Bank Indonesia Akui Penggeledahan Kantor BI oleh KPK Pengaruhi Rupiah

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesia (BI) mengakui pemberitaan tentang kasus korupsi penggunaan dana tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) turut berdampak pada kondisi stabilitas nilai tukar rupiah.
Diketahui, KPK menggeledah gedung BI pada Senin (16/12/2024).
"Segala berita akan berpengaruh terhadap kondisi pasar, termasuk nilai tukar rupiah,” ucap Gubernur BI? Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Desember 2024 di Gedung Thamrin, BI pada Rabu (18/12/2024).
Melihat dampak tersebut, Perry mengaku akan fokus memperkuat stabilitas rupiah. Hal ini sejalan dengan langkah BI yang kembali memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen.
"Fokus kebijakan moneter diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah," kata Perry.
Di samping itu, BI berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui triple intervensi mencakup intervensi pasar spot dan DNDF, serta pembelian SBN di pasar sekunder.
BI juga menggunakan instrumen pro-maret, yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) untuk menjaga stabilitas mata uang Garuda.
"Kami akan fokus dulu stabilitas rupiah karena ketidakpastian global meningkat. Bukan berarti gak ada upaya penurunan suku bunga sehingga fokus kami adalah sementara ini BI-Ratenya kami pertahankan dulu,” kata Perry.
Senada dengan Perry, Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, mengatakan, dugaan penyalahgunaan dana CSR telah memberikan sentimen negatif ke rupiah.
Meski begitu, Ariston menengaskan secara keseluruhan pengusutan dana CSR ini tidak memiliki hubungan dari sisi kebijakan moneter BI.
"Pemeriksaan KPK ke kantor BI tidak berkaitan dengan urusan kebijakan moneter, tapi bisa menganggu konsentrasi BI untuk mengelola kebijakannya. Jadi, bisa memberikan sentimen negatif ke rupiah paling tidak hingga permasalahannya jelas," ucap Ariston.