Defisit APBN 2025 Diproyeksi Bengkak Jadi Rp662 Triliun

- Kemenkeu percepat belanja negara di semester II.
- Defisit APBN per Juni capai Rp204,2 Triliun.
- Tarif resiprokal 19 persen diharapkan bisa kerek Ekonomi.
Jakarta, IDN Times – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka-bukaan tentang outlook defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diproyeksi membengkak menjadi 2,78 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar Rp662 triliun. Outlook ini meningkat dari defisit dalam APBN 2025 sebesar 2,53 persen atau Rp Rp616 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu, mengatakan outlook tersebut disampaikan dengan pertimbangan banyaknya belanja pemerintah yang harus dipercepat eksekusinya.
"APBN kita untuk 2025, kan, kemarin sudah diumumkan; outlook-nya sampai 2025 ini defisitnya 2,78 persen. Itu melibatkan masih banyak sekali belanja pemerintah yang harus dieksekusi dengan lebih cepat," kata Febrio saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/7/2025).
1. Kemenkeu percepat belanja negara di semester II

Febrio menyampaikan bahwa strategi pertama adalah pemerintah harus mempercepat belanja, khususnya untuk program-program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
"Jadi, itu nanti akan mendukung rebound untuk semester II 2025," ujarnya.
2. Defisit APBN per Juni capai Rp204,2 triliun

Berdasarkan data Kementerian Keuangan mencatat defisit APBN hingga Juni atau semester I 2025 mencapai 0,84 persen dari produk domestik bruto (PDB), atau dalam nominal mencapai Rp204,2 triliun.
Adapun defisit APBN hingga semester I 2025 ini melebar bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai 0,34 persen dari PDB atau Rp77,3 Triliun. Defisit terjadi lantaran realisasi belanja negara lebih besar bila dibandingkan penerimaan negara yang masuk.
Dalam paparannya, realisasi pendapatan negara hingga semester I 2025 mencapai Rp1.201,8 triliun atau 40 persen dari target. Realisasi tersebut tercatat lebih rendah 9 persen year on year (yoy) bila dibandingkan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp1.320,7 triliun.
Kemudian, realisasi belanja negara mencapai Rp1.406 triliun, atau 38,8 persen dari target. Realisasi belanja tersebut tercatat meningkat bila dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 0,6 persen yoy yang mencapai Rp1.398 triliun.
3. Tarif resiprokal 19 persen diharapkan bisa kerek ekonomi

Di samping itu, Febrio juga menyinggung hasil dari negosiasi tarif dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Tarif 19 persen yang telah ditetapkan, diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi pada semester II.
"Hasil dari trade negotiation itu berdampak positif bagi aktivitas manufaktur kita. Kalau tadinya kita sudah terancam dengan pertumbuhan yang cukup lemah di 4,7 persen, dengan tarif yang lebih baik ini kita melihat pertumbuhan ekonomi bisa rebound di atas 5 persen untuk paruh kedua," kata dia.