Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Logo Huawei (unsplash.com/Rubiatul Azad)

Intinya sih...

  • China marah atas peringatan AS agar perusahaan global tak memakai chip AI buatan Huawei
  • Kementerian Perdagangan China menyatakan Amerika menyabotase hasil perundingan dagang yang tengah berjalan

Jakarta, IDN Times – Perselisihan baru antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas usai keduanya sepakat menunda tarif dalam pertemuan di Jenewa. Pemerintah China marah atas peringatan AS kepada perusahaan global agar tak memakai chip AI buatan Huawei.

China menyebut sikap ini sebagai pelanggaran terhadap konsensus dagang yang baru saja disepakati. China menilai kebijakan tersebut bertentangan dengan semangat gencatan senjata 90 hari untuk menyusun kesepakatan dagang yang lebih luas.

Kementerian Perdagangan China menyatakan, Amerika menyabotase hasil perundingan yang tengah berjalan. Meski frasa di mana pun di dunia dihapus dari panduan AS, Beijing tetap menolak isi kebijakan secara keseluruhan.

“Kami menuntut agar Amerika memperbaiki kesalahannya,” kata pernyataan Kementerian Perdagangan China, dikutip dari CNN International, Kamis (22/5/2025).

1. China sebut panduan AS sebagai aksi proteksionisme sepihak

ilustrasi bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Pusat sengketa terbaru terletak pada chip Ascend, prosesor AI paling mutakhir dari Huawei yang digunakan untuk melatih model AI dan menyaingi dominasi Nvidia. China menyebut panduan dari Departemen Perdagangan AS pada 12 Mei sebagai bentuk pengendalian ekspor yang disalahgunakan untuk menindas China.

Kementerian Perdagangan China juga menyebut panduan tersebut sebagai contoh intimidasi sepihak dan proteksionisme. Pernyataan ini muncul setelah Amerika memperingatkan penggunaan chip Huawei bisa melanggar aturan ekspor AS. Meski frasa ekstrim dihapus, isi panduan dinilai tetap diskriminatif dan merusak pasar.

China juga memperingatkan akan mengambil langkah hukum terhadap perusahaan yang patuh pada arahan Washington. Mengacu pada Undang-Undang Anti-Sanksi Asing, Beijing menyebut upaya larangan global atas chip mereka sebagai ancaman serius terhadap kedaulatan teknologi China.

2. Huawei jadi simbol kemandirian teknologi dalam ambisi Xi Jinping

lilustrasi toko Huawei (unsplash.com/P. L.)

Di tengah ketegangan ini, Huawei menempati posisi sentral dalam ambisi Presiden China Xi Jinping untuk membangun kemandirian teknologi. Perusahaan tersebut mengandalkan sistem nasional baru untuk mengatasi hambatan dalam produksi chip canggih dan mendobrak dominasi teknologi asing.

Departemen Perdagangan AS mengatakan bahwa semua transaksi terkait chip komputasi canggih milik Huawei wajib memperoleh izin terlebih dahulu. Tanpa otorisasi, perusahaan bisa menghadapi sanksi administratif hingga pidana. Langkah ini menandai ketegasan AS dalam menindak pelanggaran ekspor terkait teknologi AI, dikutip dari Newsweek..

Persaingan AS dan China di sektor AI pun semakin sengit, terlebih dengan dukungan penuh dari pemerintah masing-masing. Di pihak China, pengembangan teknologi dilihat sebagai bagian dari strategi nasional jangka panjang.

3. Nvidia untung besar dari pencabutan larangan era Biden

Kantor utama Nvidia Israel (sebelumnya Mellanox), Yokneam, Maret 2023. (Amir Shtanger (אמיר שטנגר), CC BY-SA 4.0, via Wikimedia Commons)

CEO Nvidia Jensen Huang turut menyoroti kebijakan ekspor AS saat berbicara di ajang Computex di Taiwan. Ia menyebut aturan tersebut merugikan perusahaannya miliaran dolar AS dalam bentuk inventaris. Namun, Huang juga mengapresiasi pencabutan larangan era Biden oleh Presiden AS Donald Trump.

“Kebijakan ekspor ini gagal,” kata Huang.

Ia menambahkan, pasar China bisa bernilai 50 miliar dolar AS tahun depan.

Lewat pencabutan larangan, Nvidia kini bisa meneken kesepakatan besar di Arab Saudi. Perusahaan itu bekerja sama dengan startup Humain untuk membangun pabrik AI dengan kapasitas hingga 500 megawatt. Proyek ini dimulai dengan pengiriman 18 ribu chip GB300 Grace Blackwell, dan menurut analis, tidak akan mungkin terjadi di era pembatasan sebelumnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team