Lanjutkan Penguatan, Rupiah Gacor Lawan Dolar AS

- Rupiah menguat ke level Rp16.408 per dolar AS, naik 20 poin atau 0,12 persen.
- Nilai tukar rupiah di pasar spot menguat pada penutupan perdagangan Kamis, mencapai Rp16.428 per dolar AS.
- Data Consumer Price Index (CPI) AS untuk Februari menunjukkan inflasi lebih rendah dari perkiraan, tetapi risiko ketegangan perdagangan dan ketidakpastian ekonomi global masih tinggi.
Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs rupiah mengalami penguatan atas mata uang dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan akhir pekan atau Jumat (14/3/2025) pagi.
Mengutip Bloomberg, hingga pukul 09.55 WIB, kurs rupiah ada di level Rp16.408 per dolar AS atau menguat 20 poin (0,12 persen).
1. Rupiah ditutup melemah kemarin
Sebelumnya, nilai tukar rupiah di pasar spot menguat pada penutupan perdagangan Kamis (13/3/2025). Mata uang Garuda ditutup menguat pada level Rp16.428 per dolar AS.
Hal ini membuat rupiah menguat 24 poin atau 0,15 persen dibandingkan penutupan hari sebelumnya pada level Rp16.452 per dolar AS.
2. Inflasi melambat, ketidakpastian global tetap bayangi pasar
Analis pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menilai data Consumer Price Index (CPI) AS untuk Februari menunjukkan inflasi lebih rendah dari perkiraan.
Namun, penurunan tersebut terutama disebabkan oleh faktor-faktor yang mudah berubah, sementara tekanan inflasi secara keseluruhan tetap tinggi. Data CPI juga belum mencerminkan dampak tarif perdagangan yang diterapkan Presiden AS, Donald Trump.
"Meskipun pasar merespons optimis, risiko ketegangan perdagangan dan ketidakpastian ekonomi global masih tinggi, yang berpotensi memicu volatilitas pasar keuangan," kata Ibrahim.
3. Eropa versus kebijakan tarif Trump
Pekan ini, tarif 25 persen untuk baja dan aluminium yang diberlakukan Trump mulai berlaku, sementara dia kembali mengancam akan menaikkan tarif tambahan terhadap barang-barang dari Uni Eropa.
Sebagai respons, Eropa menyatakan akan membalas kebijakan tersebut, meningkatkan ketegangan dagang yang mengguncang kepercayaan investor dan menambah kekhawatiran resesi di AS.
"Saat ini pasar tertuju pada data indeks harga produsen untuk bulan Februari, yang akan dirilis pada hari Kamis, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang inflasi AS. Inflasi yang lebih rendah memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk memangkas suku bunga lebih lanjut, dengan bank tersebut akan bertemu minggu depan," tutur Ibrahim.