Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kebijakan Moratorium Smelter Nikel Belum Bisa Berjalan Penuh

ilustrasi seseorang sedang bekerja di smelter nikel yang menjadi bagian dari hilirisasi SDA (freepik.com/fanjianhua)
ilustrasi seseorang sedang bekerja di smelter nikel yang menjadi bagian dari hilirisasi SDA (freepik.com/fanjianhua)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam memoratorium izin pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter) nikel kelas II untuk proses pirometalurgi.

Moratorium sendiri adalah kebijakan sementara yang diterapkan untuk menghentikan atau membatasi aktivitas konstruksi atau pembangunan smelter nikel kelas II.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pihaknya perlu berbicara dengan Kemenperin. Sebab, sebagian izin pembangunan smelter berada di ranah lembaga pemerintah yang mengelola dan mengembangkan sektor industri tersebut.

"Kita harus membahasnya dengan Perindustrian. Itu kan kebanyakan yang berdiri sendiri kan izinnya di sana," kata Arifin kepada jurnalis, dikutip Sabtu (11/11/2023).

1. Smelter bernilai rendah sudah tak diberi izin pembangunan

IDN Times/Istimewa
IDN Times/Istimewa

Arifin menjelaskan, untuk pembangunan smelter yang izinnya berada di bawah Kementerian ESDM, melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) sudah mulai dijalankan kebijakan moratorium.

"Kalau yang Minerba kan udah jalan, udah beda lagi, yang low value (bernilai rendah) kita sudah menyetop lah," tuturnya.

2. Moratorium untuk menjaga suplai nikel di dalam negeri

Aktivitas tambang nikel PT Vale di Kabupaten Luwu Timur. (Dok. IDN Times/Didit Hariyadi)
Aktivitas tambang nikel PT Vale di Kabupaten Luwu Timur. (Dok. IDN Times/Didit Hariyadi)

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif mengatakan, moratorium dilakukan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya mineral, dalam hal ini pasokan nikel di dalam negeri.

Pemerintah menyadari perlunya menjaga keseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bijih nikel agar tidak menjadikan Indonesia sebagai pengimpor biji nikel.

Jadi, moratorium pembangunan smelter yang dilakukan bertujuan agar smelter yang sudah terbangun tetap mendapatkan pasokan bijih nikel untuk keberlanjutan operasi produksi mereka.

"Kementerian ESDM sudah ada rencana untuk melakukan pembatasan," tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis (19/10/2023).

3. Pemerintah mengkaji kebijakan moratorium secara komprehensif

dok.Antam
dok.Antam

Irwandy mengatakan, pemerintah melakukan kajian secara komprehensif terhadap kebijakan tersebut, terutama untuk proses nikel yang ada di Indonesia, baik nikel berkadar rendah (limonite) maupun nikel berkadar tinggi (saprolite).

"Saat ini, nikel yang mengalami proses pirometalurgi ke arah stainless steel ada 44 smelter dan yang menggunakan proses hidrometalurgi ke arah baterai itu ada 3 smelter. Konsumsi biji nikel untuk pirometalurgi dengan saprolite adalah sebesar 210 juta ton per tahun dan limonate sebesar 23,5 juta ton per tahun," sebutnya.

Sekarang, ada 25 smelter yang sedang tahap konstruksi. Itu membutuhkan pasokan nikel sebanyak 75 juta ton per tahun. Sementara itu, untuk arah proses baterai hidrometalurgi ada 6 smelter yang sedang konstruksi dengan estimasi kebutuhan bijih 34 juta ton per tahun.

Dia menerangkan, pada tahap perencanaan ke arah pirometalurgi, ada 28 smelter dan 10 smelter untuk hidrometalurgi dengan kebutuhan masing-masing 130 juta ton per tahun dan 54 juta ton per tahun.

"Total, smelter yang ada sampai dengan saat ini, belum lagi yang terbaru itu ada 116 smelter yang terdiri dari 97 smelter pirometalurgi dan 19 smelter ke arah hidrometalurgi," ujar Irwandy.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us