kerja ribuan karyawan, penutupan pabrik, hingga efisiensi besar-besaran di lini produksi dan riset.
1. PHK massal dan penutupan pabrik

Bagian utama dari rencana pemulihan Nissan adalah pengurangan jumlah karyawan secara besar-besaran. Sebanyak 11 ribu PHK akan dilakukan di berbagai divisi, mulai dari penjualan, administrasi umum, riset dan pengembangan, hingga sektor manufaktur.
Jumlah ini merupakan tambahan dari 9.000 PHK yang sebelumnya telah diumumkan, sehingga total pengurangan tenaga kerja mencapai 20 ribu orang secara global. Langkah ini dinilai sangat berat, namun dianggap perlu oleh manajemen untuk menyelamatkan masa depan perusahaan.
Tak hanya itu, Nissan juga mengumumkan akan menutup tujuh pabrik pada tahun fiskal Jepang 2027, jumlah yang meningkat dari rencana sebelumnya yang hanya tiga. Setelah penutupan ini, hanya 10 pabrik yang akan tetap beroperasi.
Meskipun belum dijelaskan secara rinci pabrik mana saja yang akan ditutup, keputusan ini dipastikan akan berdampak besar terhadap operasi global perusahaan. Selain itu, proyek pembangunan pabrik baterai di Kyushu, Jepang, yang semula dirancang untuk mendukung transisi ke kendaraan listrik, juga dibatalkan.
2. Penurunan penjualan dan laba jadi pemicu utama

Selama 12 bulan yang berakhir pada 31 Maret 2025, Nissan mengalami penurunan penjualan kendaraan sebesar 2,8 persen dibanding tahun sebelumnya, dengan total penjualan sebanyak 3,35 juta unit. Yang lebih memprihatinkan, laba operasional anjlok hingga 88 persen menjadi hanya Rp7,8 triliun.
Angka ini menjadi peringatan keras bahwa model bisnis dan operasional Nissan perlu ditata ulang agar tetap relevan di tengah persaingan industri otomotif yang semakin kompetitif, terutama dengan maraknya kendaraan listrik dan efisiensi tinggi dari produsen lain.
CEO baru Nissan, Ivan Espinosa, menyatakan bahwa langkah-langkah ini sangat menyakitkan namun penting. Ia mengakui bahwa perusahaan menghadapi tantangan besar dan perlu segera bergerak cepat untuk menyeimbangkan struktur biaya dan memperbaiki profitabilitas.
Re:Nissan menargetkan penghematan sebesar 500 miliar yen atau sekitar Rp56,6 triliun dalam waktu dekat dan berharap bisa kembali mencetak keuntungan operasional antara April 2026 hingga Maret 2027.
3. Target efisiensi dan penyederhanaan proses produksi

Selain pemangkasan tenaga kerja, Nissan juga berkomitmen untuk merampingkan proses produksi dan pengembangan produknya. Salah satu target utama adalah mengurangi biaya per jam di divisi riset dan pengembangan sebesar 20 persen. Perusahaan juga menargetkan untuk mengurangi kompleksitas suku cadang hingga 70 persen, serta menyederhanakan platform kendaraan dari 13 platform saat ini menjadi hanya 7 pada tahun 2035.
Waktu pengembangan kendaraan juga akan dipercepat, dari sebelumnya 37 bulan menjadi hanya 30 bulan. Dengan langkah ini, Nissan berharap dapat merespons tren pasar dengan lebih gesit dan efisien. Selain itu, rencana merger yang sebelumnya sempat dibahas bersama Honda dan Mitsubishi kini resmi dibatalkan. Nissan memilih jalur mandiri dengan fokus membenahi internal perusahaan dan membangun kembali daya saingnya dari dalam.
Restrukturisasi besar-besaran ini menandai babak baru bagi Nissan. Meski jalannya penuh tantangan, perusahaan berharap bisa kembali menjadi pemain kuat di industri otomotif global dengan model bisnis yang lebih ramping, inovatif, dan berkelanjutan.