Risiko Utang Tiongkok Naik, Perhatikan 3 Tanda Penting Ini
Default obligasi korporasi Tiongkok naik pesat sejak 2014
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times – Ekonomi Tiongkok sedang menjadi sorotan. Ini dikarenakan tingkat utang nasional Tiongkok telah naik hampir empat kali lipat dari produk domestik bruto (PDB), sementara semakin banyak obligasi korporasi yang gagal bayar (default) dalam 18 bulan terakhir.
Namun, meskipun default terbaru mewakili sebagian kecil dari pasar obligasi Tiongkok yang senilai 13 triliun dolar Amerika Serikat (AS), beberapa kasus profil tinggi telah mengguncang investor. Apalagi selama ini ada persepsi umum yang tertanam bahwa pemerintah Tiongkok tidak akan membiarkan perusahaan yang didukung negara mengalami gagal bayar.
Salah satu kasus gagal bayar yang telah menakuti investor yaitu yang melibatkan Huarong Asset Management Co. Perusahaan gagal mencatat pendapatannya tepat waktu dan jumlah obligasi berdenominasi dolar AS-nya telah merosot.
Analis mengatakan kasus seperti ini menandakan bahwa ‘jaminan implisit’ negara berubah ketika pemerintah mencoba meningkatkan kualitas pasar obligasi dengan menyingkirkan perusahaan yang lebih lemah, dan memungkinkan beberapa diferensiasi terjadi dalam industri.
Ketika pertumbuhan Tiongkok melambat, pihak berwenang mencari keseimbangan yang lebih baik antara mempertahankan kontrol dan mengizinkan beberapa kekuatan yang didorong pasar ke dalam ekonomi untuk mempertahankan pertumbuhan dalam jangka panjang.
Pada paruh pertama tahun ini, jumlah total obligasi korporasi yang gagal bayar di Tiongkok berjumlah 62,59 miliar yuan atau 9,68 miliar dolar AS. Angka ini adalah yang terbesar untuk periode paruh pertama sejak 2014, menurut data dari Fitch Ratings.
Dari jumlah 62,59 miliar yuan itu, default oleh perusahaan milik negara berkontribusi lebih dari setengah jumlah itu, yakni sekitar 35,65 miliar yuan.
Untuk keseluruhan tahun 2020, default obligasi berjumlah 146,77 miliar yuan, peningkatan besar dari enam tahun lalu pada 2014, menurut Fitch. Pada 2014, default hanya mencapai 1,34 miliar yuan, dan tidak ada default oleh perusahaan milik negara, kata lembaga pemeringkat tersebut.
Di tengah banyaknya laporan gagal bayar oleh perusahaan milik negara ini, para ekonom mengatakan bahwa investor perlu untuk fokus pada tiga perkembangan penting, yaitu sebagai berikut:
Baca Juga: Utang RI Naik Terus, BPK Khawatir Pemerintah Tak Sanggup Bayar
1. Obligasi default di wilayah abu-abu pemerintah daerah
Larry Hu, kepala ekonom China di Macquarie, mengatakan hal utama yang perlu diperhatikan dalam kasus ini yaitu obligasi yang diterbitkan oleh kendaraan pembiayaan pemerintah daerah (local government financing vehicles/LGFV).
Perusahaan-perusahaan ini biasanya dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah lokal dan regional di Tiongkok, dan didirikan untuk mendanai proyek infrastruktur publik. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan tersebut telah melonjak di tengah dorongan infrastruktur karena ekonomi Tiongkok membaik.
“Banyak LGFV bahkan lebih buruk daripada yang disebut perusahaan Zombie, dalam arti bahwa mereka tidak dapat membayar bunga, juga pokoknya sendiri,” kata Larry Hu, dalam catatan 25 Juni. Perusahaan zombie adalah perusahaan yang berhutang banyak dan bergantung pada pinjaman dan subsidi pemerintah untuk tetap hidup. “Mereka bisa bertahan hanya karena dukungan dari pemerintah.”
“Tahun 2021 adalah kesempatan untuk mematahkan jaminan implisit, karena ini adalah pertama kalinya dalam satu dekade pembuat kebijakan tidak perlu khawatir tentang target pertumbuhan PDB. Akibatnya, mereka dapat mentolerir lebih banyak risiko kredit,” kata Hu, sebelum menambahkan bahwa hanya masalah waktu sebelum default obligasi LGFV terjadi.
Pada 2015, produsen peralatan listrik Baoding Tianwei menjadi perusahaan milik negara pertama yang gagal membayar utangnya, setelah terjadi default pertama di pasar obligasi dalam negeri (onshore) modern Tiongkok setahun sebelumnya.
Nomura mengatakan LGFV adalah “fokus utama” dari pengetatan Tiongkok, dan mencatat bahwa obligasi yang diterbitkan oleh sektor tersebut melonjak ke rekor 1,9 triliun yuan (292,87 miliar dolar AS) tahun lalu, dari hanya 0,6 triliun yuan pada 2018.