Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kebut Pengadaan Proyek EBT, Pakar Sarankan Standarisasi PPA

Ilustrasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). (IDN Times/Dhana Kencana)

Jakarta, IDN Times - Standarisasi perjanjian jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA) diyakini menjadi salah satu cara mempercepat negosiasi proyek energi baru dan terbarukan (EBT). Itu juga sekaligus menghindari potensi terjadinya pelanggaran hukum.

Senior Partner of UMBRA, Kirana Sastrawijaya, menilai hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan standarisasi, misalnya dengan merujuk pada PPA yang sudah bankable atau memenuhi persyaratan bank dan terbukti sukses.

“Selain merujuk pada PPA yang sudah sukses, hal lainnya yang perlu dipertimbangkan untuk standarisasi PPA adalah memberikan klausul fleksibilitas untuk menghindari penyimpangan yang dianggap sebagai 'pelanggaran hukum', memberikan fleksibilitas untuk mengadopsi perkembangan teknologi baru, adanya implikasi studi keuangan untuk menjustifikasi alokasi risiko, serta adanya perbandingan dengan negara lain,” kata Kirana dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023, Kamis (21/9/2023).

1. Investor perlu mendapatkan kepastian

Analis Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Raditya Wiranegara. (dok IETD)

Analis Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Raditya Wiranegara, mengatakan tantangan yang perlu diperhatikan dalam standardisasi PPA adalah membuat standarisasi tersebut dapat disesuaikan dengan dinamika pasar, misalnya dengan pemutakhiran standar PPA pada periode tertentu.

"Dengan begitu, investor siap dan tetap mendapatkan kepastian," ujarnya.

Selain itu, menurut Raditya, standarisasi tersebut juga perlu memperhatikan teknologi pembangkit. Jadi, kata dia, standar PPA untuk pembangkit listrik berbasis fosil dibedakan dari standar PPA untuk pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.

2. Industri tekankan tiga hal dalam pembahasan PPA

Proyek PLTA Batangtoru berkapasitas 510 MW (IDN Times/Prayugo Utomo)

Sementara, Komite Eksekutif Kadin Net Zero Hub Anthony Utomo berpendapat ketersediaan proyek energi terbarukan menjadi hal penting dalam pembahasan PPA.

Oleh karenanya, kata dia, dari kalangan industri ada beberapa faktor yang dia tekankan. Pertama, proyek energi terbarukannya harus ada dulu. Kedua, standarisasi PPA akan sangat membantu, sehingga negosiasi tidak perlu berlama-lama dan ada transparansi.

"Ketiga, mengenai hak karbon, terutama untuk PPA yang sudah berjalan, apakah akan menjadi miliknya risk taker (pengampu risiko) PLN atau pengembang,” sambung Anthony.

3. Indonesia bisa berkaca pada India

Ilustrasi. Korsel bangun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) terbesar di dunia. Ilustrasi (pexels.com/pixabay)

Senior Programme Lead, CEEW Centre for Energy Finance, Arjun Dutt, mencontohkan pengamalan India dalam pengadaan proyek energi terbarukan melalui proses lelang.

Menurut dia, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menciptakan paket kebijakan yang mendukung pengadaan proyek energi terbarukan, adalah dengan adanya kepastian permintaan, memitigasi risiko lahan dan evakuasi, integrasi jaringan, dan memitigasi risiko penjamin (off-taker).

“Hal yang dapat menciptakan kepastian permintaan, misalnya dengan adanya kewajiban pembelian energi terbarukan atau Renewable Purchase Obligation (RPO) seperti penentuan standar portofolio energi terbarukan," ujar dia.

"Selain itu, dapat pula membuka akses luas bagi konsumen untuk mempromosikan adopsi energi terbarukan, serta mengembangkkan sumber-sumber baru permintaan energi terbarukan seperti kendaraan listrik dan hidrogen hijau,” sambung Arjun.

4. PLN minta PPA lebih efisien dan kompetitif

Senior Specialist Project Management and Power Generation PT PLN, Zulfikar Manggau. (IETD)

Pada kesempatan yang sama, Senior Specialist Project Management and Power Generation PT PLN, Zulfikar Manggau, menyatakan pihaknya menginginkan PPA yang lebih efisien dan kompetitif dalam hal pengadaan proyek energi terbarukan.

Zulfikar menerangkan saat ini sedang dilakukan finalisasi Peraturan Menteri (Permen tentang Perjanjian Jual Beli LIstrik (PJBL).

“PLN sedang mengupayakan agar bisa segera meningkatkan penjualan melalui industri yang terus tumbuh, sehingga sisi permintaan terus bertambah dan bisa menambah pembangkit energi baru terbarukan ke depannya,” tambah Zulfikar.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Trio Hamdani
EditorTrio Hamdani
Follow Us