RUU HPP Diketok Palu, Begini Nasib PPN Sembako dan Sekolah

RUU yang disahkan DPR ganti nama dari RUU KUP jadi RUU HPP

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyepakati Rancangan Undang Undang Ketentuan Umum Perpajakan (RUU KUP) yang berubah nama menjadi RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk dibawa ke Sidang Paripurna dan dijadikan Undang Undang (UU) HPP.

Informasi tersebut berasal dari cuitan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo di Twitter pada Kamis (30/9/2021). Selain menginformasikan kesepakatan pemerintah-DPR, Yustinus juga memastikan bahwa pemerintah tidak akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai alias PPN untuk sembako.

"Pemerintah dan DPR sungguh-sungguh mendengarkan dan berkomitmen terus memberikan dukungan bagi kelompok masyarakat bawah, maka barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN," tulis Yustinus di Twitternya (@prastow), seperti dikutip IDN Times, Jumat (1/10/2021).

Baca Juga: Tarif PPN Naik Jadi 11 Persen Tahun Depan

1. Delapan jenis barang dan jasa yang bebas PPN

RUU HPP Diketok Palu, Begini Nasib PPN Sembako dan SekolahIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Pengaturan terkait PPN di dalam RUU HPP tercantum dalam BAB IV. Berdasarkan draf RUU HPP yang diperoleh IDN Times, beragam jenis barang yang bebas dari PPN tercantum di dalam Pasal 16B.

Pada salah satu poin yang ada di pasal tersebut dikatakan bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak guna mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.

Adapun, pasal tersebut mengatur delapan jenis barang dan jasa yang terbebas dari PPN. Mereka adalah barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak, jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja.

Baca Juga: Ada Tax Amnesty Jilid II, Simak Skemanya!

2. Pajak untuk sembako tetap ada, tapi...

RUU HPP Diketok Palu, Begini Nasib PPN Sembako dan SekolahPedagang kebutuhan pokok di Pasar Klojen, Kota Malang mengeluh dengan kenaikan harga cabai. IDN Times/Alfi Ramadana

Kebutuhan pokok memang akhirnya menjadi barang yang terbebas dari pengenaan PPN atau pajak. Namun, hal itu bukan berarti pajak untuk sembako tersebut hilang karena Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa pemerintah bakal tetap mengenakan pajak tersebut.

Hal itu diperkuat dengan pernyataan Sri Mulyani saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI pada 13 September silam. Dalam Raker tersebut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut kembali memastikan bahwa PPN untuk sembako tidak berlaku untuk jenis-jenis sembako yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat kebanyakan.

"PPN hanya akan dikenakan untuk barang kebutuhan pokok tertentu yang dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, misalnya beras atau daging berkualitas khusus yang berharga mahal," ucap Sri Mulyani kala itu.

Ucapan Sri Mulyani itu konsisten dengan apa yang pernah dia sampaikan di akun Instagram pribadinya (@smindrawati) Juni silam. Kala itu, Sri Mulyani berkesempatan mengunjungi Pasar Santa di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Dirinya memastikan kepada pedagang yang di sana bahwa sembako yang dikenakan pajak bukan yang dijual di pasar-pasar tradisional.

"Ibu pedagang bumbu menyampaikan kekhawatirannya membaca berita tentang pajak sembako yang dikhawatirkan menaikkan harga jual. Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum," tulis menteri yang akrab disapa Ani tersebut.

Lebih lanjut Srimulyani menjelaskan pajak tidak akan asal dipungut untuk penerimaan negara. Namun, pajak disusun guna melaksanakan azas keadilan. Sri Mulyani pun kemudian menjelaskan beberapa contoh produk sembako yang bakal dikenai PPN. Produk beras memang akan dikenai pajak, tetapi beras-beras yang dijual di pasar tradisional dipastikan Sri Mulyani tidak akan dikenai pajak.

Adapun beras yang tidak dikenai pajak adalah beras produksi para petani lokal seperti Cianjur, Rojolele, Pandan Wangi, dan lainnya. Beras jenis tersebut dinilai Sri Mulyani merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional.

"Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5 hingga 10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak," kata Sri Mulyani.

Pun halnya dengan daging sapi yang terkena pajak adalah jenis premium seperti Kobe dan Wagyu dengan harga 10 hingga 15 kali lipat dibandingkan harga daging sapi biasa.

"Seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. Itu asas keadilan dalam perpajakan di mana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi," tutur Sri Mulyani.

Baca Juga: Jokowi Surati DPR Buat Gelar Pembahasan RUU PPN Sembako-Sekolah

3. Apa kabar pajak untuk sekolah?

RUU HPP Diketok Palu, Begini Nasib PPN Sembako dan SekolahPelajar Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 5 Banda Aceh mengibarkan-ngibarkan bendera merah putih pada pencanangan program Sekolah Ramah Anak di Banda Aceh, Aceh, Kamis (7/11/2019). Sekolah ramah anak merupakan program pendidikan formal, nonformal dan informal yang aman, bersih, sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup serta menghargai hak-hak anak maupun perlindungan dari diskriminasi hingga kekerasan di lingkup sekolah. (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

Kebijakan pengenaan pajak untuk jasa pendidikan atau sekolah pun turut menjadi polemik jauh sejak RUU HPP masih bernama RUU KUP.

PPN sekolah menjadi salah satu isu yang menyedot perhatian publik. Para pelaku dunia pendidikan muncul mempertanyakan tujuan pemerintah menelurkan wacana pajak untuk sekolah di saat tingkat pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan.

Namun, keberadaan draf RUU HPP yang terbaru menyatakan bahwa pendidikan atau sekolah masuk ke dalam jenis yang tidak akan dikenakan PPN atau pajak. Pengenaan pajak untuk jasa pendidikan berlaku secara khusus seperti yang disampaikan oleh Sri Mulyani di depan Komisi XI DPR RI.

"Untuk jasa pendidikan, pengenaan PPN ditujukan untuk jasa pendidikan yang diselenggarakan oleh pendidikan yang bersifat komersial dan lembaga pendidikan yang tidak menyelenggarakan kurikulum minimal yang dipersyaratkan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional," tutur dia.

Ada kriteria khusus bagi sekolah yang menjadi objek penarikan PPN tersebut. Sri Mulyani menjelaskan, penarikan PPN di sektor jasa pendidikan bakal diterapkan terhadap sekolah-sekolah dengan biaya atau SPP tinggi.

"Ini juga untuk membedakan terhadap jasa pendidikan yang diberikan secara masif oleh pemerintah dan lembaga-lembaga sosial lain dibandingkan yang memang men-charge tuition atau SPP yang luar biasa tinggi," ujar dia.

Selain itu, Sri Mulyani juga memastikan sekolah-sekolah umum dan madrasah tidak akan masuk dalam skema penarikan PPN tersebut.

"Dengan demikian, madrasah dan lain-lain tentu tidak akan dikenakan di dalam skema ini," katanya.

Di dalam draf RUU HPP, fasilitas pembebasan PPN yang diberikan untuk jasa pendidikan meliputi jasa pendidikan sekolah dan jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.

Adapun jasa pendidikan sekolah yang dimaksud adalah pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidian luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya