Begini Perbedaan Tarif Tax Amnesty Jilid I dan II
Pemerintah bakal kembali menerapkan kebijakan tax amnesty
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Satu hal yang membedakan kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid I dan II ada pada skema tarifnya. Tarif pajak yang ditetapkan oleh pemerintah dalam tax amnesty jilid II lebih tinggi dibandingkan tax amnesty jilid I.
Di dalam kebijakan tax amnesty jilid I, tarif yang ditetapkan pada bulan pertama hingga ketiga 2016 adalah dua persen. Kemudian, tarif amnesti pajak pada bulan keempat hingga 31 Desember 2016 adalah sebesar tiga persen dan meningkat menjadi lima persen pada periode 1 Januari-31 Maret 2017.
Ketentuan tersebut diberikan terhadap harta milik Wajib Pajak (WP) yang ada di dalam negeri atau luar negeri yang diinvestasikan di Indonesia selama tiga tahun.
Kemudian, ketentuan tarif pajak pada tax amnesty jilid I lainnya adalah sebesar empat persen untuk bulan pertama hingga ketiga tahun 2016. Lalu, sebesar enam persen dan 10 persen secara berturut untuk periode bulan keempat hingga 31 Desember 2016 dan 1 Januari-31 Maret 2017.
Ketentuan tarif tersebut berlaku terhadap harta milik WP yang ada di luar negerti, tetapi tidak dialihkan ke dalam negeri.
Baca Juga: Ada Tax Amnesty Jilid II, Simak Skemanya!
1. Skema tarif pajak pada tax amnesty jilid II untuk WP dengan harta sejak 1985-2015
Pemerintah mengatur skema tarif pajak dalam program tax amnesty jilid II di Rancangan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang akan segera disahkan dalam Sidang Paripurna DPR RI pekan depan.
Di dalamnya, terdapat ketentuan yang mengatur tax amnesty jilid II atau yang disebut sebagai Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak. Bagi WP yang yang memiliki harta bersih (nilai harta dikurangi nilai utang) sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015, maka harta bersih tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final.
WP tersebut dikenakan tarif PPh final di kisaran 6-11 persen. Besaran tarif ditentukan dengan kesediaan WP menginvestasikan dananya di kegiatan sektor tertentu maupun surat berharga negara (SBN).
Adapun, skemanya adalah sebagai berikut. Pertama, tarif enam persen atas harta bersih di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ketentuan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di NKRI, dan/atau di SBN.
Kedua, tarif delapan persen atas harta bersih yang berada di wilayah NKRI dan tidak diiventasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI dan/atau SBN.
Ketiga, tarif enam persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan SDA atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Keempat, tarif enam persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dengan ketentuan dialihkan ke dalam wilayah NKRI dan tidak diinvestasikan pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI, dan/atau SBN.
Kelima, tarif 11 persen atas harta bersih yang berada di luar wilayah NKRI dan tidak dialihkan ke dalam wilayah NKRI.
Untuk memperoleh tax amnesty, WP yang punya harta di luar wilayah NKRI wajib mengalihkan hartanya ke wilayah NKRI paling lambat 30 September 2022. Kemudian, WP yang menyatakan menginvestasikan harta bersihnya pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam atau sektor energi terbarukan di wilayah NKRI dan/atau ke SBN, wajib menginvestasikan harta bersih dimaksud paling lambat 30 September 2023.
"Investasi harta bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan paling singkat 5 tahun sejak diinvestasikan," bunyi pasal 7 ayat (3).
Baca Juga: RUU HPP Diketok Palu, Begini Nasib PPN Sembako dan Sekolah
Baca Juga: Sri Mulyani: RUU HPP Pijakan Penting Reformasi Perpajakan