Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BPS Ungkap Alasan Tunda Rilis Data Ekspor-Impor April

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti (IDN Times/Triyan Pangastuti)

Jakarta, IDN Times- Badan Pusat Statistik (BPS) menunda rilis neraca perdagangan April 2025, yang biasanya diumumkan setiap tanggal 15. Mulai ke depan, data neraca perdagangan akan dirilis bersamaan dengan data rutin lainnya pada awal bulan.

Penyesuaian jadwal ini merupakan bagian dari upaya BPS untuk meningkatkan kualitas data. Dengan kebijakan baru ini, BPS tidak lagi merilis angka sementara ekspor-impor yang sebelumnya diumumkan setiap pertengahan bulan.

"Dalam rangka meningkatkan kualitas data, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis angka tetap perkembangan ekspor-impor pada setiap awal bulan," tulis BPS dalam keterangan resmi yang diterima pada Kamis (15/5/2025).

1. Rilis neraca dagang akan disatukan dengan sejumlah data pada awal bulan

Ilustrasi Ekspor. (IDN Times/Aditya Pratama)

Rilis neraca perdagangan April 2025 nantinya akan disatukan dengan sejumlah data lainnya, seperti inflasi; indeks harga perdagangan besar; luas panen dan produksi jagung; luas panen dan produksi padi; perkembangan indeks harga perdagangan internasional; nilai tukar petani dan harga produsen gabah; serta data pariwisata dan transportasi nasional untuk Maret 2025.

Perubahan ini bertujuan agar para pengguna data dapat langsung memperoleh angka final kinerja ekspor dan impor, sehingga lebih akurat dan siap digunakan untuk analisis maupun kebijakan.

2. Tunda rilis data ekspor-impor makin perburuk citra Indonesia

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengkritik langkah BPS yang menunda rilis data ekspor-impor bulanan. Menurutnya, penundaan tersebut justru memperkuat citra negatif Indonesia sebagai negara dengan hambatan perdagangan yang tinggi.

Dalam laporan Trade Barrier Index (TBI) 2025, Indonesia menempati peringkat terakhir dari 122 negara. Posisi ini mencerminkan tingginya tingkat proteksionisme serta rendahnya transparansi dalam kebijakan perdagangan.

"Langkah BPS ini bukan sekadar perubahan teknis, tetapi mencerminkan mentalitas birokrasi yang enggan diawasi dan tidak menempatkan kebutuhan pasar sebagai prioritas," ujarnya, Kamis (15/5/2025). 

3. Ciptakan ketidakpastian bagi investor dan pelaku usaha

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. (Dok. IDN Times)

Menurutnya, keterlambatan dan penghapusan data sementara yang sebelumnya rutin diumumkan setiap pertengahan bulan menciptakan ruang ketidakpastian yang luas di kalangan investor, pelaku usaha, dan analis pasar.

"Ketika negara-negara lain berupaya meningkatkan keterbukaan dan kecepatan penyampaian informasi ekonomi, Indonesia justru mengambil langkah mundur yang bertentangan dengan prinsip perdagangan modern yang mengedepankan transparansi dan prediktabilitas," tegasnya.

Ia menambahkan, jika Indonesia ingin keluar dari stigma sebagai negara paling proteksionistik, maka konsistensi, keterbukaan, dan akuntabilitas dalam penyajian data publik harus menjadi langkah awal yang tidak bisa ditawar.

"Transparansi bukanlah kelemahan, melainkan fondasi utama dari kepercayaan pasar. Ketika data disembunyikan atau ditunda tanpa alasan teknis yang jelas dan meyakinkan, keraguan pasar akan berubah menjadi keyakinan ada sesuatu yang disembunyikandan hal itu jauh lebih merugikan daripada angka defisit itu sendiri," ungkapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us