Apa Dampak Korupsi Minyak Pertamina ke Konsumen dan Negara?

- Dugaan korupsi impor minyak dan produk kilang di PT Pertamina melibatkan 9 tersangka, termasuk pejabat tinggi anak perusahaan.
- Pencampuran bahan bakar RON 90 dan RON 92 berdampak pada konsumen, diperkirakan merugikan masyarakat Rp47 miliar per hari.
- Kasus ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap Pertamina, berpotensi merugikan kepercayaan investor dan anggaran negara.
Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi dalam impor minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina selama periode 2018-2023. Kasus tersebut melibatkan sembilan tersangka, termasuk pejabat tinggi di anak perusahaan Pertamina, seperti PT Pertamina Patra Niaga dan PT Pertamina International Shipping.
Dari situ terungkap dugaan praktik pengoplosan bahan bakar minyak (BBM). Dalam kasus itu, tersangka diduga mengimpor BBM dengan nilai oktan (RON) 90, namun dilaporkan sebagai RON 92, yang kemudian dicampur untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan.
Berikut beberapa hal yang perlu diketahui!
1. Dampak terhadap konsumen

Dugaan praktik pencampuran bahan bakar antara Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92) dalam kasus korupsi tersebut berdampak langsung kepada konsumen. Jika benar terbukti nanti, berarti praktik ini telah merugikan masyarakat yang membayar harga Pertamax tetapi diduga menerima kualitas bahan bakar yang lebih rendah.
Hal tersebut berpotensi merugikan masyarakat secara finansial. Center of Economic and Law Studies (Celios) memperkirakan kerugian konsumen bisa mencapai Rp47 miliar per hari atau Rp17,4 triliun per tahun akibat perbedaan kualitas BBM tersebut.
Hal tersebut diperkirakan bisa meningkatkan konsumsi BBM masyarakat secara nilai dan dikhawatirkan berdampak pada kualitas mesin kendaraan dalam jangka panjang.
2. Dampak terhadap iklim investasi

Selain dampak finansial, kasus tersebut menjadi sorotan karena berisiko menurunkan kepercayaan publik terhadap Pertamina, yang saat ini tengah menghadapi penyelidikan terkait dugaan penyimpangan dalam impor minyak mentah dan produk kilang.
Bahkan, lembaga pemantau media sosial, Drone Emprit menemukan sentimen negatif warganet terhadap Pertamina mencapai 98 persen dalam periode 24-27 Februari 2025.
Tak hanya itu, kasus ini juga bisa berdampak terhadap kepercayaan investor atas Pertamina dan sektor energi nasional secara luas. Menurunnya tingkat kepercayaan ini bisa berdampak pada iklim investasi di Indonesia.
3. Dampak kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun per tahun

Kerugian finansial yang ditimbulkan oleh kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina tersebut sangat besar, mencapai Rp193,7 triliun (US$12 miliar) per tahun selama lima tahun terakhir.
Kerugian tersebut disebabkan oleh penggelembungan harga impor minyak mentah dan bahan bakar, serta biaya pengapalan yang dinaikkan secara ilegal sebesar 13-15 persen. Akibatnya, beban anggaran negara meningkat.
Kerugian triliunan rupiah yang membebani anggaran negara ini, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk subsidi BBM atau sektor lain seperti kesehatan dan pendidikan.
4. Pertamina siap diuji pihak independen

Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri menegaskan pihaknya mendukung keterlibatan lembaga independen dalam pengujian kualitas BBM guna memastikan standar yang lebih dapat diterima.
"Sudah pasti gagasan ini sangat baik dan kami sambut baik tentunya dengan adanya pihak ketiga yang lebih independen bisa melakukan uji dengan standar yang lebih bisa diterima," kata dia dalam konferensi pers di Grha Pertamina, Jakarta, Senin (3/3/2025).
Oleh karena itu, selain pengujian yang dilakukan oleh tim internal dan lembaga terkait, pihaknya juga akan melibatkan pihak ketiga independen untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap kualitas BBM Pertamina.
"Jadi kami akan sangat terbuka dan sangat menyambut baik apabila kita melakukan uji tentunya dengan semakin banyak lembaga-lembaga independen lain," tegas Simon.