Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ketergantungan Indonesia terhadap Batu Bara Masih Tinggi

Wakil Menteri Investasi atau Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung (ANTARA)
Intinya sih...
  • Indonesia masih 67% bergantung pada batu bara untuk pasokan energi listrik.
  • Potensi energi terbarukan seperti surya, hidro, bioenergi, dan angin belum dimanfaatkan secara optimal.

Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengungkapkan, ketergantungan Indonesia terhadap batu bara dalam bauran energi nasional masih cukup tinggi, mencapai 67 persen per Agustus 2024. 

"Penyediaan tenaga listrik masih didominasi oleh pembangkit batu bara dengan bauran sekitar 67 persen," ujar Yuliot dalam sambutannya pada Electricity Connect 2024 di Jakarta, Rabu (20/11/2024). 

1. Batu bara diharapkan sumbang 65,7 persen dari total pasokan energi listrik

Ilustrasi tambang batu bara (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam paparanya, pemerintah menargetkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bauran energi primer tahun ini mencakup batu bara diharapkan menyumbang sekitar 65,72 persen dari total pasokan energi listrik.

Untuk pembangkit gas, pemerintah menargetkan sebesar 17,72 persen, disusul PLTA sebesar 6.88 persen, panas bumi sebesar 5,33 persen, bahan bakar minyak (BBM) dan Bahan Bakar Nabati (BBN) sebesar 3,06 persen, biomassa sebesar 1,02 persen, dan energi baru terbarukan (EBT) lainnya sebesar 0,25 persen.

"Ya tentu dalam rangka bagaimana kita mengurangi emisi, ya khususnya emisi rumah kaca, kita mengharapkan ke depan untuk bauran energi ini bisa kita lakukan penyesuaian, jadi sehingga mayoritas energi baru terbarukan itu bisa disediakan," ucap Yuliot.

Menghadapi tantangan ini, upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai tujuan net zero emission pada 2060 menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, penting untuk mempercepat transisi menuju EBT dan mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil.

2. Potensi energi terbarukan belum tergarap maksimal

Polytron memasang instalasi PLTS Atap di pabrik Sayung, Demak. (dok. Polytron)

Menurut Yuliot, Indonesia memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yang sangat besar, namun masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal.

Rinciannya, potensi energi surya sebesar 3.294 gigawatt, yang baru dimanfaatkan hanya sekitar 675 megawatt. Potensi energi hidro mencapai 95 gigawatt, tetapi baru terpakai sekitar 6,6 gigawatt. Kemudian bioenergi memiliki potensi 57 gigawatt, sementara yang dimanfaatkan baru sekitar 3,4 gigawatt. Begitu juga dengan energi angin, yang memiliki potensi sebesar 155 gigawatt, namun yang sudah dimanfaatkan hanya 152 megawatt.

Dengan demikian, Yuliot meminta potensi energi terbarukan sangat besar harus dimanfaatkan secara maksimal. Alhasil, gap antara potensi dan pemanfaatan ini harus ditekan agar dapat mewujudkan efisiensi energi dan berkomitmen untuk mengurangi emisi. 

"Jadi ini potensinya rangenya cukup besar. Ini merupakan bagian yang bisa kita konsolidasikan, bagaimana antara potensidengan pemanfaatan itu bisa gapnya tidak terlalu jauh, sehingga akan terjadi efisiensi dan juga bagaimana kita melihat sebagai komitmen kita untuk mengurangi emisi, terutama net zero emisi pada tahun 2060," tuturnya. 

3. Indonesia butuh investasi untuk pengembangan infrastruktur transmisi dan bangun pembangkit listrik

Petugas saat melakukan pembersihan solar panel di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Tanjung Uma, Kota Batam (IDN Times/Putra Gema Pamungkas)

Dalam rangka mendukung transisi energi dan pemanfaatan EBT, pengembangan infrastruktur transmisi menjadi kunci utama. Menurut Yuliot, dalam 10 tahun ke depan, Indonesia membutuhkan lebih dari 50.000 km sirkuit transmisi, termasuk transmisi tegangan ekstra tinggi sepanjang lebih dari 10.000 km.

"Hal ini memerlukan investasi sekitar Rp400 triliun, yang dapat diperoleh melalui kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta, termasuk kerja sama dengan negara-negara ASEAN dan perusahaan multinasional," ucapnya. 

Selain infrastruktur transmisi, pembangunan pembangkit listrik baru menjadi langkah strategis untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Pemerintah menargetkan penambahan kapasitas pembangkit sekitar 68 gigawatt dalam 10 tahun ke depan, dengan porsi energi terbarukan sebesar 47 gigawatt.

"Total investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan pembangkit listrik ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp800 triliun," kata dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Triyan Pangastuti
EditorTriyan Pangastuti
Follow Us