Myanmar Minta Trump Turunkan Tarif Ekspor Jadi 10-20 Persen
- Myanmar meminta Trump turunkan tarif ekspor 10-20 persen, dengan harapan AS akan menurunkan tarif impor atas barang dari Myanmar menjadi nol hingga 10 persen.
- Nilai perdagangan Myanmar-AS tahun fiskal 2024-2025 sekitar 588,3 juta dolar AS. Industri garmen akan terdampak jika tarif 40 persen diterapkan, memperburuk kondisi ekonomi yang sudah tertekan.
Jakarta, IDN Times - Pemerintah Myanmar mengumumkan permintaan resmi kepada Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk menurunkan tarif ekspor dari Myanmar yang saat ini sebesar 40 persen. Permintaan tersebut disampaikan oleh pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, melalui surat resmi, pada Jum'at (11/7/2025).
Myanmar juga menyatakan kesiapannya mengirim tim negosiasi ke Washington jika diperlukan. Langkah ini diambil sebagai respons atas pemberitahuan tarif baru yang dikirimkan oleh Presiden Trump awal pekan ini.
1. Surat balasan Myanmar atas tarif AS

Min Aung Hlaing mengirim surat balasan kepada Presiden Trump setelah menerima pemberitahuan tarif impor 40 persen dari AS.
Dalam surat tersebut, ia mengusulkan agar tarif ekspor Myanmar ke AS diturunkan ke kisaran 10 hingga 20 persen. Sementara itu, Myanmar bersedia menurunkan tarif impor atas barang dari AS menjadi antara nol hingga 10 persen.
Min Aung Hlaing juga menyampaikan apresiasi atas kepemimpinan Trump yang dinilai berjiwa patriot sejati dalam surat tersebut.
2. Dampak tarif baru terhadap ekonomi Myanmar

Pemerintah Myanmar menyoroti dampak ekonomi dari tarif baru AS. Menurut data pemerintah, nilai perdagangan Myanmar-AS pada tahun fiskal 2024-2025 tercatat sekitar 588,3 juta dolar AS (Rp9,5 triliun). Sektor ekspor utama Myanmar ke AS mencakup pakaian, makanan laut, dan produk kulit, yang sangat terdampak oleh kenaikan tarif ini.
“Jika tarif 40 persen benar-benar diterapkan, industri garmen akan merasakan dampaknya, dan pesanan dari AS akan menurun drastis,” kata seorang pemilik pabrik di Yangon, dilansir Business & Human Right.
Asosiasi Manufaktur Garmen Myanmar juga memperingatkan bahwa kenaikan tarif ini akan memperburuk kondisi ekonomi yang sudah tertekan akibat sanksi internasional dan krisis politik.
3. Permintaan Myanmar untuk pengurangan sanksi

Min Aung Hlaing juga meminta agar AS mempertimbangkan untuk mengurangi sanksi ekonomi terhadap Myanmar. Dalam suratnya, ia menekankan negaranya masih tergolong Least Developed Country (LDC) dan tengah menghadapi tantangan berat, termasuk pandemik, bencana alam, dan dampak kudeta militer pada 2021.
“Min Aung Hlaing secara hormat meminta Presiden Trump untuk mempertimbangkan pelonggaran dan pencabutan sanksi ekonomi yang selama ini menghambat kepentingan bersama kedua negara,” demikian pernyataan resmi pemerintah Myanmar pada Jumat (11/7/2025), dilansir Global New Light of Myanmar.