TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Sebut Bisnis di Hong Kong Berisiko, Tiongkok Sanksi Pejabat AS

Pejabat yang dijatuhi sanksi termasuk mantan Mendag AS

Anggota staf Tiongkok menyesuaikan bendera Amerika Serikat dan Tiongkok sebelum sesi pembukaan negosiasi dagang antara perwakilan dagang Amerika Serikat dan Tiongkok di Diaoyutai State Guesthouse di Beijing, Tiongkok, pada 14 Februari 2019. ANTARA FOTO/Mark Schiefelbein/Pool via REUTERS/File Photo

Jakarta, IDN Times – Tiongkok menjatuhkan sanksi kepada tujuh orang pejabat Amerika Serikat (AS), termasuk mantan Menteri Perdagangan di era mantan Presiden Donald Trump, Wilbur Ross.

Sanksi yang diumumkan pada Jumat (23/7/2021) itu dijatuhkan sebagai tanggapan atas langkah AS yang telah lebih dulu menerapkan hukuman pada pejabat Tiongkok karena dianggap turut andil dalam menekan demokrasi di Hong Kong.

Baca Juga: AS-Tiongkok Lakukan Pembicaraan, Cari Solusi Perang Dagang?

1. Tentang sanksi baru Tiongkok

Mantan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Wilbur Ross. (Twitter.com/SecretaryRoss)

Menurut CNBC, sanksi balasan itu diberlakukan di bawah Undang-Undang Anti-Sanksi Asing Tiongkok yang baru, yang disahkan pada Juni.

Sanksi tersebut juga merupakan tanggapan terhadap peringatan AS baru-baru ini kepada perusahaannya, di mana AS menyebut ada risiko untuk perusahaan dari melakukan bisnis di Hong Kong.

Sanksi-sanksi itu juga diumumkan hanya beberapa hari sebelum Wakil Menteri Luar Negeri Wendy Sherman mengunjungi Tiongkok. Kunjungan ini akan menjadikannya sebagai pejabat AS paling senior yang mengunjungi Tiongkok selama pemerintahan Presiden Joe Biden.

2. Pejabat AS yang terkena sanksi

Mantan Presiden Donald J. Trump (Instagram.com/whitehouse)

Ross yang dijatuhi sanksi adalah seorang pengusaha dan investor miliarder. Ia telah melakukan bisnis di Tiongkok. Sebagai Menteri Perdagangan di era Trump, dia adalah salah satu tokoh yang banyak mewakili Trump dalam urusan perang dagangnya dengan Tiongkok.

Selain Ross, pejabat lain yang terkena sanksi termasuk Carolyn Bartholomew, ketua Komisi Peninjauan Keamanan Ekonomi AS-Tiongkok; Jonathan Stivers, mantan direktur staf Komisi Eksekutif Kongres untuk Tiongkok; dan Sophie Richardson, direktur China Human Rights Watch.

Selain itu, ada juga DoYun Kim dari Institut Demokrasi Nasional untuk Urusan Internasional; Adam Joseph King, manajer program senior Institut Republik Internasional dan Dewan Demokrat Hong Kong.

Baca Juga: AS Peringatkan Perusahaan di Hong Kong soal Ancaman Kena UU Tiongkok

3. Tanggapan Tiongkok

Presiden Tiongkok, Xi Jinping, tiba pada upacara penyerahan medali untuk pejabat tinggi nasional dan asing pada kesempatan peringatan 70 tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok di Balai Agung Rakyat di Beijing, Tiongkok, pada 29 September 2019. ANTARA FOTO/REUTERS/Thomas Peter

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Zhao Lijian dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa apa yang dilakukan AS terkait Hong Kong adalah menyalahi aturan. Sebab, langkah mereka tersebut terlalu mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.

“Saya ingin menekankan sekali lagi bahwa Hong Kong adalah Daerah Administratif Khusus China dan urusannya merupakan bagian integral dari urusan dalam negeri China,” katanya. “Setiap upaya oleh kekuatan eksternal untuk ikut campur dalam urusan Hong Kong akan sia-sia seperti semut yang mencoba mengguncang pohon besar.”

Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pada konferensi pers Jumat bahwa AS mengetahui sanksi terbaru Tiongkok. Ia mengatakan AS tidak terpengaruh oleh tindakan tersebut dan tetap berkomitmen penuh untuk menerapkan semua sanksi AS yang relevan terhadap mereka yang bertanggung jawab.

“Tindakan ini adalah contoh terbaru tentang bagaimana Beijing menghukum warga negara, perusahaan, dan organisasi masyarakat sipil sebagai cara untuk mengirim sinyal politik dan selanjutnya menggambarkan iklim investasi yang memburuk di RRT dan meningkatnya risiko politik,” kata Psaki pada briefing tersebut.

Ia menambahkan bahwa sanksi ini sama seperti sanksi-sanksi sebelumnya yang juga tak berdasar.

Baca Juga: Biden: Amerika Serikat Merdeka dari COVID-19, tapi Dijajah Pandemik

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya