Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Modifikasi Motor Sering Disebut Racun?

Ilustrasi modifikasi motor (pexels/Péter Borkó)
Ilustrasi modifikasi motor (pexels/Péter Borkó)
Intinya sih...
  • Modifikasi motor bikin ketagihan dan berpotensi membuat boros, overthinking, dan stres jika tidak sesuai harapan.
  • Perubahan kecil membuat motor terasa lebih personal, memicu keinginan untuk modifikasi lebih lanjut dan terus-menerus.
  • Modifikasi motor bisa jadi pelampiasan ekspresi emosi, namun harus tetap realistis dan sesuai kebutuhan agar tidak membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Kalau kamu pernah ngeliat motor keren lewat depan mata, terus dalam hati bilang, "Wah, setangnya keren banget. Ganti punya gue, ah!". Kalau hatimu berkata demikian, maka kamu sudah terpapar racun modifikasi. 

Modifikasi motor memang punya daya tarik sendiri. Tapi, di balik daya tariknya itu, ada efek samping yang sering nggak disadari: bikin ketagihan. Dan bukan cuma ketagihan, kamu bisa mulai boros, overthinking, bahkan stres kalau hasilnya nggak sesuai harapan.

1. Sekali modif, rasanya pengen lagi dan lagi

Ilustrasi modifikasi motor (pexels/Dmitry Ovsyannikov)
Ilustrasi modifikasi motor (pexels/Dmitry Ovsyannikov)

Buat para pecinta roda dua, modifikasi motor itu udah kayak virus yang nyebar lewat pandangan pertama. Awalnya cuma niat ganti spion biar beda dikit dari motor lain. Eh, lama-lama jadi pengen ganti stang, velg, jok, knalpot, sampai akhirnya nggak kerasa motor udah berubah total dari bentuk aslinya. Kalau udah masuk ke dunia modif, sekali nyoba biasanya nggak bisa berhenti.

Kenapa bisa gitu? Karena setiap perubahan kecil bikin motor terasa “lebih kamu.” Rasa puas waktu liat hasilnya bikin nagih. Ditambah lagi, ketika liat motor orang lain di jalan atau media sosial, muncul lagi ide baru. Ujung-ujungnya, timbul rasa: "Ah, part ini kurang cocok. Kayaknya ganti yang lebih bagus deh." Dan siklus itu terus berulang, kayak lagi ngejar “motor ideal” yang nggak ada habisnya.

2. Modifikasi bukan cuma gaya, tapi juga perasaan

Ilustrasi modifikasi motor (pexels/Gaurav Kumar)
Ilustrasi modifikasi motor (pexels/Gaurav Kumar)

Kalau kamu tanya ke orang yang hobi modif, mereka bakal bilang: “Bukan soal gaya doang, tapi soal rasa.” Bener banget! Karena modifikasi itu sering kali datang dari dorongan emosi—biar lebih puas, biar lebih percaya diri, biar tampil beda. Bahkan kadang, meskipun orang lain nggak ngeh bedanya, yang penting kita sendiri puas.

Modif juga sering jadi pelampiasan ekspresi. Lagi suntuk? Buka marketplace, cari part baru. Lagi gajian? Langsung check out handle rem atau lampu sen model baru. Biarpun kecil, ada kepuasan tersendiri saat berhasil pasang sendiri atau lihat hasilnya terpasang di motor kesayangan.

3. Harus bijak, biar gak kebablasan

Ilustrasi modifikasi motor (pexels/FBO Media)
Ilustrasi modifikasi motor (pexels/FBO Media)

Modifikasi motor sah-sah aja, bahkan bisa jadi hobi yang menyenangkan. Tapi tetap harus pakai rem, bukan cuma gas doang. Kalau udah jadi candu, kadang kita jadi nekat beli part yang sebenernya belum butuh, atau malah sampai utang cuma buat upgrade tampilan. Padahal, motor itu tujuannya buat dipakai harian—bukan buat disimpan karena terlalu sayang dibawa keluar.

Selain itu, modifikasi yang terlalu ekstrem bisa bikin motor jadi nggak nyaman dipakai atau malah melanggar aturan. Misalnya, ganti knalpot bising yang bisa ganggu orang lain, atau pakai ban cacing yang nggak aman buat jalanan umum. Belum lagi, makin banyak part modifan, makin repot juga kalau rusak atau dijual lagi.

Intinya, modifikasi boleh banget, asal tetap realistis dan sesuai kebutuhan. Jangan sampai karena pengen tampil beda, kamu jadi boros, ribet, atau bahkan bahaya di jalan. Jadi, modifikasi motor itu memang seperti racun yang manis—sekali coba, bisa bikin ketagihan. Tapi biar tetap asik, kamu harus tahu batasannya.

Nikmati prosesnya, jangan terburu-buru, dan selalu utamakan kenyamanan, keamanan, serta fungsi utama motormu. Karena motor yang keren itu bukan cuma soal tampilan, tapi juga gimana kamu ngerasainnya setiap hari.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwi Agustiar
EditorDwi Agustiar
Follow Us