Ilustrasi pabrik. (ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho)
Menanggapi hal tersebut, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira dengan tegas menggolongkan kinerja investasi pemerintahan Jokowi sebagai sebuah kegagalan. Hal itu lantaran serapan tenaga kerja atas investasi yang masuk tidak berkualitas.
"Kinerja realisasi investasi 10 tahun ini makin tidak berkualitas. Bisa dibilang gagal menciptakan lapangan pekerjaan. Buat apa investasi, kalau nggak mah dari domestik aja," ujar Bhima kepada IDN Times, Rabu (16/10/2024).
Meski begitu, Bhima mengakui bahwa secara nominal angka investasi yang datang ke Indonesia cenderung mengalami kenaikan. Namun, kualitas serapan tenaga kerjanya cenderung menurun.
Bhima bilang, setiap Rp1 triliun yang masuk saat ini menciptakan tenaga kerja semakin kecil. Pada 2014, setiap Rp1 triliun investasi baik dari asing (PMA) maupun dalam negeri (PMDN) mampu menyerap 3.313 orang tenaga kerja.
Sementara pada 2023, setiap Rp1 triliun realisasi investasi hanya mampu menyerap 1.283 orang tenaga kerja.
"Jadi elastisitas serapan tenaga kerja ini membuktikan bahwa investasinya selama 10 tahun Jokowi ini semakin padat modal. Kedua, belum mampu mendorong transfer teknologi. Ketiga, antara investasi yang padat modal itu tidak bersambut dengan kebutuhan dari sisi tenaga kerja lokal," tutur Bhima.
Tenaga kerja lokal, sambung Bhima, belum mampu terserap secara maksimal ke investasi yang masuk terutama pada investasi sektor hilirisasi tambang.
"Dengan begitu, sebagian kan pada waktu awal pendirian pabrik smelter itu tenaga kerja asing mengalami lonjakan cukup besar," ujar Bhima.