Komisaris Terindikasi Rangkap Jabatan Terbanyak, BUMN Buka Suara 

55 orang di Kementerian BUMN terindikasi rangkap jabatan

Jakarta, IDN Times - Ombudsman RI melaporkan komisaris terindikasi merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berasal dari kementerian mencapai 254 atau 64 persen. Sementara, komisaris yang berasal dari lembaga non kementerian sebanyak 112 (28 persen) dan akademisi sebanyak 31 (8 persen). Data tersebut didapatkan Ombudsman RI dari Kementerian BUMN pada 2019.

"Paling banyak dari Kementerian BUMN, ada 55 pejabat," jelas Anggota Ombudsman RI Alamsyah Saragih dalam konferensi pers virtual, Minggu (28/6).

1. Kemenkeu paling disorot Ombudsman

Komisaris Terindikasi Rangkap Jabatan Terbanyak, BUMN Buka Suara IDN Times/Aryodamar

Alamsyah melanjutkan, Kementerian Keuangan menempati urutan pertama dengan pejabat terindikasi rangkap jabatan sebanyak 42 orang. Disusul Kementerian PUPR 17 orang, Kemenhub 17 orang, Kemensesneg 16 orang, Kementerian Koordinator 13 orang, Kemenperin 9 orang, Kemendag 9 orang, Kemen-PPN 8 orang, dan kementerian-kementerian lainnya sebanyak 68 orang.

Dari semua kementerian itu, Alamsyah menyoroti Kemenkeu. Sebab, Kemenkeu memiliki anggaran remunerasi tertinggi dibanding kementerian lainnya.

"Kemenkeu memiliki remunerasi tertinggi di Indonesia, tetapi banyak pejabat yang rangkap jabatan dan penghasilan. Kami di Ombudsman mulai meragukan remunerasi tinggi ini penting atau tidak untuk ASN kalau begini caranya. Gak ada keinginan mengalah untuk single salary, tetapi tetap rangkap penghasilan. Ini bakal jadi catatan dari porsi kementerian-kementerian ini," kata dia.

Baca Juga: Cara Bebenah Diri Ala BUMN dan Swasta Menghadapi Pandemik COVID-19

2. Komisaris dari instansi non-kementerian yang terindikasi rangkap jabatan tercatat 112 orang

Komisaris Terindikasi Rangkap Jabatan Terbanyak, BUMN Buka Suara Gedung BUMN. IDN Times/Indiana Malia

Sementara, komisaris BUMN dari instansi non-kementerian yang terindikasi rangkap jabatan tercatat 112 orang. Antara lain TNI 27, Polri 13, Kejaksaan 12, pemerintah daerah 11, Badan Intelijen Negara (BIN) 10, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) 10, Kantor Staf Presiden (KSP) enam, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) empat, dan lembaga lainnya 19.

Tak hanya itu, komisaris BUMN yang terindikasi rangkap jabatan juga berasal dari akademisi perguruan tinggi. Di antaranya Universitas Indonesia sembilan, UGM lima, Universitas Hasanudin dua, Universitas Padjajaran dua, ITS dua, dan universitas lainnya 11.

"Ini wajah kita bersama. Perguruan tinggi pun dapat porsi untuk duduk di kursi komisaris BUMN. Saya belum tahu juga pertimbangannya apa, pasti tim yang melakukan seleksi punya pertimbangan sendiri," kata Alamsyah.

3. Sebanyak 167 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di anak usaha BUMN

Komisaris Terindikasi Rangkap Jabatan Terbanyak, BUMN Buka Suara Menteri BUMN Erick Thohir (Tangkapan Layar TV Parlemen DPR)

Kemudian, tercatat 167 komisaris BUMN terindikasi rangkap jabatan di anak usaha BUMN. Sebanyak enam kementerian mendominasi 54 persen komisaris, sebagian sudah berstatus tak aktif.

Di antaranya Kementerian ESDM (15 persen), Kementerian BUMN (15 persen), Kemenhub (8 persen), TNI/Polri (7 persen), Perguruan Tinggi (7 persen), KLHK (4 persen), Kementan (4 persen), Kemenkeu (4 persen), Kementerian PUPR (4 persen), Kemenkes (3 persen), dan lain-lain (23 persen).

"Semua data tersebut sudah kami bahas dengan pihak Kementerian BUMN. Kami sudah diskusi dan saat perumusan hal-hal perbaikan itu juga akan kami lakukan dengan mereka. Itu cara kerja Ombudsman. Concern kami adalah perbaikan sistem," kata Alamsyah.

4. Posisi komisaris perusahaan negara yang diisi sosok dari kementerian atau lembaga dianggap wajar

Komisaris Terindikasi Rangkap Jabatan Terbanyak, BUMN Buka Suara IDN Times/Auriga Agustina

Sementara menanggapi isu yang disampaikan Ombudsman, Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan, posisi komisaris perusahaan negara yang diisi sosok dari kementerian atau lembaga merupakan hal wajar.

"Kita kan tahu BUMN dimiliki pemerintah. Pemerintah sebagai pemegang saham pasti menempatkan perwakilannya untuk menempati posisi komisaris di BUMN, maka wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan itu," ujar Arya seperti dilansir Antara, Minggu.

Menurut Arya, pemerintah sebagai pemegang saham BUMN berhak menempatkan orangnya dalam rangka mengawasi kinerja perusahaan. "Jadi sangat wajar kalau dari kementerian atau lembaga juga yang menempati posisi komisaris, yang mewakili kepentingan pemegang saham ya dari pemerintah."

"Itu logika umum, dimana-mana juga pastinya harus ada mewakili, kalau nggak siapa yang mewakili pemerintah dalam perusahaan yang dimiliki oleh pemerintah itu kalau bukan dari unsur pemerintah," kata Arya.

Larangan rangkap jabatan bagi PNS, menurut Arya, adalah larangan untuk menjabat satu jabatan strukrural dengan jabatan struktural lainnya dan atau dengan jabatan fungsional dan pada kementerian atau embaga bukan jabatan di BUMN, serta larangan menjadi anggota dan atau pengurus partai politik.

"Sesuai regulasi maka Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas dan Direksi bukan termasuk jabatan yang masuk dalam kriteria jabatan struktural, dan atau jabatan fungsional dari Pegawai Negeri Sipil," papar dia.

Terkait aspek benturan kepentingan dewan komisaris, kata Arya, adalah yang dapat merugikan BUMN. Namun, apabila perbedaan itu tidak menimbulkan kerugian pada BUMN, maka bukan benturan kepentingan.

Arya juga menjawab soal adanya rangkap penghasilan. Menurut dia, penghasilan yang diterima komisaris berbentuk honorarium dan bukan gaji.

"Kalau ada ASN yang ditugaskan untuk tugas-tugas tertentu maka ada tambahan honorarium bagi pejabat tersebut," kata dia.

Baca Juga: Ombudsman: 397 Komisaris BUMN Terindikasi Rangkap Jabatan

Topik:

  • Rochmanudin
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya