Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KNKT: Anomali Sinyal Diabaikan, 2 Kereta Tabrakan

Konferensi pers hasil investasi kecelakaan KA Turangga dan KA Commuterline Bandung Raya (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)
Konferensi pers hasil investasi kecelakaan KA Turangga dan KA Commuterline Bandung Raya (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Jakarta, IDN Times - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah merampungkan hasil investigasi penyebab kecelakaan antara Kereta Api (KA) Turangga dan KA 350 CL atau Commuterline Bandung Raya yang terjadi pada awal Januari lalu. Hasilnya, uncommanded signal disebut sebagai penyebab utama tabrakan antara dua KA tersebut.

Secara harfiah, uncommanded signal dapat diartikan sebagai sinyal yang diberikan tanpa perintah dari satu stasiun ke stasiun lainnya, dalam hal ini Stasiun Cicalengka ke Stasiun Haurpugur.

Plt Kasubkom Investigator Kecelakaan Perkeretaapian KNKT, Gusnaedi Rachmanas menjelaskan bahwa uncommanded signal sebagai dampak dari sinyal yang dikirim sistem interface atau antarmuka tanpa perintah peralatan persinyalan blok mekanik Stasiun Cicalengka dan terproses oleh sistem persinyalan blok elektrik Stasiun Haurpugur.

“Uncommanded signal tersebut kemudian ditampilkan pada layar monitor Stasiun Haurpugur sebagai indikasi seolah-olah telah diberi 'Blok Aman' oleh Stasiun Cicalengka. Hal ini berdampak pada proses pengambilan keputusan selanjutnya untuk pelayanan KA dari masing-masing stasiun," ujar Gusnaedi dalam konferensi pers di Kantor KNKT, Jakarta, Jumat (16/2/2024).

1. Anomali yang terjadi beberapa kali

Kecelakaan KA Turangga (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)
Kecelakaan KA Turangga (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi)

Gusnaedi pun turut menjelaskan, anomali berupa uncommanded signal tersebut sejatinya telah terjadi beberapa kali sejak Agustus 2023 atau jauh sebelum kecelakaan KA Turangga dan KA Commuterline Bandung Raya terjadi pada Januari 2024.

Meski terjadi anomali, perjalanan KA antara Stasiun Cicalengka dan Stasiun Haurpugur terus dilakukan lantaran kondisi itu terus di-reset oleh pihak terkait, yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI.

“Anomali tersebut tidak teridentifikasi sebagai gangguan blok sehingga tidak tercatat dalam laporan gangguan persinyalan. Oleh karena itu, unit yang bertanggung jawab memastikan sistem persinyalan bekerja sebagaimana mestinya tidak mengetahui adanya anomali hubungan blok antara Stasiun. Haurpugur dan Stasiun Cicalengka,” tutur Gusnaedi.

2. Potensi bahaya harusnya bisa diantisipasi sejak awal

Kecelakaan KA Turangga (IDN Times/Debbie Sutrisno)
Kecelakaan KA Turangga (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Gusnaedi menambahkan, kondisi tersebut menunjukkan kurangnya kesadaran terhadap potensi bahaya yang dapat ditimbulkan dari anomali tersebut.

Imbas dari diabaikannya anomali persinyalan Stasiun Cicalengka-Stasiun Haurpugur kemudian harus dibayar mahal dengan kecelakaan antara KA Turangga dan KA Commuterline Bandung Raya.

“Jika anomali ini tercatat maka potensi bahaya tersebut dapat teridentifikasi lebih awal sehingga risiko yang ditimbulkan dapat dilakukan penilaian untuk kemudian dikendalikan dan disusun langkah-langkah mitigasinya,” kata Gusnaedi.

3. Rekomendasi buat DJKA dan KAI

Kecelakaan KA Turangga (IDN Times/Debbie Sutrisno)
Kecelakaan KA Turangga (IDN Times/Debbie Sutrisno)

Guna meningkatkan keselamatan perkeretaapian di lndonesia dan mencegah kecelakaan serupa di masa mendatang, maka KNKT menerbitkan rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).

Rekomendasi diberikan agar ke depan DJKA Kemenhub bisa memastikan keandalan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik.

“Kemudian memastikan tersedianya prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik, dan meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem manajemen keselamatan perkeretaapian khususnya terkait sistem pelaporan potensi bahaya serta penilaian dan pengendalian risiko,” beber Gusnaedi.

Rekomendasi juga ditujukan kepada PT KAI agar menyusun prosedur terkait pelayanan peralatan persinyalan yang menggunakan sistem interface yang menghubungkan persinyalan mekanik dengan persinyalan elektrik.

Selain itu, PT KAI juga diharapkan bisa memastikan terlaksananya sistem pelaporan potensi bahaya dan setiap potensi bahaya yang telah diidentifikasi telah dikomunikasikan kepada SDM operasional pelayanan perjalanan kereta api sebagai bagian dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK) Perkeretaapian.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us