Ini Alasan Trump Jatuhkan Tarif Baru untuk China hingga 245 Persen

- China menghentikan ekspor enam logam tanah jarang yang vital bagi rantai pasok global sebagai balasan atas tarif impor AS hingga 245 persen
- China juga menaikkan tarif atas berbagai barang dari AS hingga 125 persen setelah AS memberlakukan tarif baru dan membekukan tarif tambahan untuk negara lain selama 90 hari
- Gedung Putih mengumumkan bahwa lebih dari 75 negara telah menghubungi AS untuk membahas kesepakatan dagang baru, dengan pengecualian China yang dikenai tarif penuh karena sudah lebih dulu melakukan tindakan balasan
Jakarta, IDN Times – Pemerintahan Presiden Donald Trump resmi menaikkan tarif impor dari China hingga 245 persen, sebagaimana diumumkan dalam dokumen fact sheet yang dirilis Gedung Putih pada Selasa (15/4/2025) malam waktu setempat. Langkah ini menjadi bagian dari eskalasi perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia.
“China sekarang menghadapi tarif hingga 245 persen atas impor ke AS sebagai akibat dari tindakan balasannya,” bunyi pernyataan Gedung Putih, dikutip dari Hindustan Times, Rabu (16/4).
Trump juga meluncurkan penyelidikan keamanan nasional atas ketergantungan Amerika Serikat (AS) pada produk-produk strategis dari luar negeri. Kebijakan ini disebut sejalan dengan agenda “America First Trade Policy” yang menjadi pondasi masa jabatan keduanya. Trump menyampaikan bahwa langkah ini bertujuan untuk melindungi sektor militer, teknologi, dan manufaktur dari risiko ketergantungan tinggi pada China.
Berikut hal-hal yang melatarbelakangi langkah terbaru Trump terhadap China.
1. China hentikan ekspor logam langka ke AS dan perluas pembatasan

China membalas tekanan ekonomi dari AS dengan menghentikan ekspor enam jenis logam tanah jarang berat dan magnet khusus yang sangat vital bagi rantai pasok global. Material ini digunakan secara luas dalam sektor otomotif, pertahanan, dan teknologi tinggi. Keputusan ini memperluas daftar pembatasan ekspor China atas bahan strategis ke AS.
“Beberapa bulan yang lalu, China melarang ekspor ke AS atas galium, germanium, antimoni, dan material teknologi tinggi penting lainnya yang berpotensi untuk aplikasi militer,” bunyi dokumen Gedung Putih, dikutip dari Anadolu Agency, Rabu (16/4).
AS menilai langkah ini sebagai bentuk pembalasan yang berisiko mengganggu kestabilan pasokan global.
2. China balas dengan tarif 125 persen dan tolak tekanan sepihak

Selain menghentikan ekspor logam, China juga menaikkan tarif atas berbagai barang dari AS hingga 125 persen pada Jumat lalu. Langkah ini diambil setelah AS memberlakukan tarif baru dan membekukan tarif tambahan untuk negara lain selama 90 hari. Pemerintah China menyebut kebijakan tarif AS sebagai tekanan sepihak yang tidak bisa diterima.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, memberikan pernyataan saat konferensi pers. “Kalian bisa membawa angka ini ke pihak AS untuk mendapatkan jawabannya,” dikutip dari China Daily, Rabu (16/4).
Lin menyatakan bahwa perang tarif ini bermula dari tindakan AS, dan China hanya memberi respons yang sah. Ia mengatakan bahwa tak ada pihak yang akan diuntungkan dari perang dagang, serta mendorong agar AS menghentikan tekanan dan membuka dialog yang setara.
3. AS jajaki kerja sama dagang baru dengan lebih dari 75 negara

Gedung Putih mengumumkan bahwa lebih dari 75 negara telah menghubungi AS untuk membahas kesepakatan dagang baru. Pemerintah memutuskan menangguhkan tarif tinggi terhadap negara-negara tersebut selama negosiasi berlangsung. Satu-satunya pengecualian adalah China, yang dikenai tarif penuh karena sudah lebih dulu melakukan tindakan balasan.
“Lebih dari 75 negara telah menghubungi untuk membahas kesepakatan dagang baru. Sebagai hasilnya, tarif tinggi individual saat ini ditangguhkan di tengah diskusi ini, kecuali untuk China, yang melakukan tindakan balasan,” ujar Gedung Putih dalam dokumen.
Trump mengatakan bahwa strategi ini bertujuan memperkuat industri domestik AS dan mengurangi ketergantungan pada mitra dagang yang dinilai tidak adil. Meskipun belum diumumkan daftar resmi produk yang terkena tarif 245 persen, para analis memprediksi kebijakan ini akan segera berdampak pada berbagai barang konsumen dan sektor industri utama.