TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mantan Wamendag Ingatkan Pemerintah PSBB Picu Krisis Pangan

Dia menyebut 'jangan sampai obat membunuh penyakit'

Gubernur Jambi, Fachrori Umar meninjau ketersediaan bahan pangan pokok di Pasar Angso Duo, Kamis (2/4)/IDN Times/Dokumentasi Biro Humas dan Protokol Jambi

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 memaksa pemerintah untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Namun, hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan krisis pangan karena logistik pangan yang masuk terhambat.

Wakil Menteri Pertanian 2010 -2011, Bayu Krisnamurti, mengatakan sejatinya sebelum adanya COVID-19 masalah di sektor pangan sudah terjadi. Akan tetapi, pandemik ini menambah masalah di sektor tersebut.

"Masalah logistik kalau dilihat dari sisi COVID membatasi mobilitas masyarakat keharusan. Tapi kalau itu gak dilakukan, mana yang karena ketidaklancaran logistik , angkutan itu mana karena masalah sebelumnya. Atau yang mungkin serius akibat PSBB, " ucapnya dalam Webinar Ketahanan Pangan Selama dan Pasca-COVID-19 Bersama Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Kamis (14/5).

Baca Juga: Jaga Ketersediaan Pangan, BPPSDMP Kementan dan IPB Buat Strategi Ini

1. Jangan sampai kebijakan-kebijakan untuk memutus mata rantai corona malah membunuh

Dr. Bayu Krisnamurthi di IDN Media HQ (IDN Times/Muhammad Athif Aiman)

Mantan Wakil Menteri Perdagangan ini mengatakan jangan sampai kebijakan untuk memutus mata rantai virus corona tersebut malah "membunuh" karena perdagangan tidak berjalan lancar. 

"Jangan sampai obat justru sampai membunuh, saya memakai metafora. Obatnya lebih banyak membunuh penyakitnya. Membatasi mobilitas adalah keharusan, kita tahu persis," kata dia.

Beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengatakan masyarakat harus bisa hidup berdamai dengan kondisi pandemik virus corona selama vaksin belum ditemukan. Bayu mengartikan kalimat tersebut sebagai pesan Presiden untuk "tetap bisa menjaga perdagangan, mobilitas dan logistik berjalan."

2. Masalah pangan tidak hanya dapat dilihat dari kecukupan sektor per sektor

IDN Times / Nana Suryana

Saat ini, kata dia, cara-cara lama sebaiknya tidak lagi digunakan untuk mengatasi krisis pangan bagi konsumen. Di tengah COVID-19, menurut dia, yang dibutuhkan konsumen bukan hanya kecukupan pangan per komiditas, melainkan hal-hal yang melengkapi komoditas tersebut bisa tersedia secara bersama-sama.

"Masak iya, kita masih menghitung produksi satu demi satu. Kita sudah dihajar COVID yang belum pernah terjadi. Ternyata masih menggunakan prinsip yang sama 40 tahun yang lalu dalam melihat pangan," katanya,.

Dia memberi contoh misalnya dalam situasi PSBB seperti saat ini, pemerintah mengizinkan orang tetap bekerja di industri makanan karena bekerja di industri strategis. Tapi, industri lain yang mendukung industri makanan tidak diperbolehkan bekerja.

"Pabrik plastik gak boleh. Gimana caranya kita menyajikan makanan olahan wong kemasannya dari plastik, karena dianggap bukan industri strategic," ujarnya.

Baca Juga: Terjadi Deflasi Bahan Pangan, Jokowi: Daya Beli Masyarakat Menurun 

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya