Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pajak (Freepik.com/roman-)
ilustrasi pajak (Freepik.com/roman-)

Intinya sih...

  • PPN 12 persen pada 2025 berdampak luas, memengaruhi semua lapisan masyarakat dari menengah hingga atas.
  • Pemerintah disarankan untuk pertimbangkan peningkatan pajak bagi super kaya dan windfall profit tax untuk keadilan distribusi keuntungan.
  • Rencana pemerintah menaikkan PPN di tengah perlambatan ekonomi dikritik karena dapat memperburuk keadaan. Kebijakan tersebut seharusnya dipertimbangkan ulang.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 akan memberikan dampak ekonomi yang luas.

Ekonom Senior Indef, Fadhil Hasan menyebutkan kebijakan di sektor perpajakan tersebut akan memengaruhi semua lapisan masyarakat, mulai dari kelompok menengah, bawah, hingga atas.

"Kan PPN sifatnya itu, dampaknya itu untuk ke semua, dampak ekonominya itu baik ke masyarakat menengah, masyarakat bawah, masyarakat atas, terkena semua," kata dia dalam seminar nasional yang diselenggarakan Indef di Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (21/11/2024).

1. Pemerintah didorong genjot pajak dari orang super kaya

ilustrasi pajak kendaraan bermotor (freepik.com)

Fadhil Hasan menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan peningkatan pajak bagi individu berpenghasilan sangat tinggi atau super rich. Sebab, meskipun tren pajak secara keseluruhan cenderung menurun di berbagai negara, peningkatan pajak pada segmen super kaya diperlukan demi keadilan.

"Itu sebenarnya yang pajak itu, trennya itu yang secara keseluruhan itukan menurun tetapi untuk segmen masyarakat tertentu, yang super rich itu, itu harus ditingkatkan karena ada masalah keadilan juga di sini," ungkapnya.

Dia menilai langkah tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar kebijakan tersebut dipertimbangkan sebagai alternatif.

"Kalau misalnya memang ingin mendapatkan additional revenue (pendapatan tambahan), kenapa tidak dipertimbangkan super rich tax itu," tuturnya.

2. Pemerintah juga bisa kerek pajak dari komoditas yang melejit

ilustrasi pembayaran pajak motor (IDN Times/Arief Rahmat 2019)

Pemerintah juga bisa memanfaatkan windfall profit tax, yaitu pajak yang dikenakan pada industri atau komoditas yang memperoleh keuntungan berlebih tanpa upaya khusus dari perusahaan tersebut.

Sebagai contoh, dia menyebutkan situasi di mana harga minyak atau batu bara tiba-tiba naik akibat faktor eksternal, seperti perang, yang menyebabkan perusahaan mendapatkan keuntungan besar tanpa usaha tambahan.

Fadhil Hasan menekankan dalam kondisi semacam itu, penerapan windfall profit tax dianggap wajar untuk memastikan keadilan dalam distribusi keuntungan.

"Ini kan sebenarnya mereka kejatuhan, kedapatan keuntungan tanpa usaha apapun itu, rezeki nomplok. Ya harusnya mereka juga dikenakan tambahan pajak, wajar-wajar saja," paparnya.

3. Pemerintah dinilai tak peka terhadap situasi ekonomi saat ini

ilustrasi bayar pajak (IDN Times/Aditya Pratama)

Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto mengkritik rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025. Dia menilai kebijakan tersebut tidak tepat, terutama karena kondisi ekonomi saat ini sedang melemah.

Eko mempertanyakan sensitivitas para pembuat kebijakan terhadap situasi ekonomi terkini, mengingat keputusan menaikkan PPN di tengah perlambatan ekonomi dapat memperburuk keadaan.

Dia menegaskan kebijakan semacam itu seharusnya dipertimbangkan ulang untuk menghindari dampak negatif lebih lanjut pada perekonomian.

"Situasi PPN 12 persen pada saat ekonomi sedang melemah itu seperti sudah jatuh ketimpa tangga dan yang lebih penting lagi sebetulnya adalah ini di mana gitu ya para pembuat kebijakan itu kepekaan terhadap situasi ekonominya," tambahnya.

Editorial Team