Ketegangan AS-Tiongkok dan Keraguan pada OPEC+ Picu Harga Minyak Drop
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Harga minyak mentah dunia kembali turun ke level US$34 per barel pada penutupan perdagangan Rabu atau Kamis (28/5) pagi waktu Jakarta. Dilansir OilPrice, harga minyak mentah berjangka Brent yang menjadi patokan global, turun sekitar 1,3 persen menjadi US$34,28 per barel.
Sementara harga minyak untuk West Texas Intermediate (WTI) kini berada pada level US$31,99 per barel atau turun hingga 2,5 persen. Untuk Mars turun 1,56 persen atau US$34,01 per barel. Penurunan ini sudah terlihat sejak Senin (25/5). Minyak mentah berjangka Brent turun sekitar 1,42 persen menjadi US$34,62 per barel.
Grafik dari OilPrice memperlihatkan bagaimana harga minyak mentah Brent mencapai puncaknya pada 21 Mei yaitu US$36,94 per barel. Namun di hari tersebut juga, harga minyak langsung merosot ke level US$33 per barel. Harga minyak mentah Brent memang memperlihatkan kenaikan lagi, namun masih stagnan di level US$34 per barel.
Begitu juga dengan harga minyak mentah WTI yang stagnan di level US$33 per barel, meski sempat mencapai posisi tertingginya dalam sebulan terakhir di level US$34 per barel.
1. Akibat ketegangan AS-Tiongkok
Penyebab harga minyak dunia turun adalah Tiongkok yang mengumumkan rencana untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong, memicu protes di jalan-jalan. Dilansir dari Antara, Presiden AS Donald Trump mengatakan ia sedang bekerja pada respons yang kuat terhadap undang-undang keamanan yang diusulkan Tiongkok tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dia telah menyatakan bahwa Hong Kong tidak lagi memerlukan perlakuan khusus berdasarkan hukum AS, pukulan terhadap statusnya sebagai pusat keuangan utama.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok, Pemerintah Beri Respons Soal Penurunan Harga BBM
2. Keraguan terhadap OPEC+
Alasan kedua adalah keraguan pedagang terhadap organisasi negara pengekspor minyak, Rusia, dan produsen lainnya, yang dikenal sebagai OPEC+ untuk pengurangan produksi yang signifikan.
Editor’s picks
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman setuju selama pembicaraan melalui telepon untuk "koordinasi erat" lebih lanjut tentang pembatasan produksi minyak. Namun, banyak yang merasa Rusia mengirimkan sinyal beragam menjelang pertemuan dalam waktu kurang dari dua minggu antara OPEC+.
"Kedengarannya hebat di atas kertas, tetapi pasar menahan kegembiraan sampai kita mendapatkan beberapa rincian lebih lanjut tentang apakah akan ada pemotongan, berapa banyak barel akan dipotong dan lamanya pemotongan," kata analis senior Price Futures Group, Phil Flynn.
3. Prospek suram akibat dampak COVID-19
Dampak COVID-19 juga masih menghantui minyak mentah. Para ekonom memperkirakan dua juta orang Amerika mengajukan aplikasi awal untuk asuransi pengangguran minggu lalu. Departemen Tenaga Kerja AS akan melaporkan pada Kamis.
"Pengurangan surplus minyak mentah domestik yang besar sekitar 47 juta barel sedang berjalan pada kecepatan yang jauh lebih lambat daripada penurunan produksi karena penyuling ragu-ragu dalam meningkatkan kegiatan," kata Presiden Ritterbusch dan Associates, Jim Ritterbusch di Galena, Illinois, dalam sebuah laporan.
Ekonomi zona euro mungkin akan menyusut antara 8-12 persen tahun ini, Presiden Bank Sentral Eropa Christine Lagarde memperingatkan hasilnya akan antara sedang dan berat.
Persediaan minyak mentah, bensin, dan sulingan AS semuanya naik, data dari kelompok industri American Petroleum Institute menunjukkan pada Rabu (27/5/2020). Sementara Badan Informasi Energi AS akan merilis data persediaannya pada Kamis.
Dalam tanda lain permintaan bahan bakar yang lemah, kilang Jepang beroperasi hanya dengan 56,1 persen dari kapasitas minggu lalu, terendah sejak setidaknya 2005.
"Pasar kemungkinan dalam waktu dekat akan memusatkan perhatian pada pertemuan 'OPEC+' pada 9 dan 10 Juni," kata Analis Energi Commerzbank Research, Eugen Weinberg, dalam sebuah catatan pada Rabu (27/5/2020).
"Sampai sekarang, posisi dua peserta terkemuka sangat berbeda: Arab Saudi ingin mempertahankan pemotongan yang berlaku pada Mei dan Juni untuk sementara waktu, sementara Rusia idealnya akan mulai secara bertahap meningkatkan produksi lagi mulai Juli, seperti yang direncanakan sebelumnya," katanya.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Mulai Turun, Kini Menjadi US$34,65 per Barel