Dow Anjlok 1.200 Poin, Dolar Melemah karena Trump Serang Powell Lagi?

- Indeks saham utama AS anjlok tajam pada Senin, Dow Jones turun 3,1%, S&P 500 turun 3,2%, dan Nasdaq melemah 3,5%
- Dolar AS terpuruk ke titik terendah dalam lebih dari tiga tahun terakhir, sementara harga emas melonjak lebih dari 27 persen
- Trump mendorong pencopotan Jerome Powell sebagai Ketua The Fed karena lambannya memangkas suku bunga, menimbulkan ketidakpastian di pasar
Jakarta, IDN Times – Indeks saham utama Amerika Serikat (AS) ambles tajam pada Senin (21/4/2025), di tengah kekhawatiran soal tarif dan masa depan Ketua Bank Sentral AS (The Fed), Jerome Powell. Dow Jones anjlok lebih dari 1.200 poin atau 3,1 persen, disusul S&P 500 yang turun 3,2 persen dan Nasdaq yang melemah 3,5 persen. Nilai tukar dolar AS juga ikut terpuruk ke titik terendah dalam lebih dari tiga tahun terakhir.
Investor panik karena Presiden AS Donald Trump terus mendorong pencopotan Powell, yang menurutnya lamban memangkas suku bunga. Setiap perusahaan di Dow dan hampir seluruh anggota S&P 500 tercatat berada di zona merah pada Senin sore waktu setempat. Pelemahan pasar ini bahkan sudah terlihat sejak sesi prapembukaan karena indeks utama telah berakhir negatif pekan lalu.
“Jika saya ingin dia keluar, dia akan keluar dengan sangat cepat, percayalah,” kata Trump kepada wartawan di Oval Office, dikutip dari CNN Internasional, Selasa (22/4). Ia mengaku tak puas dengan kinerja Powell.
1. Dolar AS melemah tajam, investor lari ke emas

Meski biasanya menjadi tempat aman saat pasar jatuh, dolar justru dijual besar-besaran kali ini. Indeks dolar AS yang mengukur kekuatannya terhadap enam mata uang asing merosot 1 persen dan menyentuh titik terlemah sejak tiga tahun lalu.
Di saat bersamaan, emas melonjak lebih dari 3 persen dan menembus rekor baru di atas 3.400 dolar AS per troy ounce. Kenaikan harga emas tahun ini mencapai lebih dari 27 persen, mengalahkan performanya sepanjang 2024.
Investor memilih emas sebagai pelindung nilai karena khawatir terhadap masa depan ekonomi AS. Ketidakpastian akibat perang tarif dan kekhawatiran akan independensi The Fed membuat dolar tidak lagi dipandang sebagai tempat aman.
2. Trump sebut Powell "pecundang besar", paksa The Fed turunkan suku bunga
Dilansir dari BBC, Trump kembali mengunggah pernyataan keras di media sosial pada Senin, menyebut Powell sebagai “pecundang besar”. Ia terus menekan bank sentral untuk memangkas suku bunga demi meredam dampak kebijakan tarifnya.
Direktur Dewan Ekonomi Nasional, Kevin Hassett, menyatakan bahwa pemerintah masih mengkaji kemungkinan mencopot Powell lewat analisis hukum baru. Ini bertolak belakang dengan pernyataannya dulu yang menekankan independensi The Fed.
Sejumlah ahli menilai bahwa Trump tidak punya wewenang memecat Powell hanya karena perbedaan kebijakan. Namun, Presiden AS itu tampak tak peduli terhadap norma yang sudah berlaku dan siap mengambil risiko besar terhadap stabilitas pasar.
3. Kekhawatiran investor meningkat jelang rapat The Fed awal Mei

Rapat Dewan Gubernur The Fed dijadwalkan digelar awal Mei untuk menentukan suku bunga acuan berikutnya. Sebagian besar pelaku pasar, sekitar 88 persen, memperkirakan suku bunga akan tetap dipertahankan.
Analis Macquarie menyebut “pelarian dari dolar” ini dipicu kekhawatiran terhadap independensi The Fed serta mandeknya negosiasi tarif. Kegagalan pengumuman kesepakatan dagang memperkuat sinyal bahwa ketegangan bisa berlangsung lama.
“Powell menegaskan kembali bahwa Fed kemungkinan akan tetap dalam mode tunggu-dan-lihat karena menilai efek tarif pada ekonomi,” tulis analis Morgan Stanley dalam catatan Senin.
Sementara itu, investor juga bersiap menyambut musim laporan keuangan kuartal I 2025 dari berbagai perusahaan besar seperti Tesla dan Alphabet.