Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

7 Daftar Bisnis yang Pecah Kongsi di Indonesia, Apa Saja?

Kebab Turki Baba Rafi (instagram.com/kebabbabarafi)

Menjalankan bisnis secara konsisten selama puluhan tahun mungkin adalah pekerjaan yang sangat sulit bagi sebagian pengusaha. Apalagi jika dikelola bersama rekan atau partner bisnis. Pasalnya, setiap orang pasti memiliki pemikiran dan isi kepala yang berbeda, sehingga terkadang terjadi beda pendapat dalam menjalankan bisnis.

Bahkan, tak jarang hal itu mengakibatkan bisnis terpaksa pecah kongsi. Dalam bisnis, pecah kongsi adalah situasi ketika pemilik bisnis memutuskan berpisah dan menjalankan bagian usahanya sendiri-sendiri.

Di Indonesia, ada banyak contoh bisnis yang pernah pecah kongsi karena berbagai alasan. Berikut daftar bisnis yang pecah kongsi di Indonesia.

1. Ayam Goreng Suharti

Ayam Goreng Suharti (instagram.com)

Ayam Goreng Suharti merupakan salah satu merek ayam goreng terkenal di Indonesia yang ada di sejumlah daerah. Namun, bisnis Ayam Goreng Suharti diketahui pecah kongsi sejak puluhan tahun lalu. Itulah sebabnya saat ini ada dua merek Ayam Goreng Suharti dengan logo yang berbeda.

Bisnis ini bermula dari Suharti yang sudah mulai berjualan ayam goreng pada 1962 di Yogyakarta dari rumah ke rumah. Suharti dan suaminya, Sachlan akhirnya membuka rumah makan Ayam Goreng Ny. Suharti pertama di Jl. Adi Sucipto No. 208, Yogyakarta. Seiring waktu, mereka terus mengembangkan bisnis dengan membuka cabang di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan Bali.

Namun, ternyata Suharti dikhianati oleh suaminya sendiri. Sachlan yang namanya tercatat sebagai pemilik justru membawa kabur semua bisnis yang sudah dibangun bersama Suharti sejak awal termasuk semua cabang yang sudah dibuka. Kabarnya, hal ini diduga karena ada orang ketiga.

Meski begitu, Suharti tak patah arang. Pada 1991, Suharti mulai membangun bisnisnya kembali dengan nama yang sama, tapi dengan logo yang tak mungkin ditiru orang lain. Suharti menggunakan fotonya sendiri sebagai logo Ayam Goreng Ny. Suharti. Hingga kini, kita masih bisa menjumpai dua merek Ayam Goreng Suharti di sejumlah kota di Indonesia.

2. Larutan Penyegar Cap Badak dan Cap Kaki Tiga

Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga dan Cap Badak (k24klik.com)

Larutan Penyegar Cap Badak dan Cap Kaki Tiga adalah dua brand minuman yang sudah familier bagi banyak masyarakat Indonesia. Ternyata, kedua brand ini memiliki cerita pecah kongsi pemiliknya.

Jika ditarik garis sejarahnya, kehadiran merek minuman ini berawal dari Wen Ken Drug (WKD), pengusaha asal Singapura yang membuat brand Cap Kaki Tiga pada 1937. Dia ingin melebarkan sayap bisnisnya dengan memasarkan produk ke Indonesia.

Caranya adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan lokal. WKD bekerja sama dengan PT Sinde Budi Sentosa (SBS) pada 1978. Perusahaan SBS akan memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia.

Namun, setelah puluhan tahun menjadi partner, ternyata WKD dan SBS resmi pecah kongsi pada 2008. Menurut pihak WKD, mereka dikhianati secara terstruktur untuk merusak pasar Cap Kaki Tiga.

Ada beberapa praktik curang yang diduga dilakukan SBS, seperti tidak mendaftarkan etiket dagang, tidak membayar royalti tepat waktu, hingga menghilangkan logo Kaki Tiga pada kemasan. Kedua pihak juga sempat berseteru tentang perebutan kekayaan intelektual hingga saling gugat di pengadilan.

3. Holycow

Holycow (holycowsteak.com)

Salah satu restoran steik terkenal di Indonesia, Holycow ternyata juga saat ini memiliki dua entitas dengan pemilik yang berbeda. Afit Dwi Purwanto adalah sosok di balik awal mula berdirinya restoran Holycow.

Afit mendirikan Holycow pada Desember 2009 di Jalan Radio Dalam, Jakarta atau tepatnya di depan sebuah bengkel kaca mobil. Holycow didirikan Afit dan istrinya, Lucy Wiryono serta Wanda dan Wynda. Hanya butuh enam bulan sebelum mereka membuka gerai permanen di daerah Senopati.

Namun, terjadi perbedaan visi dan misi antara para pemilik Holycow yang menyebabkan mereka memutuskan pecah kongsi pada Mei 2012. Afit sepakat tidak melanjutkan kerja sama dengan mitra bisnisnya dan menjalankan merek Holycow masing-masing.

4. Tempo Gelato

Tempo Gelato Kaliurang, Yogyakarta. (dok. pribadi/Angga Kurnia Saputra)

Bagi yang tinggal atau pernah ke Jogja, merek es krim Tempo Gelato pasti sudah tak asing terdengar. Namun, bisnis Tempo Gelato sempat mengalami perseteruan di antara sang pemilik.

Kisahnya berawal dari Pascal Briere, Ema Susmiyarti, dan Rudi Festraets yang mendirikan Tempo Gelato pada 2015. Mereka mendirikan UD Bangun Jaya Abadi dan mendapat tempat di Jalan Prawirotaman, Yogyakarta.

Seiring waktu, bisnis mulai berkembang dan mereka membuka cabang di beberapa lokasi seperti Jl. Kaliurang dan Jl. Taman Siswa. Mereka juga mendirikan PT PMA bernama Tempo Gelato Indonesia, tapi gagal karena tidak lolos izin.

Modal yang disiapkan ketiganya pun telanjur beku di Bank Niaga. Pihak Rudi juga kecewa karena merasa tak mendapatkan pembagian profit lagi sejak 2018. Rudi juga kecewa bahwa Ema dan Pascal justru membuka cabang baru di Tamansiswa.

Namun, Ema membantah semua anggapan Rudi tentang bisnis ini. Mulai dari PT PMA yang sebenarnya belum berjalan sama sekali, hingga penutupan gerai karena tidak memiliki izin usaha dan kurangnya area parkir.

Perseteruan antara Pascal-Ema dan Rudi ini bahkan sempat ramai kembali saat Rudi mengambil paksa dapur Tempo Gelato di Jalan Kaliurang. Rudi juga akhirnya sempat mengambil nama alternatif, yaitu Il Tempo del Gelato.

Saat ini, kamu bisa berkunjung ke Tempo Gelato yang terletak di Jalan Kaliurang dan Jalan Prawirotaman.

5. Kebab Turki Baba Rafi

Kebab Turki Baba Rafi (instagram.com/babarafiofficial)

Bisnis Kebab Turki Baba Rafi juga diketahui mengalami pecah kongsi dalam perjalanan usahanya. Nilamsari Sahadewa dan Hendy Setiono adalah pendiri Kebab Turki Baba Rafi pertama kali pada 2003. Mereka memulai bisnis ini dengan berjualan gerobakan di Surabaya. 

Seiring waktu, bisnis mereka berkembang pesat. Mereka membuka skema waralaba sejak 2005 dan sudah memiliki lebih dari 300 gerai pada 2007.

Namun, bendera usaha PT Babarafi Indonesia terpaksa harus ditutup pada 2017 karena Nilamsari dan Hendy memutuskan cerai. Berdasarkan putusan Pengadilan Agama, bisnis mereka tetap dimiliki bersama dengan kesepakatan tertentu.

Nilamsari menjalankan Baba Rafi di bawah bendera PT Sari Kreasi Boga (SKB) untuk regional Barat, mulai dari Aceh hingga Jogja. Sedangkan Hendy Setiono mengelola Baba Rafi di bawah bendera PT Baba Rafi Internasional untuk regional Timur, mulai dari Solo hingga Papua.

6. Maicih

Keripik Maicih pecah kongsi (maicih.co.id)

Keripik pedas Maicih yang sempat meledak sekitar sepuluh tahun lalu juga menjadi salah satu bisnis yang pecah kongsi di Indonesia. Maicih merupakan bisnis keluarga yang didirikan oleh tiga bersaudara, yaitu Dimas Ginanjar Merdeka, Arie Kurniadi, dan Reza Nurhilman.

Maicih sempat booming dan penjualannya meningkat pesat di seluruh Indonesia. Namun, seiring waktu ternyata mereka memiliki perbedaan visi dan misi. 

Pada akhirnya, mereka memutuskan pecah kongsi. Sang sulung, Dimas Ginanjar melanjutkan bisnis Maicih di bawah bendera CV Maicih. Sedangkan kedua adiknya, Arie dan Reza menjalankan Maicih di bawah PT Maicih.

Dimas menjalankan Maicih dengan mengedepankan kreativitas pada produknya. Mulai dari mengembangkan kualitas rasa hingga kemasannya. Sedangkan Maicih di bawah kendali Arie dan Reza lebih berfokus memperluas jaringan sebanyak-banyaknya di berbagai daerah.

Menariknya, ada perbedaan logo antara keduanya. Maicih yang dikelola Dimas memiliki logo seorang ibu menghadap ke depan, sedangkan Maicih milik Arie dan Reza logonya menghadap ke samping.

7. Roti Tan Ek Tjoan

instagram.com/tanektjoan.1920/

Tan Ek Tjoan adalah merek roti legendaris yang diperkirakan sudah berdiri sejak 1921 di Bogor. Kemudian mendirikan pabrik pertamanya di kawasan Cikini, Jakarta.

Awalnya, pabrik ini berfokus memproduksi makanan roti gambang. Namun, seiring waktu mereka juga membuat berbagai varian roti. Saat ini, pabrik tua tersebut sudah pindah ke daerah Ciputat.

Diketahui ada dua pihak yang memiliki merek dagang Tan Ek Tjoan, yaitu Alexandra Salinah Tamara dan Lydia Chintya Elia.

Perbedaan merek Tan Ek Tjoan keduanya terletak pada logo yang digunakan. Alexandra menggunakan logo Tan Ek Tjoan yang lebih jadul berupa tulisan merah dengan latar belakang warna putih. Sedangkan Lydia menggunakan logo koki yang memanggang roti dan bertuliskan Tan Ek Tjoan dengan latar belakang warna kuning dan cokelat.

Nah, itulah daftar bisnis yang pecah kongsi di Indonesia. Ada merek yang sering kamu beli?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Mayang Ulfah Narimanda
Anata Siregar
3+
Mayang Ulfah Narimanda
EditorMayang Ulfah Narimanda
Follow Us