[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19

Dihajar pandemik, begini perjalanan ekonomi RI selama 2020

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 benar-benar membuat ekonomi dalam negeri babak belur. Sama seperti dengan kondisi ekonomi global, perekonomian Indonesia terpuruk sepanjang tahun ini. Sebagian besar sektor yang menggerakan roda perekonomian terdampak bahkan sempat terhenti. 

Pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengurangi penyebaran virus corona. Imbasnya, banyak sektor usaha yang terdampak dan terpaksa merumahkan karyawannya hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Daya beli masyarakat pun drop. Mereka yang kehilangan penghasilan hingga mengalami ketidakpastian, mendorong terjadinya pelemahan konsumsi masyarakat. Mereka yang ada di golongan menengah atas pun ikut menahan uangnya lantaran ketidakpastian dari COVID-19.

Ada sejumlah sektor yang paling besar merugi seperti pariwisata, ritel, dan transportasi. Namun, ada pula yang justru berkembang di tengah kondisi yang penuh pembatasan yakni ekonomi digital. Seperti apa perjalanan berbagai sektor yang menonjol tersebut dan bagaimana pengaruhnya pada pertumbuhan ekonomi Indonesia? Berikut kilas baliknya.

1. Pertumbuhan ekonomi ke jurang resesi

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Ilustrasi Resesi (IDN Times/Arief Rahmat)

Membuka lembaran baru di 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia nyatanya tidak membaik dari tahun sebelumnya. Merasakan efek COVID-19 sejak Maret, pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I 2020 tercatat sebesar 2,97 persen. Angka ini turun signifikan dibandingkan kuartal IV 2019 yang sebesar 4,97 persen. 

Kepala BPS Suhariyanto sempat mengatakan penurunan ini merupakan yang terendah sejak 2001. "Tetapi ini tidak bisa dibandingkan seperti itu karena situasi yang dihadapi berbeda, diliputi ketidakpastian," ujarnya dalam video conference, Selasa (5/5/2020).

Dikutip IDN Times dari data BPS, pada 2001, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 3,32 persen. Rinciannya, triwulan I sebesar 4,80 persen, triwulan II sebesar 3,79 persen, triwulan III sebesar 3,15 persen dan triwulan IV sebesar 1,60 persen.

Pada kuartal II 2020 atau periode April-Juni, pertumbuhan Indonesia bahkan terperosok hingga minus 5,32 persen. Mulai dari sini, Indonesia menapakkan satu kakinya di jurang resesi. Pada akhir kuartal III, Indonesia resmi resesi lantaran pertumbuhan ekonominya mengalami minus selama dua kuartal berturut-turut. Angka pertumbuhan ekonomi kuartal III tercatat sebesar minus 3,49 persen (yoy).

Namun, jika dibandingkan triwulan II, ekonomi tumbuh positif 5,05 persen. Meski ada perbaikan, tapi tren kontraksi masih berlanjut. "Secara kumulatif triwulan I-III, itu masih mengalami kontraksi 2,03 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, 5 November 2020.

Kondisi ekonomi Indonesia yang mengalami resesi sudah diprediksi banyak pihak, termasuk Presiden Joko "Jokowi" Widodo. "Di kuartal III kita juga mungkin sehari, dua hari, ini akan diumumkan oleh BPS, juga masih berada di angka minus. Perkiraan kita di angka minus tiga. Naik sedikit," kata Jokowi di channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin 2 November 2020.

Ekonom senior Rizal Ramli menyatakan bahwa perekonomian Indonesia sudah masuk dalam resesi sejak kuartal II tahun 2020. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 sebesar 2,97 persen sudah mengalami kontraksi 2 persen dibandingkan dengan kuartal IV 2019 yang tumbuh 4,97 persen.

"Kemudian pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi terkontraksi 5,32 persen atau minus 4,19 persen ketimbang kuartal I 2020. Kalau berdasarkan rumusan dunia internasional bila ekonomi terus merosot selama dua kuartal ya berarti resesi," ujar mantan Menko Bidang Kemaritiman tersebut.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Kebijakan di BUMN Era Erick Thohir Sepanjang 2020 

2. Pertumbuhan utang bengkak

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Ilustrasi Utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Pandemik telah membuat utang Indonesia kian bengkak karena pemerintah butuh biaya besar dalam penanganan COVID-19 dan stimulus untuk pemulihan ekonomi nasional. Utang luar negeri Indonesia sampai saat ini, sebesar 413,4 miliar dolar AS atau setara Rp5.828,9 triliun (kurs Rp14.100 per dolar AS). Sedangkan perhitungan jumlah ULN untuk periode dua bulan terakhir dalam kuartal IV akan dirilis pada 2021.

ULN per Oktober 2020 tersebut terdiri dari utang sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 202,6 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 210,8 miliar dolar AS.

Selain itu, Indonesia dalam beberapa kesempatan terakhir, juga menambah utang bilateralnya dengan beberapa negara. Dengan Jepang misalnya, mereka memberi Indonesia pinjaman sebesar 50 miliar yen atau setara dengan Rp6,9 triliun.

Selain Jepang, ada Australia yang juga memberi pinjaman ke Indonesia. Nilainya relatif kecil, namun mencapai dua kali lipat dibanding Jepang. Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan pinjaman dari Australia kepada Indonesia sebesar 1,5 miliar dolar Australia atau setara Rp15,4 triliun (kurs Rp10.300) dengan masa pembayaran kembali selama 15 tahun.

Pinjaman ini ditujukan untuk mendukung Program COVID-19 Active Response and Expenditure Support (CARES), yang dikoordinasikan oleh Asian Development Bank (ADB)

Setelah menerima pinjaman dari pemerintah Australia, pemerintah Indonesia kembali menarik pinjaman kali ini dari pemerintah Jerman senilai 550 juta Euro atau kurang lebih Rp9,1 triliun. Pemberian pinjaman tersebut ditandatangani oleh Kepala Bagian Sustainable Economic Development East and South East Asia, Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) Florian Sekinger dan Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman pada pekan lalu.

Selain itu, Indonesia juga mendapatkan kucuran pinjaman dari Bank Dunia. Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia menyetujui pendanaan sebesar 250 juta dolar AS untuk program Indonesia COVID-19 Emergency Response. Kementerian Keuangan menyatakan dana pinjaman ini akan mendukung Indonesia mengurangi risiko penyebaran, meningkatkan kemampuan mendeteksi, serta meningkatkan tanggapan terhadap pandemik COVID-19.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut bahwa utang semua negara mengalami lonjakan. Hal itu terjadi lantaran negara-negara tersebut menerapkan kebijakan countercyclical sebagai upaya mitigasi bencana COVID-19. Sri Mulyani mengungkapkan bahwa negara-negara G20 mengalami kenaikan utang rata-rata 30-50 persen.

"(Utang) Indonesia di sekitar 30 persen, sekarang naik ke 36-37 persen tapi kita tetap waspada menjaga semua lini agar ekonomi membaik," ujar mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu dalam acara APBN KiTa yang ditayangkan secara virtual, 23 November 2020.

 

3. Transportasi "lumpuh"

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Infografik PSBB DKI Jakarta (IDN Times/Sukma Sakti)

Pandemik COVID-19 telah memicu penerapan penguncian (lockdown) dan pembatasan besar-besaran di berbagai penjuru dunia. Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus COVID-19 pada 2 Maret 2020. Sejak saat itu, kasus dilaporkan semakin meningkat di berbagai wilayah, dan pemerintah pun mulai memberlakukan berbagai pembatasan guna mencegah penyebaran wabah lebih luas.

Enggan memilih lockdown, Indonesia memilih menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Saat PSBB berlangsung di beberapa wilayah Indonesia, orang-orang diimbau untuk tidak bepergian, baik antarkota, provinsi maupun negara. Di Jakarta, pemerintah memberlakukan PSBB pertama kali pada 10 April lalu. Pembatasan ketat diperpanjang hingga tiga putaran, masing-masing sepanjang 14 hari.

Akibatnya, sektor transportasi mengalami kelumpuhan. Perjalanan orang mengalami penurunan yang sangat signifikan. Bahkan, menurut laporan Kamar Dagang dan Industri (Kadin), jumlah pendapatan di sektor transportasi langsung mengalami penurunan hingga 50 persen di awal masuknya pandemik di Indonesia.

“Pelaku usaha sangat memahami tujuan dari kebijakan tersebut. Hanya saja, di saat bersamaan terjadi penurunan omzet angkutan jalan sejak dua bulan lalu. Penurunan omzet angkutan barang telah mencapai 25 persen hingga 50 persen,” ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perhubungan, Carmelita Hartoto di Jakarta, sebagaimana dimuat dalam situs resmi Kadin, Minggu 12 April.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penumpang dalam negeri mengalami penurunan signifikan sejak April 2020, saat kasus pandemik COVID-19 meningkat di Indonesia. Penurunan itu terjadi secara merata, mulai dari penumpang angkutan kereta api, angkutan laut, maupun udara.

Pada April, jumlah pengguna kereta api hanya sekitar 5,8 juta orang, turun dari 23,4 juta pada Maret. Angka itu juga jauh lebih rendah dari setahun sebelumnya atau April 2019 yang mencapai 35,8 juta penumpang. Jumlah penumpang kereta api terus rendah hingga September 2020, di mana tiap bulannya tidak pernah mencapai 13 juta penumpang.

Di sisi angkutan laut, penurunan juga terjadi. Pada April 2020, hanya ada sekitar 560 ribu pengguna angkutan laut, turun dari 1,9 juta di Maret. Pada April 2019, angka pengguna angkutan laut adalah sebanyak 1,8 juta.

Sementara itu di sisi angkutan udara, hanya ada 838 ribu penumpang di April, turun dari sekitar 4,5 juta pada Maret dan 5,6 juta pada April 2019. Setelahnya hingga September 2020, jumlah pengguna angkutan udara tidak pernah melampaui 2 juta penumpang per bulannya.

Dari ketiga moda transportasi tersebut, penurunan paling rendah terjadi di bulan Mei 2020, di mana hanya ada 5,4 juta pengguna angkutan kereta api, 276 ribu pengguna angkutan laut, dan 87 ribu pengguna angkutan udara, menurut laporan Perkembangan beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia November 2020 oleh BPS.

4. Gelombang PHK melanda

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Sejak PSBB pertama kali diberlakukan pada April 2020, sejumlah sektor usaha harus tutup dan kegiatan perkantoran di prioritaskan untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Kegiatan masyarakat juga dibatasi. Hal itu berimbas pada banyaknya sektor usaha yang terpaksa harus gulung tikar.

Mereka yang mampu bertahan terpaksa harus mengurangi karyawannya, ada yang dirumahkan, ada juga yang harus dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Nama-nama perusahaan besar tidak luput dari hantaman virus corona. Beberapa perusahaan telah melakukan PHK dan merumahkan karyawannya.

Sebut saja PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) sebagai pemegang lisensi gerai KFC pada masa pandemik telah melakukan penutupan 115 gerai di seluruh Indonesia. Selain itu, ada sebanyak 4.988 karyawan yang dirumahkan. Begitu pula PT Matahari Departement Store Tbk atau Matahari Store telah merumahkan sebanyak 5.623 orang karyawan pada Juni.

Ketua Umum Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah pada 28 September mengatakan ada sekitar 1,5 juta tenaga kerja di pusat perbelanjaan yang terpaksa dirumahkan atau berkurang pendapatannya. Angka ini adalah setengah dari total pegawai pusat perbelanjaan yang jumlahnya mencapai tiga juta orang.

Gojek Indonesia juga akhirnya melakukan kebijakan PHK kepada 430 karyawan pada Rabu 24 Juni 2020. Langkah tersebut dilakukan sebagai bentuk restrukturisasi bisnis akibat dampak pandemik COVID-19. Co-CEO Gojek Andre Sulistyo dan Kevin Aluwi menyatakan, PHK ini menyasar 9 persen dari 4.000 karyawan Gojek yang sebagian besar bekerja di divisi GoLife, yakni GoMassage serta GoClean dan GoFood Festival.

Adapun, layanan ini dihentikan karena membutuhkan interaksi jarak dekat dalam operasionalnya, sehingga bertentangan dengan anjuran pemerintah untuk meminimalisir penyebaran virus. Namun demikian, pihak Gojek telah menyiapkan pesangon bagi 430 mitra mereka yang di-PHK untuk mendukung keberlangsungan hidup mereka beberapa waktu mendatang.

Bukan hanya swasta yang merumahkan karyawannya. PT Garuda Indonesia Tbk mengambil keputusan untuk melakukan pemutusan kontrak terhadap 700 karyawannya pada 1 November. Hal itu dilakukan lantaran pandemik COVID-19 yang terjadi sejak awal tahun ini, telah memporak-porandakan bisnis maskapai pelat merah tersebut. Mereka bahkan mengandangkan 70 persen pesawat dan kesulitan membayar sewa pesawat.

Dampak dari banyaknya PHK jelas terasa pada meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 128,45 juta penduduk di Indonesia bekerja sedangkan 9,77 juta orang pengangguran. Angka tersebut naik 2,67 juta orang dari jumlah pengangguran pada Agustus 2020.

BPS mencatat pengangguran yang meningkat justru berbanding terbalik dengan jumlah penduduk usia kerja yang meningkat. Dari laporan yang sama, jumlah penduduk usia kerja Indonesia adalah 203,97 juta orang atau meningkat 2,78 juta orang. Dari angka tersebut, 138,22 juta orang merupakan angkatan kerja dan yang bukan angkatan kerja ada 65,75 juta orang atau naik 0,42 juta orang.

Dari jumlah angkatan kerja yang sebanyak 138,22 juta orang, pengangguran tercatat sebanyak 9,77 juta orang, sementara yang bekerja sebanyak 128,45 juta orang atau turun 0,31 juta orang. Selain itu, terdapat 29,12 juta orang yang terdampak COVID-19. Itu adalah 14,28 persen dari penduduk usia bekerja.

Rinciannya, 2,56 juta penduduk yang menjadi pengangguran karena COVID-19, yang bukan angkatan kerja (BAK) 0,76 juta orang, yang tidak bekerja karena COVID-19 sebanyak 1,77 juta, dan penduduk yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 sebanyak 24,03 juta orang.

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Iustrasi karyawan menyemprotkan cairan disinfektan di kamar Hotel (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Nasib pekerja sektor pariwisata menjadi salah satu yang paling terdammpak. Dengan tidak ada pemasukan serta pembatalan perjalanan, pengusaha biro perjalanan memilih untuk merumahkan karyawan mereka alias cuti tidak berbayar. Pegawai kontrak pun sudah tidak diperpanjang kontraknya.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah menyatakan saat ini hampir 98 persen travel agent sudah merumahkan karyawannya. Dalam menyebut sudah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam sektor ini.

Sekjen Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno menambahkan bahwa kini travel agent anggotanya sudah menggunakan dana talangan dari bank untuk membayar gaji karyawan. Nahasnya, nasib pekerja sektor pariwisata tetap semakin sulit.

Meski tren wisata agak meningkat di akhir tahun, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) menyebut pariwisata Indonesia belum pulih sepenuhnya. Hal itu ditunjukkan oleh jumlah pekerja yang dipekerjakan kembali setelah sebelumnya terkena PHK. Angkanya masih relatif kecil, sekitar 30 persen dari total 13 juta pekerja pariwisata dari berbagai pekerjaan seperti travel agent, pelaku UMKM dan lainnya.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Mengapa Indonesia Memilih Vaksin COVID-19 dari Sinovac?

5. Pariwisata hancur lebur

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19IDN Times / Arief Rahmat

Sektor pariwisata hancur lebur. Dalam rapat di DPR bersama Komisi X DPR RI, 6 April, Wishnutama menyebut pariwisata sebagai sektor paling terdampak virus corona. Pandemik ini meruntuhkan harapan Indonesia mendongkrak sektor pariwisata, setelah gagal mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) pada tahun lalu. Tahun ini seharusnya menjadi waktunya mengejar target.

Indonesia sempat menaruh harapan membangkitkan gairah pariwisata dengan ‘memanfaatkan’ kondisi di mana wabah virus ini di banyak negara di dunia, tapi dianggap belum masuk ke Indonesia hingga Februari lalu. Pemerintah sempat curi kesempatan untuk bisa menggenjot sektor pariwisata.

Pemerintah bahkan berencana mengucurkan dana hingga Rp10 triliun sebagai insentif yang akan disalurkan ke berbagai pos di sektor pariwisata di Indonesia. Salah satunya, pos anggaran sebesar Rp298,5 miliar untuk menarik wisatawan luar ke Indonesia. Anggaran itu terbagi untuk maskapai penerbangan dan travel agent sebesar Rp98,5 miliar, promosi wisata Rp103 miliar, kegiatan turisme Rp25 miliar, dan yang paling menyedot perhatian publik ialah dana untuk influencer sebesar Rp72 miliar.

Kritik pun bermunculan atas insentif untuk pariwisata itu dan dinilai sebagai kebijakan tidak tepat guna ketika seharusnya lebih banyak mengucurkan dana untuk penanganan kesehatan. Di tengah reaksi keras dari publik, kondisi pun berbalik setelah kasus pertama COVID-19 diumumkan. Sebagian insentif itu akhirnya ditunda sejak Indonesia mengumumkan kasus pertama virus corona pada 2 Maret lalu.

Sektor pariwisata, konstruksi dan transportasi menjadi tiga sektor yang paling terdampak. Dalam sektor ini, pegiat usaha seperti seperti hotel, restoran, transportasi akan terdampak demi menghindari penyebaran wabah COVID-19. Mulai dari penutupan hotel dan akomodasi wisata, turunnya okupansi hotel, penurunan omzet hingga penutupan mal, ritel dan restoran di Jakarta, Bekasi dan Banten, serta penundaan event.

"Untuk hotel ada 1.500 hotel. Okupansi dalam catatan kami berkisar nol sampai lima persen. Omzet mal dan ritel turun 80 persen, untuk restoran turun 70 persen. Banyak juga pusat perbelanjaan yang tutup sementara," kata Wishnutama.

Dia pernah menyebut bahwa pariwisata berpotensi kehilangan devisa mencapai US$10 miliar atau sekitar Rp150 triliun pada April lalu. Pada Agustus 2020, Direktur Kajian Strategis Kemenparekraf, Wawan Rusiawan mengatakan devisa dari sektor pariwisata diprediksi hilang sebesar Rp219 triliun di tahun ini.

Berdasarkan peta identifikasi penutupan destinasi objek wisata, tempat hiburan, tempat rekreasi dan industri pariwisata, Kemenparekraf mencatat semua provinsi di Indonesia menutup tempat wisata mereka. Dari 34 provinsi, Jawa Timur dan Jawa Tengah mencatatkan penutupan tempat wisata paling banyak. Masing-masing menutup lokasi wisata di 38 dan 35 kota. Provinsi ketiga yang menutup lokasi wisata paling banyak adalah Sumatera Utara sebanyak 24 kabupaten/kota.

Hingga akhir tahun ini, sejatinya nasib pariwisata Indonesia mulai menunjukkan perbaikan sejak September lalu. Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Budijanto Ardiansjah mengatakan pariwisata Indonesia yang sempat jeblok dapat pulih 40 persen hingga akhir tahun.

"Perkiraan kami ada kenaikan 20-30 persen untuk pariwisata. Sampai akhir tahun bisa 40 persen tapi agak susah karena aturan baru banyak yang membatalakan perjalanan," kata Budi kepada IDN Times, Rabu (23/12/2020).

Begitu pula dengan okupansi hotel yang terlihat mengalami kenaikan pengunjung meski masih terbatas untuk hotel bintang 3 hingga bintang 5. "Tertolong oleh kegiatan pemerintah. Secara isian cukup bagus," katanya.

Naiknya geliat pariwisata jelang akhir tahun ini tidak terlepas dari pembukaan daerah wisata meski masih terbatas. Kebijakan mendadak pemerintah yang mengharuskan tes COVID-19 untuk berpergian membuat sektor ini kembali tertekan.

"Akhir tahun ini agak sepi karena kebijakan itu. Situasi baru mulai bergerak jelang akhir tahu tapi dipatahkan lagi oleh aturan pemerintah yang harus ada tes COVID-19 itu cukup mengganggu," kata Budi.

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19IDN Times / Arief Rahmat

Destinasi superprioritas

Lalu, bagaimana nasib destinasi super prioritas yang tengah digadang-gadang pemerintah di tengah COVID-19 ini? Di Danau Toba misalnya, di 8 Kabupaten sudah melakukan penutupan daya Tarik wisata dari tanggal 18 Maret -31 Maret 2020 dan diperpanjang hingga 29 Mei 2020. Begitu juga di Kabupaten Humbang Hasundutan melakukan Karantina Wilayah terhitung sejak 28 Maret-10 April 2020.

Di pengujung tahun, Presiden Jokowi merealisasikan reshuffle kabinet yang sudah cukup lama diwacanakan. Salah satu menteri yang diganti adalah Wishnutama. Jabatan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun dipercayakan kepada Sandiaga Uno. Usai dilantik, Sandi mengatakan Presiden langsung memberikan sejumlah pekerjaan rumah untuknya.

Tugas-tugas itu bahkan disertai target waktu pengerjaan oleh Jokowi. Pertama, dia hanya diberikan waktu setahun oleh Jokowi untuk mempersiapkan 5 destinasi superprioritas, Danau Toba, Candi Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang.

"Saya dikasih waktu singkat satu tahun untuk beliau bisa lihat kesiapan 5 destinasi super prioritas dari 360 derajat aspek. Dari infrastruktur, every single little thing, tarian the best of the best, kostum, budaya, pelayanan dan lain-lain," ujar Sandiaga dalam acara serah terima jabatan dengan Wishnutama di Kemenparekraf, Rabu (23/12/2020).

Jokowi juga meminta eks Wakil Gubernur DKI Jakarta itu menyiapkan calender of event (CoE). Jokowi juga meminta dalam pelaksanaan CoE tetap memperhatikan protokol kesehatan dan penciptaan lapangan kerja.

"Dibagi acara mingguan untuk tetap ada, untuk menggeliatkan. Lalu yang bulanan, skala regional. Dan yang 'Wow', 'Oh my God' untuk skala dunia tiap tahun, itu semua perlu kolaborasi," ujar mantan rival Jokowi di Pilpres 2019 tersebut. 

Selain Jokowi, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga meminta Sandiaga mengembangkan produk pariwisata seperti wisata halal, desa wisata dan beberapa kegiatan yang menyentuh aspek ekonomi rakyat di akar rumput. "Dan menurut saya tidak perlu mengulang lagi, kita sudah tahu what to do, rencana dan strategi ke depan. Let's get to work dan kiat butuh inovasi, adaptasi dan kolaborasi," kata Sandiaga.

6. Ritel megap-megap hingga tutup toko

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Ilustrasi Promo/Diskon di Mal (IDN Times/Anata)

Sepanjang tahun ini menjadi periode yang sulit bagi sektor ritel Indonesia, bahkan dunia. Persoalan pandemik COVID-19 menjadi masalah utama yang mengancam keberlangsungan sektor ini sepanjang tahun. Pada awal tahun, sektor ritel, khususnya di Jakarta, sudah dihadapkan dengan permasalahan banjir yang membuat lumpuh pergerakan masyarakat. Tak lama, pandemik COVID-19 pun datang.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey menyebut ritel pakaian di Indonesia sedang mengalami masa sulit sepanjang tahun 2020 ini. Kepada IDN Times, 18 Juni lalu, Roy mengatakan penyebabnya tidak hanya karena terdampak virus corona, namun banjir di awal tahun membuat nasib ritel pakaian hancur lebur.

Roy mengungkapkan pada kuartal pertama, khususnya bulan Januari-Februari, nasib ritel pakaian sudah memprihatinkan atau under perform. Pada kuartal pertama, ia mencatat pertumbuhan tahunan atau year on year (YoY) hanya 35 persen.

Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto mengatakan, berdasarkan riset yang dipublikasikan pada 8 April, nasib pusat perbelanjaan diperkirakan akan terus memburuk hingga akhir tahun 2020.

"Untuk dampak periode tiga bulan (terakhir) belum terlihat. Penurunan dari Q4 (kuartal empat Oktober-Desember) 2019 ke Q1 2020 (Januari-Maret) relatif datar, tapi sampai 2020 akhir kemungkinan akan terus turun," katanya.

Ferry mengatakan tingkat hunian untuk ritel atau mal di luar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) bisa lebih buruk nasibnya. Ia menyebut tingkat hunian mal di Bodetabek paling rendah bisa menyentuh 75 persen. Ferry juga melihat ada tanda-tanda akan tertundanya pembukaan mal. Hal ini imbas penundaan pekerjaan konstruksi termasuk jadwal operasi, terutama untuk mal-mal yang diperkirakan beroperasi setelah 2020.

Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, mengatakan dari berbagai sektor turunan ritel yang ada, kondisi paling parah dialami oleh jasa penyedia mainan di pusat perbelanjaan, pusat kebugaran, bioskop, food and beverages, toko pakaian dan karaoke keluarga. Pendapatan keenam sektor turunan tersebut turun lebih dari 60 persen sejak awal pandemik.

"Bisa bertahan dan dapat omzet 50 sampai 60 persen sudah hebat. Karena gak ada omzet dari Maret," ucapnya pada 12 Desember lalu.

Pada 30 April, penjualan ritel bahkan menurun hingga 80 persen. Staf Ahli DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Abraham Ibnu mengatakan penurunan terasa terutama pada ritel yang terintegerasi dengan mal. Tapi yang lebih terasa departement store, terjun bebas.

Ketua Dewan Penasihat Hippindo Handaka Santosa mengatakan pendapatan penjualan sebuah toko secara rata-rata di kondisi normal bisa mencapai Rp5 miliar. Dari jumlah tersebut, margin profit-nya adalah 25 persen atau Rp1,25 miliar. Jumlah itu masih harus dikurangi untuk membayar gaji, pajak reklame hingga Pajak Bumi Bangunan (PBB).

"Kalau average 8 persen itu Rp400 juta. Kalau sales-nya tinggal 10 persen tinggal Rp500 juta. Proftinya itu kita hanya dapat uang di tangan Rp125 juta jadi untuk membayar sewa... Apalagi kalau toko hanya di Jakarta, tidak punya online. Bayangin pendapatnya zero," jelas CEO SOGO tersebut pada 18 Juni 2020.

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyebut selama April-Mei 2020, pendapatan sektor ritel turun hingga Rp12 triliun. "Pusat perbelanjaan yang tidak aktif di DKI ada 70. Sekitar Jabodetabek ada 326. Pendapatan tidak sama dengan sebelum COVID-19," kata Agus dalam webinar Ngobrol Seru IDN Times dengan tema 'New Normal, Bisnis Ritel Pasca Pandemik COVID-19', Kamis (18/6).

Angka kerugian terus bertambah. Pada 28 September, Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menyebut pengusaha ritel merugi hingga Rp200 triliun akibat pandemik COVID-19 dan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang dilakukan pemerintah.

"Kalau angka, kami itu setahun sekitar Rp400 triliun. Kalau pun hanya 50 persen (yang operasional) ya omzetnya turun Rp200 triliun, ya kerugiannya di situ. Tapi kan biayanya gak bisa utuh," kata Budi.

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Matahari Department Store (IDN Times/Anata)

Pada 25 Maret 2020, perusahaan ritel, fashion asal Jepang UNIQLO, memutuskan untuk menutup semua gerainya di Indonesia untuk sementara waktu. "UNIQLO memutuskan untuk menutup sementara seluruh tokp UNIQLO di Indonesia mulai 27 Maret - 9 April 2020," tulis UNIQLO dalam akun instagram resminya @uniqloindonesia, Rabu (25/3).

PT Matahari Department Store Tbk akan menutup 13 gerai besar mereka selama Oktober hingga November. Selain itu, mereka juga akan mengevaluasi 23 gerai lain hingga akhir tahun. Hal ini dilakukan karena evaluasi terhadap kinerja gerai yang dinilai tidak menguntungkan. 

Contoh lainnya adalah Pemegang lisensi KFC Indonesia, PT Fast Food Indonesia (FAST) telah menutup sekitar 97 gerainya menyusul penutupan pusat-pusat perbelanjaan karena penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar. KFC Indonesia juga terpaksa menurunkan hingga menunda pembayaran THR, dengan mekanisme yang bervariasi.

Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta mengatakan penutupan sejumlah gerai yang tidak menguntungkan adalah salah satu strategi untuk sektor ritel bertahan hidup.

Cara lain yang dilakukan agar sektor ritel bisa bernapas. Seperti memberlakukan protokol kesehatan agar masyarakat mau berkunjung, permintaan perpanjangan jam buka di masa PSBB, rencana pesta diskon hingga permintaan insentif kepada pemerintah.

Meski Indonesia sudah mulai kedatangan vaksin, Tutum menilai implementasi nyata dari vaksin itu baru bisa terjadi ketika masyarakat sudah kembali berkaktivitas. Selain itu sektor ritel juga dipengaruhi oleh sektor lainnya.

Jika vaksinisasi berjalan lancar, Tutum memperkirakan pergerakan masyarakat untuk kembali berbelanja di ritel terjadi pada kuartal II 2021. "Karena kuartal II 2021 ada lebaran. Kalau recovery itu tidak terjadi, akan banyak ritel lagi yang bisa tumbang, kita bisa lebih sulit lagi. Karena jika lebih dari itu, napas kita tidak akan kuat," kata Tutum.

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Daftar Lengkap Stimulus COVID-19 sepanjang Tahun Ini

7. Ekonomi digital tumbuh subur

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Ilustrasi ekonomi digital (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Di antara berbagai sektor yang megap-megap, dunia jual-beli online (e-commerce) justru tumbuh subur terdorong kondisi di tengah pandemik. Hal itu terbukti dari meningkatnya jumlah pedagang yang mendaftar di berbagai platform e-commerce besar, juga meningkatnya jumlah transaksi yang terjadi. Pasar e-commerce Indonesia bahkan masuk posisi lima besar yang memiliki pertumbuhan terbesar Asia Tenggara, bersama Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.

Lembaga keuangan global PPRO memprediksi pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara bakal mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,5 persen pada 2021. Dalam laporan yang diterima IDN Times, Kamis (17/12/2020), PPRO menyebut pertumbuhan pasar Indonesia berpotensi mengalahkan persaingan dengan India karena jumlah konsumen Indonesia yang melakukan pembelian online telah meningkat pesat.

Menurut laporan, pada awal 2020, nilai pasar e-commerce Indonesia mencapai 14 miliar dolar AS dan tumbuh pada tingkat 31 persen setahun. “Sebesar 55 persen konsumen Indonesia mengklaim bahwa mereka membeli secara online sekarang lebih dari sebelumnya,” tulis laporan itu.

“Pertumbuhan ini dapat dikaitkan dengan konsumen Indonesia yang membeli produk secara online yang sebelumnya hanya dibeli di toko-toko, termasuk obat-obatan (21 persen) dan kosmetik (18 persen). Ini menandai pergeseran dalam kebiasaan pembelian konsumen, yang menghadirkan peluang besar bagi pedagang yang ingin memanfaatkan pasar yang berkembang ini pada 2021,” tambahnya.

Tiga perusahaan e-commerce tercatat merajai pasar pada periode Juli-September 2020, berdasarkan hasil riset perusahaan konsultan marketing MarkPlus, Inc. Mereka adalah Shopee, Tokopedia, dan Lazada. Mereka tercatat menjadi perusahaan e-commerce yang paling banyak digunakan dan paling diingat oleh konsumen berdasarkan survei MarkPlus.

Tokopedia, dalam sebuah wawancara khusus pada Oktober dengan IDN Times, menyebut pandemik telah meningkatkan jumlah pedagang di Tokopedia sebanyak 2 juta orang sejak Januari 2020. “Kami lihat banyak sekali penjual baru seperti home kitchen, frozen food, kopi literan, dan lainnya,” kata COO Tokopedia Melissa Siska Juminto.

Ia lebih lanjut mengatakan bahwa penjualan kategori makanan siap masak tumbuh lebih dari tiga kali lipat. Selain itu, transaksi pada kategori olahraga pun meningkat hampir tiga kali karena banyak orang yang tidak bisa keluar rumah, melakukan kegiatan olahraga indoor.

Selain e-commerce, penggunaan financial technology (fintech) di tengah masyarakat juga meningkat, baik sebagai penyalur pinjaman maupun pembayaran online. Pada November lalu Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengatakan bahwa fintech telah membawa kontribusi yang lebih positif bagi perekonomian Indonesia. Fintech juga semakin mempermudah akses pembiayaan bagi masyarakat.

“Saya tahu layanan fintech telah berkembang sangat pesat. Kontribusi fintech pada pinjaman nasional di 2020 mencapai Rp128,7 triliun, meningkat 113 persen year on year. Sampai September terdapat 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi Rp9,87 triliun pada layanan jasa keuangan. Rp15,5 triliun disalurkan equity crowdfunding. Ini perkembangan luar biasa,” ujarnya.

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Ilustrasi Gopay (IDN Times/Arief Rahmat)

Angka transaksi digital atau penggunaan uang elektronik juga meningkat pesat selama pandemik. Pada September lalu, Bank Indonesia mencatat kenaikan transaksi digital atau uang elektronik sejak pemberlakuan PSBB mencapai 64,48 persen dan volume transaksi digital bertumbuh 37,35 persen secara tahunan.

Industri ini juga dinilai memiliki potensi besar untuk bertumbuh, terlebih dengan adanya kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menggunakan sistem pembayaran non-tunai ketika berbelanja secara online selama pandemik COVID-19. Berdasarkan survei MarkPlus kepada 502 responden terhadap penggunaan dompet digital dalam tiga bulan terakhir, terjadi peningkatan transaksi digital, khususnya di masa pandemik COVID-19.

“Dari hasil survei tersebut, kami melihat adanya kecenderungan peningkatan transaksi secara digital, karena masyarakat lebih memilih memenuhi kebutuhannya secara online," kata Head of High Tech, Property & Consumer Goods Industry MarkPlus, Inc. Rhesa Dwi Prabowo dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/9/2020).

Ia mengatakan bahwa dompet digital (e-wallet) yang paling banyak digunakan adalah ShopeePay. “Di sini ShopeePay unggul dengan pangsa pasar sebesar 26 persen dari total volume transaksi e-wallet di Indonesia, disusul OVO (24 persen dari total), GoPay (23 persen dari total), kemudian DANA (19 persen dari total) dan LinkAja (8 persen dari total),” jelasnya.

8. Rupiah sentuh level terendah

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Kurs rupiah terhadap dolar (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Rupiah sempat menyentuh level terendah dalam 22 tahun terakhir. Pada 23 Maret 2020, nilai tukar rupiah melemah hingga Rp16.575 per dolar Amerika Serikat (AS). Angka ini merupakan level paling rendah sejak 17 Juni 1998, di mana nilai tukar rupiah Rp16.650 per dolar AS.

Menutup perdagangan 2020, rupiah membukukan kinerja positif dengan menguat menguat 0,57 persen ke level Rp14.050 per dolar AS di pasar spot. Kurs Bank Indonesia, juga menguat 0,45 persen ke level Rp14.105 per dolar AS dibanding penutupan sebelumnya.

Sepanjang 2020, kurs rupiah spot melemah 1,33 persen dari level Rp13.866 per dolar AS pada akhir tahun lalu. Level rupiah terkuat adalah Rp 13.583 per dolar AS pada 24 Januari 2020 yakni sebelum pandemik berlangsung.

Menurut Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim faktor yang paling sering mewarnai sentimen pasar adalah perkembangan vaksin COVID-19. Pada penutupan perdagangan 2020, rupiah menguat karena pelaku pasar optimistis melihat rencana pemerintah yang akan segera merealisasikan vaksinasi terhadap masyarakat Indonesia di 2021.

Selain faktor dalam negeri itu, ada faktor lain yang memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah seperti jumlah paket stimulus AS dan Brexit.

9. Bursa saham baru agak stabil akhir tahun

[KALEIDOSKOP] Denyut Perekonomian Indonesia dalam Hantaman COVID-19Petugas membelakangi layar informasi pergerakan harga saham pada layar elektronik di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Jumat (18/9/2020) (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG juga merasakan sentimen akibat pandemik COVID-19. Apalagi sejak Presiden Joko "Jokowi" Widodo mengumumkan ada dua orang yang positif COVID-19 pada 2 Maret lalu.

Pada 12 Maret 2020, Bursa Efek Indonesia bahkan melakukan trading halt sebelum penutupan perdagangan sesi II. Lantaran, IHSG anjlok 5,01 persen ke level 4.895,75. Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan trading halt dilakukan BEI untuk meredam gejolak agar penurunan IHSG tidak semakin dalam.

IHSG menyentuh level terendah sepanjang 2020 pada 23 Maret, menyentuh level 3.989,52. Pada penutupan hari itu, terdapat 68 saham menguat, 332 saham melemah, dan 112 saham stagnan. Transaksi perdagangan mencapai Rp5,3 triliun dari 6,52 miliar lembar saham yang diperdagangkan.

Butuh waktu yang lama untuk IHSG pulih. Kabar adanya kerja sama vaksin dengan Sinovac membuat IHSG sempat menyentuh level 5.000 pada 17 Juni 2020. Namun pergerakan cenderung labil. Pada 6 Oktober 2020, IHSG kembali menguat 40,45 poin atau 0,82 persen di level 4.999.

Pasar saham mulai pulih cenderung stabil pada November 2020, rata-rata level IHSG menyentuh 5.500. Keseriusan pemerintah dalam memproduksi vaksin COVID-19, membuat Indeks Harga Saham Gabungan akhirnya menembus level 6.000 pada sesi pertama, 14 Desember 2020. Namun penutupan 30 Desember 2020, hari terakhir pedagangan bursa, saham IHSG terkoreksi sehingga berada di level 5.979,07.

Tulisan kolaborasi Hana Adi Perdana, Helmi Shemi, Rehia Sebayang, dan Auriga Agustina. 

Baca Juga: [KALEIDOSKOP] Ekonomi Digital Indonesia Subur di Tengah Pandemik

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya