Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ekonomi China Tumbuh 5,4 Persen Meski Ancaman Tarif AS Membayangi

ilustrasi bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Jakarta, IDN Times – Produk domestik bruto (PDB) China pada kuartal pertama 2025 mencatat pertumbuhan sebesar 5,4 persen secara tahunan. Angka ini melampaui ekspektasi survei Reuters yang memprediksi kenaikan 5,1 persen. Momentum pemulihan masih terjaga sejak akhir 2024 berkat dorongan stimulus kebijakan secara luas.

Data Biro Statistik Nasional (NBS) pada Rabu (16/4/2025) mencatat penjualan ritel pada Maret naik 5,9 persen dibandingkan tahun lalu. Angka tersebut mengalahkan prediksi analis yang hanya memperkirakan kenaikan 4,2 persen. Produksi industri juga naik 7,7 persen, melebihi estimasi 5,8 persen.

“Ekonomi China memulai tahun dengan baik dan stabil,” kata Sheng Laiyun, Wakil Biro Statistik, dikutip dari South China Morning Post, Rabu (16/4). Ia menambahkan bahwa peran inovasi dalam mendorong pertumbuhan semakin besar.

1. Investasi aset tetap naik, tapi sektor properti makin tertekan

ilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Aditya Pratama)

Investasi aset tetap China naik 4,2 persen sepanjang kuartal pertama 2025. Angka tersebut sedikit di atas perkiraan Reuters yang memperkirakan pertumbuhan 4,1 persen. Namun, sektor properti masih menjadi beban karena mengalami penurunan tajam.

Di dalam komponen investasi tetap, sektor real estat turun 9,9 persen secara tahunan hingga Maret. Sebaliknya, investasi pada infrastruktur dan manufaktur menunjukkan percepatan. Pemerintah tampaknya mengarahkan stimulus ke sektor-sektor ini untuk menopang momentum pemulihan.

Sementara itu, tingkat pengangguran di kawasan perkotaan turun menjadi 5,2 persen pada Maret. Penurunan ini terjadi setelah sebelumnya mencapai 5,4 persen di Februari, yang merupakan angka tertinggi dalam dua tahun terakhir. Kondisi ini menandakan mulai pulihnya pasar tenaga kerja.

2. Dampak perang dagang dengan AS diprediksi makin terasa

ilustrasi perang dagang antara China dan Amerika Serikat. (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Ancaman perang dagang baru dengan Amerika Serikat mulai memicu kekhawatiran para ekonom global. Presiden Donald Trump telah menaikkan tarif atas barang-barang China menjadi 145 persen, dan China membalas dengan tarif hingga 125 persen atas barang AS. Ketegangan ini diyakini akan menggerus ekspor dan menekan pertumbuhan.

“Perang dagang 2.0, di mana China dan AS saling memberlakukan embargo perdagangan, akan berdampak besar pada sektor ekspor China, dan CAPEX (belanja modal) akan melambat sebagai akibatnya,” kata Tianchen Xu dari Economic Intelligence Unit, dikutip dari CNBC Internasional, Rabu (16/4). Ia juga mengingatkan bahwa China biasanya mencatat data ekonomi yang kuat di awal tahun.

AS juga telah menaikkan tarif efektif atas impor China menjadi sekitar 156 persen sepanjang 2025. Lembar fakta Gedung Putih pada Selasa menyebutkan bahwa tarif bisa meningkat hingga 245 persen, meski belum ada pengumuman resmi mengenai kenaikan terbaru.

Zhiwei Zhang dari Pinpoint Asset Management menyebut bahwa indikator frekuensi tinggi menunjukkan perlambatan ekspor. “Kerusakan akibat perang dagang akan terlihat pada data makro bulan depan,” ujarnya, dalam laporan yang sama.

3. Stimulus tambahan disiapkan untuk meredam guncangan tarif

Ilustrasi Suku Bunga (IDN Times/Aditya Pratama)

Beberapa bank investasi telah memangkas proyeksi pertumbuhan China tahun ini. UBS Group memprediksi ekonomi China hanya tumbuh 3,4 persen akibat penurunan ekspor ke AS dan lemahnya permintaan domestik. Morgan Stanley juga melihat kemungkinan penurunan tajam pertumbuhan mulai kuartal kedua.

Robin Xing dari Morgan Stanley memproyeksikan pemerintah akan mempercepat pelonggaran moneter di kuartal kedua. Ia memperkirakan akan ada pemotongan rasio cadangan sebesar 50 basis poin dan suku bunga acuan sebesar 15 basis poin. Pemerintah juga diprediksi akan menggelontorkan obligasi konstruksi lokal dan memperluas program tukar-tambah barang konsumsi.

Goldman Sachs dalam riset terbarunya memperkirakan Beijing akan meningkatkan pelonggaran kebijakan tahun ini. Mereka memproyeksikan pemangkasan suku bunga sebesar 60 basis poin dan peningkatan defisit fiskal yang diperluas hingga 14,5 persen dari PDB, naik 4,1 poin persentase dari sebelumnya.

Xing memperkirakan stimulus fiskal tambahan senilai 1 triliun sampai 1,5 triliun yuan akan diluncurkan China pada paruh kedua 2025 guna meredam sebagian dampak dari lonjakan tarif.

Sementara itu, Laiyun mengatakan China perlu “berupaya lebih keras” menghadapi tekanan global.

“China punya pengalaman puluhan tahun dalam menghadapi krisis, mulai dari pandemi COVID-19 hingga ketegangan dengan AS,” ujarnya. Ia meyakini tekanan tarif akan berat, tapi ekonomi China tetap tangguh.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us