Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sri Mulyani: Jika Danantara Terlalu Dominan Efeknya Bisa Crowding Out

WhatsApp Image 2025-06-30 at 11.30.02 (2).jpeg
Wisma Danantara Indonesia (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Intinya sih...
  • Danantara dapat memperkuat investasi nasional
  • Penerimaan dari pos PNBP terancam hilang Rp80 triliun
  • Realisasi PNBP hingga semester I capai Rp224,2 triliun

Jakarta, IDN Times – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pentingnya peran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sebagai mesin penggerak investasi nasional, khususnya dalam menarik partisipasi dari sektor swasta. Namun, ia juga memberikan catatan penting.

Menurutnya, jika Danantara terlalu dominan dalam menjalankan proyek-proyek investasi hanya dengan mengandalkan dana negara tanpa berhasil menarik investasi swasta hal itu dapat menimbulkan efek negatif berupa crowding out.

“Danantara itu lembaga milik negara (state-owned). Kalau terlalu dominan dan tidak mampu menarik investasi dari sektor swasta, maka akan terjadi crowding out,” tegas Sri Mulyani dalam keterangannya, Sabtu (5/7/2025).

Crowding out merupakan istilah dalam ekonomi yang merujuk pada kondisi di mana pembelanjaan besar-besaran oleh pemerintah atau lembaga negara justru menghambat atau mengurangi ruang bagi sektor swasta untuk berpartisipasi dalam perekonomian. Hal ini bisa terjadi karena adanya perebutan sumber daya pembiayaan atau berkurangnya insentif bagi swasta untuk berinvestasi.

1. Danantara bisa perkuat investasi nasional

WhatsApp Image 2025-06-30 at 19.55.38 (1).jpeg
Infografis Profil Danantara Asset Management (IDN Times/Aditya Pratama)

Sri Mulyani menekankan bahwa jika Danantara dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai katalis, maka sovereign wealth fund Indonesia tersebut akan memainkan peran strategis dalam memperkuat fondasi investasi nasional.

“Jadi ini perlu terus dikomunikasikan. Kami telah menjalin komunikasi yang intens dengan tim Danantara,” ujarnya.

Dengan demikian, kehadiran Danantara akan menjadi faktor penentu apakah iklim investasi di Indonesia akan semakin kondusif atau justru stagnan. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan terus berupaya meminimalisasi potensi dampak negatif dari implementasi kebijakan ini.

2. Penerimaan dari pos PNBP terancam hilang Rp80 triliun

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lebih lanjut, Pemerintah menghadapi risiko kehilangan potensi penerimaan dari pos pendapatan negara bukan pajak (PNBP) hingga Rp80 triliun pada tahun ini, menyusul keputusan pemerintah mengalihkan setoran dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). Dampak dari kebijakan ini membuat realisasi PNBP 2025 kemungkinan hanya mencapai Rp477,2 triliun, atau 92,9 persen dari target APBN yang ditetapkan sebesar Rp513,6 triliun.

“Untuk PNBP, dari target APBN Rp 513,6 triliun kemungkinan hanya tercapai Rp477,2 triliun. Ini karena Rp80 triliun dividen yang awalnya direncanakan masuk ke APBN, sekarang diserahkan ke Danantara, jadi kita kehilangan Rp80 triliun,” ujar Sri Mulyani.

Meski demikian, pemerintah berupaya mencari potensi penerimaan lainnya sebesar Rp40 triliun, untuk menutup penerimaan PNBP yang hilang.

“Dengan beberapa measures, kita akan mitigasi sehingga perbedaannya mungkin hanya sekitar Rp40 triliun. Artinya, PNBP akan mencari tambahan penerimaan baru sebesar Rp40 triliun,” ujarnya.

3. Realisasi PNBP hingga semester I capai Rp224,2 triliun

Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi APBN (IDN Times/Arief Rahmat)

Sri Mulyani menjelaskan, pada semester I realisasi PNBP mencapai Rp224,2 triliun atau 43,4 persen dari target dalam APBN. Rinciannya, sebagai berikut:

  • PNBP dari SDA Migas Rp47,2 triliun atau 39,0 persen dari target APBN

  • PNBP SDA Nonmigas Rp55,5 triliun atau 57,2 persen dari target APBN

  • PNBP Lainnya Rp68,1 triliun atau 53,3 persen (PNBP K/L, dll.)

  • BLU Rp40,3 triliun atau 51,8 persen dari target.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us